TRIBUNNEWS.COM - Pelaku penyerangan terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan telah tertangkap pada Kamis (26/12/2019) di Depok.
Pelaku yang berjumlah dua orang ini tercatat sebagai anggota aktif Polri yang berinisial RB dan RM.
Penangkapan ini merupakan serangkaian panjang perjalanan kasus penyiraman Novel Baswedan sejak 2017 silam.
Usai menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, salah satu pelaku meneriakkan ketidaksukaannya kepada Novel Baswedan, Sabtu (28/12/2019).
"Tolong dicatat, saya enggak suka sama Novel karena dia pengkhianat," teriak pelaku RB.
Pernyataan RB sontak memunculkan respon beragam dari kalangan masyarakat, termasuk dari pakar ekspresi, Handoko Gani.
Baca: Belajar dari Kisah Pilu Karamnya Perahu Layar Anjani & Adnan, Ini Tips Hindari Cowo PHP Ala Psikolog
Handoko menyebut ekspresi RB saat melontarkan kalimat tersebut tidak menunjukan tanda-tanda kemarahan.
"Saya katakan ekspresinya bukanlah ekspresi yang termasuk dalam kategori marah," kata Handoko dikutip dari channel YouTube Talk Show tvOne, Senin (30/12/2019).
Handoko menganalisis ekspresi yang ditunjukan RB, seperti menggunakan suara besar saat berteriak, aliasnya turun, hingga matanya membelalak belum bisa menunjukkan seseorang masuk dalam kondisi marah atau tidak.
Menurutnya, pelaku RB yang tega melakukan penyiraman cairan kimia ke Novel Baswedan seharusnya menunjukan ekspresi lebih sesuai dengan tingkat kejahatan yang telah ia lakukan.
"Ekspresi semestinya lebih dari itu, beliau ini melakukan hal yang sedemikian kejinya," tandas Handoko.
Handoko menambahkan, ekspresi yang ditunjukan oleh RB masih membutuhkan penyidikan lebih mendalam oleh pakar dan pihak kepolisian.
Terlebih pernyataan tersebut dilontarkan oleh pelaku RB di depan awak media.
"Melihat ini semua, ekspresi wajah, gesture, hingga suara bisa jadi bukan 100 persen asli. Bisa saja ada yang sengaja disembunyikan," tegasnya.
Baca: Viral Pegawai Ekspedisinya Lempar-lemparkan Paket, J&T Express Beri Tanggapan
Tanggapan Tim Kuasa Hukum Novel
Tim Kuasa Hukum Novel Baswedan, Wana Alamsyah menilai apa yang dilakukan RB dengan menyebut penyidik senior sebagai seorang pengkhianat memiliki penafsiran yang berbeda-beda.
Wana berpendapat setidaknya terdapat dua persepsi yang bisa mengambarkan kata pengkhianat tersebut.
Pertama penghianat secara personal yang berarti pelaku memiliki relasi yang dekat dengan Novel.
"Secara logika begitu. Apa Novel merasa dekat dengan pelaku? Kita belum mengetahuinya," tandas Wana.
Persepsi kedua berkaitan dengan pekerjaan Novel selama di KPK.
Termasuk berhubungan dengan kasus-kasus yang ditanganinya seperti kasus korupsi Simulator SIM yang pernah membelit institusi kepolisian.
"Si pelaku itu mengkaitkan antara kerja-kerja Novel dengan sepak terjang kasus di kepolisian. Ini perlu didalami lagi," lanjut Wana.
Selain itu, kata penghianat yang dikatakan pelaku RB juga harus dicocokan dengan temuan Komnas HAM.
Berdasarkan laporan tersebut kasus penyiraman Novel merupakan kejahatan yang dilakukan secara terencana.
"Sehingga kepolisian harus menggali informasi tiga pelaku, perencana atau aktor intelektual, pengintai, dan pelaku lapangan"
"Ini tugas tambahan untuk kepolisian," tutup Wana.
Baca: BMKG: Peringatan Dini Besok Selasa 31 Desember 2019, Waspada Cuaca Ekstrem di Sejumlah Wilayah
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)