Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PKB Yaqut Cholil Qoumas mendesak Wahyu Setiawan mundur dari Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkannya sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait dengan penetapan anggota DPR terpilih 2019-2024.
"Akan lebih baik, dan ini kita desak, wahyu mengundurkan diri saja," ujar politisi PKB ini kepada Tribunnews.com, Jumat (10/1/2020).
Hal ini penting menurut dia, agar tidak mengganggu kinerja KPU dalam mempersiapkan Pilkada Serentak 2020 mendatang.
"Agar bisa dilakukan PAW anggota KPU, mengingat pilkada serentak tidak lama lagi dan supaya kinerja KPU tidak timpang," ujarnya.
Jika tidak mundur, kata dia, mengacu pada ketentuan Wahyu tidak bisa langsung dicopot dari kursi Komisioner KPU sebelum statusnya berkekuatan hukum tetap.
"Dia tidak bisa otomatis dicopot sampai ada keputusan hukum tetap, baru bisa diganti," kata Gus Yaqut.
Untuk itu dia kembali mendesak Wahyu untuk mengajukan pengunduran diri sebagai Komisioner KPU.
Tak bisa langsung copot
Sementara itu, anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS Mardani Ali Sera berpendapat, Wahyu Setiawan tidak bisa langsung dicopot dari Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) setelah menyandang status tersangka.
Ketua DPP PKS ini menjelaskan, aturan tidak mewajibkan Wahyu dicopot dari jabatannya ketika berstatus tersangka. "Status Wahyu tetap masih tersangka. Secara hukum, tidak wajib dicopot,"
Artinya, Wahyu baru bisa dicopot ketika statusnya sudah berkekuatan hukum tetap.
Meskipun demikian, dia tetap berharap KPU sebagai lembaga publik bisa tetap bekerja dalam mempersiapkan Pilkada Serentak 2020.
Melalui bekerja, para Komisioner KPU yang tersisa bisa tetap menjaga kepercayaan publik.
"KPU adalah lembaga publik yang didasari kepercayaan publik. Perlu ada keberanian komisioner KPU dan DKPP untuk membuat keputusan tepat dan akurat," jelasnya.
Terpisah, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arwani Thomafi berharap Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap fokus bekerja menyiapkan proses tahapan pilkada serentak pada September 2020 mendatang.
Meskipun satu Komisionernya, Wahyu Setiawan kini menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap terkait penetapan anggota DPR terpilih periode 2019-2024.
"Penyelenggara Pemilu, khususnya KPU Pusat, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten, Kota untuk tetap fokus bekerja menyiapkan proses tahapan pilkada serentak pada September 2020 mendatang," ujar Wakil Ketua Umum Partai Pesatuan Pembangunan (PPP) ini kepada Tribunnews.com, Jumat (10/1/2020).
Baca: Jadi Tersangka, Jabatan Komisioner KPU Wahyu Setiawan Harus Dicopot Sementara
Dia mengatakan, KPU harus segera melakukan konsolidasi di internal dan menciptakan sistem yang transparan dan akuntabel agar kejadian serupa tidak terjadi di waktu mendatang.
"Ciptakan kembali kepercayaan publik terhadap kerja KPU yang menurun pasca-kasus ini," tegas Arwani Thomafi.
Baca: Jadi Tersangka, Rumah Dinas Wahyu Setiawan di Pejaten Terlihat Sepi
Terkait dengan pilkada 2020, KPU Pusat, KPU Prov serta KPU Kabupaten, Kota agar tetap fokus menyiapkan berbagai tahapan pelaksanaan Pilkada.
"Kritik dan ketidakpuasan terhadap KPU pasca-peristiwa OTT ini harus dijawab dengan kinerja yang jauh lebih baik dan transparan.
Dia menilai KPU harus membuat sistem pengawasan di internal yang kokoh agar peristiwa OTT ini tidak terjadi di kemudian hari.
Sebelumnya, Komisioner KPU Wahyu Setiawan dijerat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka penerima suap sebanyak Rp600 juta.
Suap yang diterima Wahyu merupakan bantuan agar Harun Masiku menjadi anggota DPR pengganti antar-waktu (PAW) dari Fraksi PDIP.
Setelah menyanggupi permintaan Harun, Wahyu Setiawan menyatakan "Siap, Mainkan!".
Hal itu terungkap ketika Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menyampaikannya ketika menggelar konferensi pers penetepan tersangka Wahyu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (9/1/2020).
"WSE (Wahyu Setiawan) menyanggupi membantu dengan membalas 'Siap, Mainkan!'. Untuk membantu penetapan HAR (Harun Masiku) sebagai anggota DPR pengganti antarwaktu, WSE meminta dana operasional Rp900 juta," ungkap Lili.
Duit suap ini diminta Wahyu Setiawan dikelola orang kepercayaannya Agustiani Tio Fridelina (ATF).
"Dari Rp450 juta yang diterima ATF, sejumlah Rp400 juta merupakan suap yang ditujukan untuk WSE, komisioner KPU. Uang masih disimpan oleh ATF," ujar Lili.
Menurut KPK, Wahyu Setiawan pada Rabu (8/1/2020) meminta sebagian uangnya yang dikelola oleh Agustiani Trio Fridelina, eks anggota Bawaslu.
"Tim menemukan dan mengamankan barang bukti Rp400 juta yang berada di tangan ATF dalam bentuk dolar Singapura," jelas Lili.
KPK menyebut duit Rp400 juta merupakan uang yang disiapkan Harun Masiku untuk memuluskan proses penetapan PAW.
Sementara penerimaan lainnya terjadi pada pertengahan Desember 2019 yakni Rp200 juta. Wahyu Setiawan menerima duit itu lewat Agustiani di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.
Suap ini bermula saat KPU menggelar rapat pleno dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Almarhum Nazarudin Kiemas.
Terjadi lobi ke Agustiani untuk meloloskan Harun Masiku dalam PAW. Agustiani kemudian berkomunikasi dengan Wahyu Setiawan untuk membantu proses penetapan Harun Masiku.