Hariyadi pun mengungkapkan pihaknya siap jika perubahan tersebut diberlakukan.
"Ya siap lah, kalau kita enggak ada masalah. Dan itu sudah biasa di negara lain juga melakukan hal yang sama. Itu juga bagus ke pekerjanya jadi dia bisa lebih fleksibel," katanya.
Sementara terkait dengan nominal penggajian, Hariyadi menyebut hal itu bergantung pada kebijakan perusahaan.
Karena masih rancangan, Hariyadi mengungkapkan terkait patokan nominal memiliki parameter yang banyak.
"Kalau untuk saran nominal itu nanti kesepakatannya. Ada patokan yang nanti akan ditetapkan dan proporsional dari situ. Apakah upah minimumnya atau upah di perusahaan itu, secara rata-rata. Jadi parameternya banyak," ungkapnya.
Pendapat Menteri Ketenagakerjaan
Sementara itu, kajian tengah dilakukan pemerintah terkait berbagai macam aturan tentang ketenagakerjaan.
Antara lain seperti fleksibilitas jam kerja hingga proses rekrutmen maupun PHK, yang diatur dalam RUU Omnibus Law.
Selain itu, sistem pengupahan yang menjadi bahasan dan perdebatan tiap tahunnya.
Maka dari itu alternatif sistem pengupahan berdasarkan prinsip fleksibilitas tengah dibahas pemerintah.
Dilansir Kompas.com, target penyerahan omnibus law ke DPR yang tadinya bakal dilakukan pada akhir tahun ini pun molor jadi paling lambat awal tahun depan.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyebut alotnya pembahasan omnibus law yakni karena sulitnya mempertemukan kepentingan pengusaha dan buruh atau tenaga kerja.
"Memang tidak gampang, butuh waktu, pasti mempertemukan antara kepentingan pengusaha dan tenaga kerja itu bukan hal yang gampang," ujar Ida, Rabu (25/12/2018).
Kajian yang dilakukan di antaranya mengenai upah berdasarkan jam.