TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa kapal-kapal China di perairan Natuna, Kepulauan Riau tidak berada di wilayah teritorial Indonesia.
Pernyataan ini ia sampaikan saat berada di Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Selat Lampa, Kabupaten Natuna, Rabu (8/1/2020).
Presiden RI ini mengaku telah mengonfirmasi kepada panglima TNI terkait posisi kapal-kapal asing tersebut.
"Kita juga harus tahu apakah kapal negara asing masuk kedalam teritorial kita atau tidak," ujar Jokowi yang dilansir dari kanal YouTube metrotvnews, Kamis (9/1/2020).
"Tadi sudah saya tanyakan ke Panglima. Tidak ada yang masuk ke teritorial Indonesia. Tidak ada," imbuhnya.
Jokowi mendapatkan informasi bahwa kapal-kapal China tersebut masuk dalam Zona Ekonomi Ekslklusif (ZEE)
"Yang ada masuk ke ZEE," tambahnya.
Lantas sang presiden mengatakan kapal-kapal asing boleh melewati wilayah tersebut, karena itu bukan wilayah teritorial Indonesia.
Namun ia menegaskan kapal tersebut hanya diperbolehkan lewat dan dilarang keras untuk mengambil sumber daya alam disana.
Mengingat di zona tersebut Indonesia memiliki hat terhadap kekayaan alam di sana.
Sehingga apabila terdapat kapal-kapal asing yang mengambil sumber daya alam disana secara ilegai, maka Indonesia behak menggunakan kebijakan hukumnya.
Yakni dengan hak berdaulat untuk menghalau dan menangkap kapal asing itu.
"Itu lewat semua kapal bisa, tapi hati-hati kalau dia mencuri ikan," ujar Jokowi.
"Itu baru boleh diusir atau ditangkap," tegasnya.
Presiden juga meminta agar semua pihak dapat membedakan antara wilayah teritorial dengan ZEE Indonesia.
"Tolong ini dibedakan, kalau dicampur aduk nanti kita bingung," imbuhnya.
Tak hanya membahas terkait hal tersebut, dalam kesempatan itu, Jokowi juga menegaskan bahwa Natuna adalah Indonesia.
"Hari ini saya datang ke sini (Natuna) ingin memastikan dan ingin memberitahukan kepada bapak, ibu dan saudara-saudara semuanya, Natuna adalah teritorial kita," ujar Jokowi.
Hal ini dapat dilihat dari wilayah Natuna yang memiliki penduduk dengan jumlah 81 ribu.
"Kenapa ini saya sampaikan? Di Natuna ada penduduknya sebanyak 81 ribu. Di sini juga ada bupatinya, gubernur dan semuanya," tambahnya.
Jokowi meminta agar tidak ada lagi yang meragukan hal itu.
"Jangan sampai ada yang bertanya dan meragukan," kata Jokowi.
Kepala negara ini juga tidak bosan untuk terus menegaskan tidak boleh ada tawar-menawar untuk kedaulatan.
"Sekali lagi, kedaulatan itu tidak bisa dan tidak ada yang namanya tawar-menawar," tegas Jokowi.
Dikutip dari laman resmi Sekretariat Presiden, Jokowi dan rombongan melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau pada Rabu kemarin.
Mereka tiba di Pangkalan Angkatan Laut Terpadu Selat Lampa sekitar pukul 11.47 WIB.
Dalam kunjungannya Jokowi kemudian langsung bertemu dengan ratusan nelayan di Kabupaten Natuna.
Kemudian Jokowi juga terlihat menaiki Kapal Republik Indonesia (KRI) Usman Harun yang tengah bersandar di dermaga.
Dari atas KRI Usman Harun, sekira sepuluh menit Presiden meninjau situasi di Perairan Natuna.
Kepala negara ini terlihat didampingi oleha sejumlah jajaranya, antara lain Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
Kritik Pengamat Militer terhadap kedatangan Jokowi di Natuna
Pengamat Militer dan Keamanan Conny Rahakundini Bakrie mengomentari kedatangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Perairan Natuna, Kepulauan Riau pada Rabu (8/1/2020).
Menurut Conny kehadiran Jokowi dinilai suatu reaksi yang berlebihan.
"Kalau saya lihatnya ini kok reaksi yang overacting ya," ujar Conny yang dilansir dari kanal YouTube metrotvnews, Kamis (9/1/2020)
"Seolah-olah negara ini tidak punya lagi orang yang dikirimkan ke sana," imbuhnya.
"Dan setiap saat ada yang memanas di sana itu Pak Presiden diminta kesana," jelasnya.
Pengamat militer ini mengungkapkan untuk mengirimkan pesan kuat supaya China hengkang dari perairan Natuna, Jokowi tidak perlu harus hadir secara langsung ke Natuna.
"Apalagi pernyataan resmi dari Istana tadi, seolah-olah ini menyatakan bahwa negara hadir untuk bangsanya dan muncullah Presiden di Natuna," ujarnya.
"Saya rasa negara hadir itu tidak harus dengan Presiden hadir," imbuhnya.
"Kasihan sekali yang jadi Presiden Indonesia, setiap ada apa harus dihadirkan," ungkapnya.
Menurut Conny, yang mesti hadir ke Natuna adalah Menteri Luar Negeri dan Bakamla.
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma)