TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 10 orang dicegah pergi ke luar negeri oleh Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
Pencegahan dilakukan terkait penanganan perkara kasus dugaan korupsi di balik defisit anggaran PT Asuransi Jiwasraya.
"Benar," ucap Kasubag Humas Ditjen Imigrasi Sam Fernando saat dikonfirmasi Tribun mengenai pencegahan tersebut, Jumat(27/12/2019).
Dari 10 orang yang dicegah tersebut di antaranya adalah mantan Direktur Utama Jiwasraya, Hendrisman Rahim dan mantan Direktur Keuangan Jiwasraya, Hary Prasetyo.
Jaksa Agung ST Burhanuddin juga mengumumkan pencegahan 10 orang tersebut. Pencegahan berlaku mulai 26 Desember 2019 hingga enam bulan ke depan.
"Jadi kita sudah minta pencegahan ke luar negeri, cegah untuk 10 orang. Kita sudah mulai dan tadi malam sudah dicegah," kata Burhanuddin.
Baca: Jiwasraya Gelontorkan Dana Rp 13,5 Miliar untuk Manchester City, Berikut Rinciannya
Baca: Fadli Zon Berharap DPR Bentuk Pansus Jiwasraya Gate
Namun demikian, ia tidak menyebutkan secara rinci dari unsur mana saja pihak yang dicekal oleh Kejaksaan Agung RI.
Dia hanya menyebut sejumlah inisial nama-nama yang telah dicekal oleh institusi yang dipimpinnya.
Mereka adalah HR, DA, HP, NZ, DW, GL, GR, HD, BT dan HS.
Seluruhnya disebutkan memiliki potensi bermasalah dalam kasus ini.
"Ya betul potensi untuk tersangka. Nanti ada kita lihat perkembangan di kami," ujar Burhanuddin.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Adi Toegarisman menyebutkan, pihaknya juga menjadwalkan akan memanggil 10 orang tersebut untuk diperiksa.
"Terjadwal nanti hari Senin hari Selasa depan. Kemudian nanti tanggal 6, 7, 8 (Januari) kita panggil secara keseluruhan jadi semua jumlah 24 orang," kata Adi.
Dari hasil penyidikan sementara, Jaksa Agung Burhanuddin mengungkapkan, kerugian negara yang ditaksir asuransi Jiwasraya mencapai lebih dari Rp 13,7 triliun hingga Agustus 2019.
"PT Jiwasraya sampai dengan Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara Rp 13,7 triliun. Ini merupakan perkiraan awal dan diduga akan lebih dari itu," kata Burhanuddin.
Proses penyidikan itu, dia bilang juga mengendus adanya indikasi tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi Jiwasraya.
"Hal ini terlihat pada pelanggaran prinsip hati-hati yang dilakukan PT Jiwasraya yang telah banyak investasi aset-aset risiko tinggi untuk mengejar keuntungan tinggi," tuturnya.
Adapun rinciannya, penempatan 22,4 persen saham sebesar Rp 5,7 triliun dari aset finansial. Detilnya, 95 persen saham ditempatkan pada perusahaan dengan kinerja buruk, dan sisanya pada perusahaan dengan kinerja baik.
Baca: Kerjasama Manchester City dan Jiwasraya, Gelontoran Dana Besar Hingga Strategi Rebranding
Baca: Jiwasraya Rugi 13,7 Triliun Rupiah, Jaksa Agung Mencekal Pelaku-Pelaku yang Bermain di Dalamnya
Selanjutnya, ada pula dana yang ditempatkan sebesar 59,1 persen reksadana senilai Rp 14,9 triliun dari aset finansial.
Disana, 98 persen dari jumlah tersebut dikelola manager investasi yang juga berkinerja buruk dan sisanya berkinerja baik.
Ogah Libatkan KPK
Jaksa Agung RI ST Burhanuddin menjawab permintaan menteri keuangan Sri Mulyani yang menginginkan untuk menggandeng KPK dan Polisi untuk menyelesaikan skandal dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Dia menegaskan, kasus itu bisa diselesaikan sendiri oleh Kejaksaan Agung RI.
"Sampai saat ini saya belum mendengar kami akan gandeng tangan. Yang pasti kami akan tangani sendiri," kata Burhanuddin.
Lagi pula, ia menyebutkan, saat ini kasus itu telah diproses hingga tahapan penyidikan oleh Kejaksaan Agung RI.
"Ini sudah tahap penyidikan ini," ujarnya.
Mantan Staf Khusus
Berhembus kabar empat dari sepuluh nama yang dicegah ialah eks Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo dan pemilik mayoritas saham PT Hanson Internasional TBK Benny Tjokrosaputro.
Selanjutnya, nama lainnya Komisaris Utama Inti Agri Resource.
Adapun Hary Prasetyo diketahui merupakan mantan Tenaga Ahli Utama Kedeputian III Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-Isu Ekonomi Strategis di KSP era Joko Widodo (Jokowi).
Ketika ditanya beredarnya nama-nama tersebut, Kapuspenkum Kejagung RI, Hari Setiyono enggan membeberkan lebih lanjut ihwal kepastian nama tersebut.
Baca: Jaksa Agung Tegaskan Aparat Kejaksaan Tidak Boleh Memihak di Pilkada 2020
Baca: Guru Besar Hukum Tata Negara Apresiasi Langkah Cepat Jaksa Agung Tangani Kasus Jiwasraya
Ia hanya menyatakan, saat ini baru bisa membeberkan inisial dari para pelaku.
"Sesuai penjelasan Pak Jaksa Agung dan Pak Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus tadi, sementara ini masih inisial dulu yang dicegah," kata Hari.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengakui kecolongan saat memperkerjakan Hary Prasetyo yang merupakan mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Moeldoko mengakui saat itu KSP belum memiliki sistem seleksi yang ketat sehingga Hary bisa lolos seleksi.
"Waktu itu seleksinya saya juga harus jujur, seleksinya tidak seperti sekarang. Sekarang sangat ketat. Kalau dulu kurang, kurang ketat seleksinya," kata Moeldoko.
Moeldoko mengatakan, saat itu masalah gagal bayar polis yang menerpa Jiwasraya juga belum mencuat.
Hary juga memiliki kinerja bagus saat menjabat di perusahaan plat merah itu.
"Pada saat beliau di Jiwasraya memiliki catatan yang positif, bagaimana bisa merubah wajah Jiwasraya. Itulah yang mereference KSP, saya, untuk yang bersangkutan bisa diangkat ke sini," kata dia.
Terpisah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut menyoroti kasus gagal bayar Jiwasraya.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menyatakan pihaknya akan aktif merespons kasus itu.
"Tidak ada istilah pasif. Kita bersama-sama memantau penanganan (kasus) yang telah dilakukan oleh Kejaksaan Agung," kata Nawawi.
Meski memantau, Nawawi menyatakan pihaknya tak masuk ke perkara tersebut. Sebab saat ini, Kejaksaan Agung sudah menangani kasus itu.
Baca: Kian Kusut dan Bingungkan Publik, Ekonom Indef: Jangan Bawa Kasus Jiwasraya ke Ranah Politik
Baca: Jaksa Agung Pastikan Calon Tersangka Korupsi Jiwasraya Setelah Dapat Penyelidikan Imigrasi
"Sejauh ini sudah dalam penanganan Kejagung. Cukup bagi KPK untuk memantau perkembangan penanganannya," kata dia.
Sementara itu Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga menjelaskan saham milik Erick Thohir yakni PT Mahaka Media Tbk (ABBA) yang dibeli PT Asuransi Jiwasraya (Persero) bukan saham gorengan.
Menurutnya, aksi penempatan investasi oleh BUMN Asuransi itu justru membuahkan keuntungan.
Arya menyebut saham tersebut dibeli pada 23 Januari 2014 di pasar saham seharga Rp 95 per lembar.
Jiwasraya, kala itu, menempatkan dana investasi senilai Rp 14,9 miliar.
"Kemudian JS menjual saham tersebut dua kali, pada 17 Desember 2014, jadi tidak sampai setahun. Nilainya Rp 11 miliar lebih itu dengan harga saham Rp 114. Kemudian hari yang sama, dia jual juga Rp 6 miliar di harga saham Rp 112," ujar Arya.
Jiwasraya mendapatkan selisih keuntungan senilai Rp 2,8 miliar tidak sampai satu tahun.
:Jiwasraya terbukti ketika jual dua kali di hari yg sama untung 18 persen lebih. Jadi berbeda dengan saham gorengan ya. Itu melebihi bunga bank, bahkan lebih dari JS Saving Plan," ucap Arya. (Tribun Network/igm/rin/nas/ham/wly)