Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membongkar tuntas keterlibatan aktor-aktor lainnya dalam perkara jual beli pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR dari fraksi PDIP.
ICW menduga masih ada pihak lainnya yang belum terungkap oleh KPK.
“Mendesak KPK untuk mengembangkan dugaan keterlibatan aktor-aktor lainnya dalam perkara ini,” ujar Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz dalam keterangannya, Jumat (10/1/2020).
Mendengar penetapan tersangka KPK pada Kamis (9/1/2020) malam, kata Donal, ICW menduga adanya perintah salah satu pengurus DPP PDIP memerintahkan advokat bernama Doni untuk mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara.
“PDIP berkirim surat kepada KPU untuk menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti caleg yang meninggal” kata Donal.
Namun, Doni yang juga turut diperiksa oleh KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada Rabu (8/1/2020) dilepaskan oleh KPK.
Padahal terdapat peran Doni dalam pengurusan PAW tersebut.
“Proses ini menunjukkan adanya peran partai untuk turut mendorong proses PAW ini,” tegas Donal.
Padahal Ketentuan Penggantian calon terpilih telah jelas diatur dalam Pasal 426 Ayat 3 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang berbunyi, Calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diganti oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/ Kota dengan calon dari daftar calon tetap Partai Politik Peserta Pemilu yang sama di daerah pemilihan tersebut berdasarkan perolehan suara calon terbanyak berikutnya.
Dalam hal ini menurut KPU, yang seharusnya menjadi pengganti adalah Riezky Aprilia berdasarkan UU Pemilu.
Akan tetapi partai justru tetap mendorong Harun Masiku untuk dilantik menggatikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.
“ICW mendorong KPK untuk menggali adakah oknum PDIP yang berperan atau terlibat dalam proses PAW tersebut yang berujung terjadinya praktek suap,” kata Donal.
Diberitakan sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengaku belum tahu pasti kebenaran 2 stafnya ikut terseret kasus tersebut.
“Sampai saat ini kita masih belum tahu karena itulah kita menunggu keputusan dan apa yang disampaiakan oleh KPU (KPK, Red),” kata Hasto di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (9/1/2020).
Hasto menyampaikan, mendukung penuh upaya KPK dalam mengungkap kasus dugaan korupsi tersebut.
Sebagai Sekjen Partai dia memang bertanggungjawab terhadap pembinaan seluruh kader partai.
Seluruh staf sekretariat memang dibawah pertanggungjawaban Sekjen.
Namun, apabila terkait masalah hukum maka menjadi urusan masing-masing. Di sisi lain, Hasto mengatakan salah satu di antara D dan S adalah kader PDIP.
“Sebagai kader PDIP dia bertindak seharusnya menjanlankan garis-garis kebijakan ideologi partai termasuk untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan hukum,” jelasnya.
Sedangkan saat disinggung keberadaan dua stafnya tersebut, Hasto mengaku tidak tahu.
“Saya tidak mengetahui karena sakit diare tadi. Sehingga dalam konteks seperti ini kami fokus dalam persiapam HUT ke-47 dan Rakernas yang pertama,” kata Hasto.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka.
Mereka yakni Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina selaku mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Harun Masiku selaku caleg DPR fraksi PDIP dan Saeful.
KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful.
Suap dengan total Rp900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.
Atas perbuatannya, Wahyu dan Agustiani Tio yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf a atau Pasal 12 Ayat (1) huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Harun dan Saeful yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap disangkakan dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.