News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Komisioner KPU Terjaring OTT KPK

Wahyu Setiawan Akui PDIP Ngotot Masukkan Harun Masiku ke Daftar Caleg Terpilih

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Komisioner KPU, Wahyu Setiawan mengenakan rompi tahanan warna oranye usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2020) dini hari. Wahyu Setiawan ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dengan penetapan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI terpilih 2019-2024 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dengan upaya membantu Harun Masiku sebagai PAW anggota DPR RI yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas, dengan uang operasional sebesar Rp 900 juta. Tribunnews/Jeprima

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengakui jika PDIP ngotot ingin memasukkan nama Harun Masiku dalam daftar caleg terpilih.

Hal itu diungkapkan Wahyu Setiawan dalam sidang etik DKPP yang disiarkan secara live di akun Facebook @medsosdkpp, Rabu (15/1/2020) sore.

"Usulan PDIP perjuangan itu sebenarnya bukan usulan baru. Sudah ada sejak rapat pleno penetapan caleg terpilih. Pada waktu itu PDIP mengusulkan dua usulan. Pertama pergantian calon terpilih di dapil Kalimantan Barat yang kedua di dapil Sumsel," kata Wahyu.

Baca: Wahyu Setiawan Jelaskan Soal Kata Siap Mainkan dalam Sidang Etik DKPP

Namun, kata Wahyu, hanya usulan di dapil Kalimantan Barat yang memenuhi syarat.

Sementara usulan memasukan nama Harun Masiku di Dapil Sumsel tidak dapat dilaksanakan.

"Dalam rapat pleno terbuka PDIP menyampaikan akan meminta fatwa kepada MA. Sikap KPU tentu saja mempersilakan bagi partai pemilu mengambil langkah-langkah," kata Wahyu.

Baca: DKPP Tentukan Nasib Wahyu Setiawan Besok

Pada surat kedua, PDIP kembali melayangkan surat dengan melampirkan fatwa hukum putusan Mahkamah Agung soal pergantian antarwaktu (PAW).

Lagi-lagi KPU menolak putusan MA dijadikan dalil.

"Karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Seiring surat yang ketiga yang kemudian menjadi masalah," ujar Wahyu.

Wahyu mengakui sebelum peristiwa operasi tangkap tangan (OTT), ia aktif menjalin komunkasi dengan dua orang kader PDIP Doni dan Saiful.

Baca: Dalam Sidang Etik DKPP, Wahyu Setiawan Akui Berkawan Dekat dengan Staf Sekjen PDIP

Ia menyampaikan bahwa usulan memasukan Harun Masiku tidak dapat dilaksanakan.

"Saya juga sudah berkomunikasi kepada PDIP perjuangan lalu orang-orang yang menghubungi saya. Baik di kantor maupun di luar sedari awal ini tidak mungkin dapat dilaksanakan," jelas Wahyu.

Namun, Wahyu enggan memberikan penjelasan lebih detail terkait intensitas pertemuan dengan orang-orang tersebut.

"Supaya tidak ada salah paham bukan berarti saya tidak terbuka tetapi memang dalam proses itu semua sudah saya ungkapkan kepada penyidik," kata Wahyu.

Penjelasan Wahyu Setiawan soal kata 'Siap Mainkan'

Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengaku ada salah tafsir mengenai kode 'Siap Mainkan' seperti yang diungkapkan KPK.

Hal itu diungkapkan dalam sidang etik DKPP yang disiarkan secara live di akun Facebook @medsosdkpp, Rabu (15/1/2020) sore.

"Pada saat PDIP yang memberi informasi kepada saya bahwa akan bersurat kepada KPU, saya menjawab 'siap mainkan'," kata Wahyu.

Baca: DKPP Tentukan Nasib Wahyu Setiawan Besok

Surat ketiga dari PDIP itu dikirimkan lagi-lagi meminta KPU memasukan nama Harun Masiku menggantikan Riezky Aprilia sebagai caleg terpilih.

Lantas, Wahyu menghubungi stafnya untuk menerima surat tersebut.

Adapun jawaban 'Siap Mainkan' bukan bermaksud untuk kode tertentu.

Istilah itu sudah biasa ia ucapkan untuk menindaklanjuti sesuatu.

Baca: Bawaslu Beberkan Alasan Sidang Kode Etik Komisioner KPU Wahyu Setiawan Dipercepat

"Maksud saya, surat yang dikirim ke KPU kemudian ditindaklanjuti pada waktu itu. Saya tidak ada di kantor, saya menghubungi staf saya, saya mengabari ada surat dari PDIP, tolong diterima," kata Wahyu.

Ia mengaku belum menerima secara fisik surat dari PDIP itu.

Surat baru ia terima dalam bentuk salinan yang dikirimkan lewat aplikasi pesan WhatsApp.

"Jadi sampai peristiwa itu saya hanya terima di WA, tetapi secara fisik saya tidak pernah memegang sekali lagi," kata Wahyu.

Pengakuan Wahyu Setiawan

Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengakui dalam posisi yang sulit menanggapi permintaan PDIP memasukkan nama Harun Masiku sebagai caleg terpilih.

Saeful, seorang staf Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristianto adalah kawan dekatnya.

"Saya dalam posisi yang sulit karena orang-orang ada Mbak Tio, Mas Saeful, Mas Doni itu kawan baik saya," kata Wahyu Setiawan dalam sidang etik DKPP yang digelar di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (15/1/2020).

Baca: Soal Taji KPK, Nurul Ghufron: KPK Eksis Sampai Saat Ini!

Dua nama Agustiani Tio Fridelina dan Saeful selaku penyuap sudah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Diketahui, para tersangka kerap mengajak bertemu di luar kantor untuk membahas PAW Harun Masiku.

"Saya sudah menjelaskan dan saya tidak, tidak, tidak. Pandangan Mas Hasyim (komisioner KPU) sama dengan pandangan saya itu tidak bisa," kata Wahyu.

Baca: Wahyu Setiawan Bakal Kooperatif Saat Jalani Sidang Pelanggaran Etik

Wahyu mengakui dalam berkomunikasi dengan para penyuapnya, dirinya sulit membedakan antara hubungan kawan dekat dan pekerjaan.

Namun, dalam sidang tadi Wahyu enggan menjelaskan detail materi yang masuk pokok perkara penyidikan di KPK.

"Tetapi memang dalam berkomunikasi mungkin karena saya teman lama Bu Tio orang yang saya hormati dan saya anggap kakak saya sendiri. Jadi saya sangat sulit situasinya," jelas Wahyu.

Baca: Kode Inisiatif: Kasus Wahyu Setiawan Jangan Dimanfaatkan Parpol Dorong Pemilu Tak Langsung

KPK menangkap tangan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan pada Rabu (8/1/2020).

Wahyu Setiawan diduga menerima suap untuk mengupayakan pergantian antarwaktu (PAW) calon legislatif (caleg) PDIP Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatra Selatan Harun Masiku.

KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus itu. 

Wahyu dan orang kepercayaannya sekaligus mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Agustiani Tio Fridelina, menjadi tersangka penerima suap.

Kader PDIP Harun Masiku dan pihak swasta, Saeful, menjadi tersangka penyuap.

Saeful diduga menjadi staf di Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP.

Seperti diketahui, Harun melakukan penyuapan agar Wahyu bersedia memproses pergantian anggota DPR RI melalui mekanisme PAW.

Baca: KPK Janji Tak Akan Berhenti Mengejar Harun Masiku

Upaya itu, dibantu mantan Anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina dan seorang kader PDIP, Saeful Bahri.

Wahyu diduga telah meminta uang sebesar Rp900 juta kepada Harun untuk dapat memuluskan tujuannya. Permintaan itu pun dipenuhi oleh Harun. 
Namun, pemberian uang itu dilakukan secara bertahap dengan dua kali transaksi yakni pada pertengahan dan akhir bulan Desember 2019.

Pemberian pertama, Wahyu menerima Rp200 juta dari Rp400 juta yang diberikan oleh sumber yang belum diketahui KPK. Uang tersebut diterimanya melalui Agustiani di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.

Kedua, Harun memberikan Rp850 juta pada Saeful melalui stafnya di DPP PDIP.

Saeful kemudian memberikan Rp150 juta kepada Doni selaku advokat. 

Adapun sisanya Rp700 juta diberikan kepada Agustiani, dengan Rp250 juta di antaranya untuk operasional dan Rp400 juta untuk Wahyu.

Namun upaya Wahyu menjadikan Harun sebagai anggota DPR pengganti Nazarudin tak berjalan mulus. 
Hal ini lantaran rapat pleno KPU pada 7 Januari 2020 menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW.

KPU bertahan menjadikan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin.

Meski demikian, Wahyu tak berkecil hati. Dia menghubungi Doni dan menyampaikan tetap berupaya menjadikan Harun sebagai PAW.

Untuk itu, pada 8 Januari 2020, Wahyu meminta uang yang diberikan Harun kepada Agustina.

Namun saat hendak menyerahkan uang tersebut kepada Wahyu, penyidik KPK menangkap Agustiani dengan barang bukti Rp400 juta dalam bentuk Dolar Singapura.

Atas perbuatannya, Wahyu kini resmi ditahan di rutan Pomdam Jaya Guntur dan Agustiani Tio Fridelina ditahan di rutan K4 yang berada tepat di belakang Gedung Merah Putih KPK.

Adapun tersangka Saeful selaku terduga pemberi suap ditahan di rutan gedung KPK lama Kavling C1, sedangkan kader PDIP Harun Masiku masih buron.

Sebagai pihak penerima, Wahyu dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Harun dan Saeful selaku pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini