TRIBUNNEWS.COM- Konflik terjadi di internal Partai Hanura yang melibatkan kubu Wiranto dan kubu Oesman Sapta Odang (OSO).
Mantan Menko Polhukam Wiranto bahkan mengakui melakukan rekayasa pemilihan OSO pada tahun 2016.
Wiranto menyebut, saat itu dirinya membuat aklamasi pemilihan OSO sebagai Ketua Umum Partai Hanura.
Hanura baru saja menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas) Hanura pada 17 Desember s.d 19 Desemeber 2019.
Dalam Munas tersebut, Wiranto yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina mengaku tak diundang.
Mantan Ketua Umum Partai Hanura tersebut justru mengaku heran.
"Lazimnya munas itu, ketua dewan pembina diundang ya kan. Ini yang mendirikan partai, yang menyerahkan partai untuk dikelola, Munas kok enggak diundang? Ini kan aneh ya," kata Wiranto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/12/2019), katanya dikutip dari Kompas.com.
Namun, Wiranto menyebut bahwa kemungkinan dirinya tak diundang lantaran mengacu pada AD/ART hasil Munas Hanura di Solo pada 2015.
Hasil Munas menyatakan bahwa tidak ada jabatan Ketua Dewan Pembina.
"Katanya berdasarkan AD/ART tatkala Munas di Solo tahun 2015 yang lalu. Di sana, dalam struktur organisasi hasil AD/ART, enggak ada Ketua Dewan Pembina, sehingga saya katanya saya engga perlu diundang," katanya.
Kemungkinan tersebut dibenarkan oleh Ketua DPP Partau Hanura Benny Ramdhani.
"Pak Wiranto tidak pada posisi sebagai Dewan Pembina Hanura di kepengusan baru yang disahkan Menkumham," kata Benny di kantor DPP Partai Hanura, Senin (16/12/2019).
Sebelumnya, Ketua DPP Partai Hanur Inas Nasrullah Zubir mengatakan, Wiranto menggunakan partai tersebtu sebagai kendaraan politik.
Hal tersebut dinilai dari kesediaan Wiranto menerima tawaran Jokowi menjabat sebagai Wantimpres.
"Partai Hanura ini hanya dijadikan kendaraan buat dia (Wiranto) ngejar-ngejar cantolan politik. Tidak seperti itu harusnya berpartai," kata Inas di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (18/12/2019).
Hal ini berbanding terbalik dengan sikap Oesman Sapta Odang yang menolak tawaran Jokowi.
OSO bersikukuh masih ingin berjuang dengan Partai Hanura.
Berikut ini fakta-fakta konflik Wiranto vs OSO yang dirangkum Tribunnews dari Kompas.com.
1. Wiranto akui rekayasa pemilihan OSO
Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Wiranto mengakui adanya rekayasa pemilihan OSO di tahun 2016 atas inisiasinya.
Saat itu, Jokowi memberikan mandat kepadanya untuk menjabat Menko Polhukam.
Tawaran ini membuat Wiranto harus mundur dari jabatan Ketua Umum Partai Hanura yang saat itu diembannya.
Ia lalu mengadakan acara Munaslub.
Dalam Munaslud tersebut, Wiranto mengakui bahwa dirinya merekayasa pemilihan OSO sebagai Ketua Umum Partai Hanura secara aklamasi.
"Dari sana kita mengundang Saudara OSO untuk menjadi salah satu calon yang mengganti saya. Dan saya merekayasa, katakanlah, mudah kan merekayasa, saya buat aklamasi, maka ketua umum terpilih sodara OSO," katanya di Hotel Atlet Century Park, Senayan, Jakarta, Rabu (18/12/2019), dikutip dari Kompas.com.
Lebih lanjut, Wiranto mengatakan, OSO harus menandatangi pakta integritas soal kepekatan satu di antaranya yakni menjadi Ketua Umum hingga tahun 2019.
2. Wiranto bantah jual Rp 200 miliar
Muncul isu soal penjualan Partai Hanura ke OSO sebesar Rp 200 miliar.
Wiranto dengan tegas membantah isu tersebut.
Mantan Ketua Umum Partai Hanura tersebut mengelak mendapat uang dari OSO.
Ia bahkan melarang kadernya meminta uang kepada Oesman.
"Saya katakan di sini tidak seperser pun saya terima duit dari OSO, bahkan saya larang kita minta uang dari OSO," katanya, dikutip dari Kompas.com.
3. Dewan Kehormatan sebut abal-abal
Penyelenggaraan Munas Partai Hanura pada 17 Desember s.d 19 Desember tidak diakui oleh Ketua Dewan Kehormatan Partai Hanura Chaerudin.
Menurutnya, pelaksaan Munas tak memenuhi syara dalam AD/ART.
Chaerudin bahkan menyebut acara tersebut sebagai kenduri nasional.
Kader yang terlibat pun dinilai tak memahami penyelenggaraan Munas.
"Ini semua tidak dimengerti oleh orang orang sana itu dan orang yang terlibat itu orang lama hanya sedikit, mungkin saya hitung 7-9 orang," katanya di Hotel Atlet Century Park, Senayan, Jakarta, Rabu (18/12/2019), dikutip dari Kompas.com.
Chaerudin bahkan menilai Partai Hanura yang kini tengah mengadakan Munas adalah partai abal-abal.
"Jadi Partai Hanura sana itu, Partai Hanura abal-abal dan tidak sah menurut saya, tetapi Pak Oso itu kawan saya lama, legalitas tidak penting yang penting adalah legitimasi," tambahnya.
4. Tak ada struktur Dewan Pembina
Ketua DPD Hanura DKI Jakarta Mohamad Ongen Sangaji menyebut sejak OSO menjabat sebagai Ketua Umum, tak ada lagi struktur Dewan Pembina.
"Sejak Pak OSO menjadi ketua umum. Karena memang tidak ada struktur dewan pembina di AD/ART," katanya, dikutip dari Kompas.com.
Tidak adanya jabatan dewan pembinan disebut sesuai dengan AD/ART Partai Hanura.
Pada Rabu (18/12/2019) siang, Wiranto menyatakan mundur dari jabatan Ketua Dewan Pembina Partai Hanura.
Pernyataan Wiranto membuat OSO cukup kaget.
Hal ini lantaran menurutnya, Wiranto sudah tak menjabat sebagai dewan pembina sejak OSO jadi ketua umum.
"Saya juga terkejut mundurnya dari mana. Kalau mundur itu kan kalau ada di tempat. Tapi kalau umpamanya di tempatnya enggak ada, dia mundur kan saya juga enggak ngerti," kata OSO di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (18/12/2019), dikutip dari Kompas.com.
5. OSO diminta mundur hingga akan ada Munaslub tandingan
OSO kini diminta mundur oleh Wiranto.
Hal ini mengacu pada pakta integritas yang ditandatangi OSO dalam Munaslub 2016.
Saat itu, disepakati bahwa OSO akan menjabat sebagai Ketua Umum Partai Hanura hingga 2019.
Wiranto bahkan menyebut Subagyo HS sebagai saksi saat itu.
"Saksinya ada Subagyo HS, beliau (OSO) akan menggantikan saya. Beliau menjabat Ketum sampai tahun 2019," katanya.
Sementara itu, Ketua Dewan Kehormatan Partai Hanura Chaerudin mengatakan akan membuat Munaslub tandingan.
Pihaknya akan mengumpuklan pengurus DPC dan DPD yang dulu dicopot oleh OSO.
"Bahkan anggota partai yang pernah kabur ke partai lain sudah berjanji kepada saya untuk balik kalau kita kembali," katanya,
Selain itu, Chaerudin mengklaim akan merangkul kubu Daryatmo yang jadi tandingan OSO.
"Pak Daryatmo yang kami percaya. Dia juga bekas tandingan Pak OSO. Dulu juga ia sah menurut munaslub. Tetapi, tidak diakui oleh sana (OSO)," katanya.
(Tribunnews.com/Miftah)