"Menurut saya setuju, karena itu larinya di dana kesehatan juga, juga nanti larinya ke negara juga," ungkapnya.
Senada dengan Putra, warga lainnya bernama Riskas juga menilai setuju demi pemasukan negara.
"Saya setuju aja, karena nanti pemasukannya juga buat negara," katanya.
Ia juga menyebut, kenaikan rokok ini sebagai upaya pemerintah Indonesia untuk menekan konsumsi rokok.
"Mungkin ini juga upaya pemerintah untuk menekan konsumsi rokok di Indonesia," imbuhnya.
Mengutip Wartakotalive.com, Heru Pambudi menyatakan, belum memperhitungkan potensi pendapatan negara atas kenaikan cukai tembakau.
Namun demikian, pihaknya sudah siap untuk menerapkan kebijakan tersebut.
"Belum, saya rasa target masih di APBN," tuturnya, Jumat.
Pihaknya mengharapkan agar masyarakat dan produsen rokok bisa memahami kebijakan yang akan diberlakukan pada awal 2020 itu.
Sementara, dilansir Kompas.com, kenaikan harga rokok sejalan dengan aturan pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang akan berlaku pada 1 Januari 2020 mendatang.
Peraturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/PMK.010/2019 tentang Perubahan Kedua atas PMK Nomor 136/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Tarif CHT Sigaret Kretek Mesin (SKM) naik sebesar 23,29 persen, Sigaret Putih Mesin (SPM) naik 29,95 persen, dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) atau Sigaret Putih Tangan naik 12,84 persen.
Dikutip dari TribunJateng.com, Ketua Umum APTI, Agus Parmuji, ingin pemerintah mengendalikan impor tembakau.
Alasannya, hal tersebut yang paling berdampak besar terhadap petani tembakau.