TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Advokasi Novel Baswedan berharap kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan segera terungkap menyusul ditangkapnya dua orang terduga pelaku beberapa hari lalu.
Tertangkapnya dua anggota polisi aktif tersebut menurut Tim Advokasi Novel Baswedan, dugaan adanya keterlibatan kepolisian dalam kasus ini telah terbukti.
"Sejak awal jejak-jejak keterlibatan anggota Polri dalam kasus ini sangat jelas, salah satunya adalah penggunaan sepeda motor anggota kepolisian," tulis Tim Advokasi Novel Baswedan dalam rilisnya, Minggu (29/12/2019).
Tim Advokasi menyebut Kepolisian harus segera mengungkap jenderal dan aktor intelektual lain yang terlibat dalam kasus penyiraman dan tidak berhenti pada pelaku lapangan.
Apalagi, hasil Tim Gabungan Bentukan Polri dalam temuannya menyatakan serangan kepada Novel berhubungan dengan pekerjaannya sebagai penyidik KPK.
"KPK menangani kasus-kasus besar, sesuai UU KPK, sehingga tidak mungkin pelaku hanya berhenti di 2 orang ini. Oleh karena itu perlu penyidikan lebih lanjut hubungan dua orang yang saat ini ditangkap dengan kasus yang ditangani Novel/KPK," ujar Tim Advokasi dalam pernyataannya.
Selain itu, Kepolisian juga harus mengungkap motif pelaku tiba-tiba menyerahkan diri, apabila benar bukan ditangkap.
Juga harus dipastikan bahwa yang bersangkutan bukanlah orang yang "pasang badan" untuk menutupi pelaku yang perannya lebih besar.
Baca: Tersangka Penyerang Novel Baswedan Seorang Polisi Aktif, Ahli Hukum: Keteledoran yang Tidak Lazim
Baca: Soal Kasus Novel Baswedan, IPW Kritisi Keraguan Publik pada Pihak Polisian: Sakit Jiwa Mungkin
Oleh karena itu menurut Tim Advokaso, Polri harus membuktikan pengakuan yang bersangkutan bersesuaian dengan keterangan saksi-saksi kunci di lapangan.
Hal ini diperlukan karena menurut Tim Advokasi, terdapat sejumlah kejanggalan.
"Adanya SP2HP tertanggal 23 Desember 2019 yang menyatakan pelakunya belum diketahui. Perbedaan berita yaitu kedua polisi tersebut menyerahkan diri atau ditangkap dan temuan polisi seolah-olah baru sama sekali," ujarnya.
Misalnya apakah orang yang menyerahkan diri mirip dengan sketsa-sketsa wajah yang pernah beberapa kali dikeluarkan Polri.
Polri dikatakannya harus menjelaskan keterkaitan antara sketsa wajah yang pernah dirilis dengan tersangka yang baru saja ditetapkan.
"Ketidaksinkronan informasi dari Polri yang mengatakan belum diketahuinya tersangka dengan pernyataan presiden yang mengatakan akan ada tersangka menunjukkan cara kerja Polri yang tidak terbuka dan profesional dalam kasus ini," kata Tim Advokasi.
Baca: Dewi Tanjung Tetap Ragukan Kebutaan Novel Baswedan meski 2 Pelaku Penyerangan Ditangkap: Cari Iba?
Baca: Saor Siagian Sebut Penyerang Novel Baswedan Memang Targetkan Mata: Mau Matikan Kariernya
Menurutnya, korban, keluarga dan masyarakat berhak atas informasi. Terlebih kasus ini menyita perhatian publik dan menjadi indikator keamanan pembela HAM dan anti korupsi.
Selain itu polisi juga harus mengusut tuntas teror lainnya yang menimpa pegawai maupun Pimpinan KPK periode sebelumnya, yakni teror bom di rumah Agus Rahardjo dan Laode M Syarif.
"Presiden perlu memberikan perhatian khusus atas perkembangan teror yang menimpa Novel. Jika ditemukan kejanggalan maka Presiden harus memberikan sanksi tegas kepada Kapolri," tegasnya.
ebelumnya Polri menangkap dua pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan dan kini telah ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka yakni RM dan RB yang berstatus sebagai polisi aktif. Kedua pelaku diamankan di Cimanggis, Depok, Jawa Barat.
Kasus penyiraman air keras terjadi 11 April 2017 lalu.
Ketika itu, Novel baru selesai menjalani salat subuh di masjid dekat rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Akibat penyiraman air keras, kedua matal Novel mengalami luka parah hingga harus menjalani operasi mata di Singapura.
Baca: Tanggapan Ahli Hukum Terkait Pelaku Penyerang Novel Baswedan, Komentari Soal Isu Menyerahkan Diri
Baca: Update Terbaru Kasus Novel Baswedan, Ahli Hukum Beri 2 Tanggapan Ini
Tersangka Tersenyum
Pelaku teror penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan tersenyum saat dipindahkan dari Rutan Polda Metro ke Rutan Mabes Polri, Sabtu (28/12/2019) sore.
Padahal saat berada di Polda, tersangka RB, penyiram air keras menunjukkan wajah geram dan emosi pada Novel Baswedan.
"Tolong dicacat, saya enggak suka Novel karena dia itu pengkhianat," ujar pria bertubuh tambun itu dengan lantang ketika hendak masuk ke mobil.
Berbeda jauh, ketika tiba di Bareskrim Polri pukul 14.30 WIB.
Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Suyudi sempat meminta media memberi waktu pada kedua tersangka agar lebih tenang.
"Sabar ya, biarkan yang di dalam (tersangka) tenang dulu. Beri waktu sebentar, biar enak," kata Suyudi yang mengawal pemindahan tersangka.
Baca: Membandingkan Wajah Tersangka Penyerang Novel Baswedan dengan Rilis Polisi Soal Wajah Diduga Pelaku
Baca: Pelaku Dendam dan Sebut Novel Baswedan Pengkhianat, Pakar Ekspresi: Tidak Terlihat Perasaan Dendam
Benar saja turun dari mobil, RB tampak tenang meski tangannya diborgol.
Ketika dibawa menuju ke lantai 5, RB tidak segan melempar senyum pada awak media.
Hal yang sama, tersangka RM yang adalah pengendara sepeda motor wajahnya juga datar.
Pria berambut klimis ini membisu selama digelandang dari mobil ke lantai 5.
Istri Novel Khawatir
Polisi telah menetapkan RM dan RB sebagai tersangka teror penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Menanggapi hal tersebut, Rina Emilda istri Novel Baswedan menyampaikan hal yang ia takutkan terkait proses penyidikan pelaku penyerangan suaminya.
"Saya khawatir ada upaya membuat cerita yang menutupi fakta sebenarnya. Semoga penyidik Polri dapat memperhatikan objektivitas dari fakta-fakta yang ada," ucapnya saat dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (28/12/2019).
Dia menilai penangkapan pelaku penyiram air keras terhadap suaminya adalah hal yang positif.
"Namanya penangkapan adalah hal positif. Ada suatu penyerangan dan pelakunya ditangkap," ucapnya.
Baru Permulaan
Terpisah, Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo menegaskan penyidiknya bekerja dengan bukti bukan berdasarkan opini atau persepsi dalam penyidikan teror Novel Baswedan.
Untuk itu, jenderal bintang tiga ini meminta publik bersabar dan memberikan waktu bagi Polri mengungkap hingga tuntas.
"Kita bekerja dengan bukti, bukan opini atau persepsi. Jadi silakan ditunggu, ini baru permulaan," tutur Listyo di STIK/PTIK Jakarta Selatan, Sabtu (28/12/2019).
Mantan Kapolda Banten ini meyakini kasus yang menimpa penyidik senior KPK itu tidak hanya berhenti pada dua tersangka.
"Silakan ditunggu ini baru permulaan. Ini masih panjang, seperti yang disampaikan Kapolri, semuanya akan dibuka saat disidang," tambahnya.