News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Didebat Azaz Tigor soal Gugatan ke Anies Lantaran Politisasi Banjir, Haji Lulung: Sangat Naif

Penulis: Ifa Nabila
Editor: Garudea Prabawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Umum Bamus Betawi Abraham Lunggana atau akrab disapa Haji Lulung berdebat dengan anggota Tim Advokasi Korban Banjir DKI Jakarta Azas Tigor Nainggolan. Azas berpendapat bahwa gugatan sebagian korban banjir terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswean sudah dipolitisasi oleh pihak pendukung Anies.

TRIBUNNEWS.COM - Ketua Umum Bamus Betawi, Abraham Lunggana atau akrab disapa Haji Lulung berdebat dengan anggota Tim Advokasi Korban Banjir DKI Jakarta, Azas Tigor Nainggolan.

Azas berpendapat bahwa gugatan sebagian korban banjir terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswean, sudah dipolitisasi oleh pihak pendukung Anies.

Haji Lulung yang ikut dalam demo membela Anies Baswedan pun menyebut yang digugat harusnya pemerintah pusat juga, termasuk Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dilansir Tribunnews.com, hal tersebut diungkapkan keduanya dalam tayangan ROSI unggahan kanal YouTube KOMPASTV, Sabtu (18/1/2020).

Awalnya, pihak penggugat Anies Baswedan dianggap sudah memandang fenomena banjir menjadi hal yang sarat unsur politik.

Azas berpendapat bahwa anggapan itu justru semakin memperkuat pemikirannya bahwa Anies Baswedan dan para pendukungnya ingin menutupi kegagalan mereka.

Pasalnya, Haji Lulung dan anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta, Muslim Muin menyebut tidak adil jika hanya Anies Baswedan saja yang kena gugatan.

"Kalau pertanyaannya ini politis, justru Gubernur DKI Jakarta dengan para pendukungnya mempolitisir kegagalan kerja mereka," ujar Azas.

"Melimpahkan kesalahannya kepada pemerintah pusat."

Azas menegaskan bahwa yang dipermasalahkan pihaknya bukan mengenai penanggulangan banjir, namun pencegahan atau peringatan dini kepada warga.

"Karena gugatan ini, sekali lagi saya ingatkan, bukan mempersoalkan teknis penanggulangan banjir," jelas Azas.

Dengan pihak pendukung Anies Baswedan yang menyalahkan pemerintah pusat, Azas mencium adanya politisasi.

Padahal pihaknya menggugat terkait pencegahan, dan Jokowi pun pernah membahas bahwa penanggulangan banjir memang tanggung jawab bersama.

"Ini justru dipolitisir oleh pendukungnya gubernur, seolah-olah ini kesalahan tanggung jawab pusat," ujar Azas.

"Loh tapi Pak Jokowi sudah katakan, di dalam konteks banjir keseluruhan (tanggung jawab) bersama," terangnya.

"Tapi tanggung jawab mempersiapkan, itu adalah tanggung jawab Gubernur dan Pemprov DKI Jakarta."

Ketua Umum Bamus Betawi Abraham Lunggana atau akrab disapa Haji Lulung mengungkap alasan dirinya mengikuti demo membela Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Selasa (14/1/2020). (YouTube KOMPASTV)

Muslim sempat akan mendebat pernyataan Azas namun ia malah kembali fokus pada persoalan teknis penanggulangan, bukan pencegahan.

"Sebenarnya yang ingin dijelaskan gini, kenapa tidak ada peringatan dini kepada warga?" sahut pembawa acara Rosiana Silalahi berusaha menengahi.

Haji Lulung pun menjawab bahwa kinerja pemerintah harusnya dilihat secara keseluruhan mulai dari pemerintah pusat.

Namun Azas bersikukuh bahwa pihak BMKG sudah sempat memberitahu akan terjadi hujan lebat pada Desember 2019 lalu.

"Tunggu nih, saya bilang kan ini kerja terintegrasi, ada BMKG," kata Haji Lulung.

"Tanggal 23 Desember BMKG sudah mengingatkan," potong Azas.

Menurut Haji Lulung, tuduhan yang hanya tertuju pada Anies Baswedan ini adalah tindakan yang naif.

Haji Lulung mengungkap kemungkinan sebaliknya, yakni pihaknya yang menuntut Jokowi.

"Sebentar pak, ini kan persoalan hukum dan politik. Itu verbal lisan yang disampaikan oleh presiden, verbal lisan, bicara presiden adalah bicara hukum, itu enggak lepas dari hukum," jelas Haji Lulung.

"Oleh karenanya saya bilang sangat naif kalau ini diberikan tanggung jawab kepada gubernur."

"Artinya kalau gugatan ini cuma tunggal, saya pikir ini kita juga bisa menggugat presiden besok," ujarnya.

Mendengar pernyataan Haji Lulung, Azas hanya tertawa santai.

"Silakan. Hak warga negara untuk menggugat. Enggak ada yang bisa melarang warga negara untuk menggugat pemerintah," kata Azas.

Haji Lulung kemudian membahas tentang demo yang mengatasnamakan korban banjir pada Selasa (14/1/2020) lalu.

Baginya, demo tersebut sama sekali tidak mewakili para korban banjir lantaran jumlah massa hanya sedikit.

"Sekarang itu, satu pun manusia pendukung Anies tadi, kalau dibilang pendukung Anies, tidak punya idealis untuk menuntut Anies," kata Haji Lulung.

"Tapi kalau kemarin ada orang yang di sana itu orang-orang pragmatis saya pikir."

"Yang mendemo soal banjir?" tanya Rosi.

"Iya, cuma berapa orang saya lihat, tidak mewakili," jawab Haji Lulung.

Anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta Muslim Muin tidak sepakat Gubernur Jakarta Anies Baswedan digugat oleh korban banjir. Bahkan Muslim menyebut 13 sungai besar yang melintang di seluruh penjuru DKI Jakarta bukanlah tanggung jawab Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (YouTube KOMPASTV)

TGUPP: 13 Sungai Bukan Tanggung Jawab Pemprov

Sebelumnya, Muslim sempat menyebut 13 sungai besar yang melintang di seluruh penjuru Jakarta bukanlah tanggung jawab Pemprov Jakarta.

Ada pun 13 sungai yang dimaksud adalah Angke, Pesanggragan, Grogol, Krukut, Baru Barat, Ciliwung, Baru Timur, Cipinang, Sunter, Buaran, Jatikramat, Cakung, dan Mookervaart.

"Jadi gini, tadi disampaikan sungai-sungai tidak dirawat, nah sungai itu yang punya tanggung jawab bukan DKI," ujar Muslim.

"Sungai itu bukan tugas DKI, itulah jadi masalah sekarang itu," sambungnya.

Muslim menyebut 13 sungai itu adalah tanggung jawab pemerintah pusat.

"Sungai itu bukan tanggung jawab DKI?" tanya pembawa acara Rosiana Silalahi.

"Bukan, 13 sungai ini (tanggung jawab pemerintah pusat)," jawab Muslim.

Pengamat Tata Kota, Yayat Supriyatna yang hadir dalam acara tersebut pun bingung dan meminta penjelasan kepada Muslim.

Muslim menyebut pihak Pemprov Jakarta tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah banjir melalui perawatan sungai lantaran ada ancaman dipenjara.

"Gini pak, ada sungai nasional, dan ada sungai provinsi, ini mungkin perlu dijelaskan mana yang provinsi mana yang nasional," sanggah Yayat.

"Jadi banyak sungai-sungai itu yang tidak dikeruk, dan banyak kasus seperti itu. Pesanggrahan tidak dikeruk, akhirnya saluran dari DKI tidak bisa masuk Pesanggrahan," jawab Muslim.

"Dan sungai-sungai ini, saya minta ke orang DKI 'Pak, tolong dikeruk' 'Kita keruk nanti kita masuk penjara pak' katanya gitu," terangnya.

Rosi pun sampai kembali meminta penegasan dari pernyataan Muslim.

Muslim menegaskan bahwa Pemprov Jakarta tidak bisa berbuat apa-apa terkait 13 sungai itu.

"13 sungai itu jadi sungainya pusat?" tanya Rosi.

"Tanggung jawabnya pusat," tegas Muslim.

"Jadi Pemprov DKI tidak bisa ngapa-ngapain?" tanya Rosi lagi.

"Tidak bisa ngapa-ngapain," ujar Muslim.

Ketika membahas cara pencegahan banjir, Muslim kembali menyinggung pendapatnya bahwa banjir tersebut adalah siklus 1000 tahunan.

Bagi Muslim, tidak mungkin Pemprov Jakarta memprogramkan pencegahan banjir yang siklusnya ribuan tahun tersebut.

"Bagaimana kita mengurangi risiko ini, ya jangan sampai terjadi banjir kan," kata Muslim.

"Supaya tidak ada banjir, bagaimana, ya sistemnya harus dibangun sesuai dengan curah hujannya," imbuhnya.

"Curah hujan yang datang itu 1000 tahunan Mbak Rosi, mau didesain saluran 1000 tahunan. Habis itu kota dengan saluran."

Berikut video lengkapnya:

(Tribunnews.com/ Ifa Nabila)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini