Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengkaji penerapan Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi soal obstruction of justice atau perintangan penyidikan untuk pihak-pihak yang menyembunyikan Politikus PDIP Harun Masiku.
"Di Pasal 21 memang sangat memungkinkan siapapun di dalam proses penyidikan dan penuntutan yang menghalangi kerja-kerja dari penyidikan maupun penuntutan, tetapi perlu dikaji lebih lanjut dan jauh terkait dengan itu," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dimintai konfirmasi, Selasa (21/1/2020).
Keberadaan Harun, tersangka penyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan saat ini memang masih menjadi misteri.
Baca: Syarat yang Harus Dipenuhi Harun Masiku untuk Mendapatkan Perlindungan LPSK
Baca: Jadi Buronan KPK, Harun Masiku Naik Motor & Pakaian Tertutup Datangi Rumah Istrinya di Gowa
Dikutip dari Tribun Timur, Harun yang lepas dari jeratan giat operasi tangkap tangan (OTT) pada 8-9 Januari 2020, ternyata disinyalir berada di kediaman istrinya di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Senin (13/1/2020).
Keberadaan Harun bertentangan dengan pernyataan Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang menyebut Harun ada di Singapura sejak 6 Januari 2020.
Imigrasi sempat menyatakan Harun hingga kini belum kembali ke Indonesia.
Atas dasar tersebut, KPK mengultimatum Harun segera menyerahkan diri ke KPK.
Ia mengingatkan, sikap kooperatif Harun yang berada dalam kejaran KPK dapat menjadi alasan hakim untuk memperberat hukuman Harun saat disidang nanti.
"Ketika di persidangan tentu nanti akan menjadi pertimbangan hakim ketika bagaimana proses penyidikan yang bersangkutan kooperatif atau tidak," ujar Ali.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka.
Mereka adalah Komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina yang juga orang kepercayaan Wahyu, kader PDIP Harun Masiku, dan Saeful selaku swasta.
Penetapan tersangka menyusul OTT KPK di Jakarta, Depok, dan Banyumas dengan mengamankan delapan orang dan uang Rp 400 juta dalam valuta dolar Singapura pada Rabu dan Kamis 8-9 Januari 2020.
KPK menduga Wahyu Setiawan melalui Agustiani yang juga orang kepercayannya menerima suap guna memuluskan caleg PDIP Harun Masiku menjadi anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW) untuk mengganti posisi Nazarudin Kiemas yang wafat pada Maret 2019.
Namun, dalam rapat pleno KPU memutuskan bahwa pengganti almarhum Nazarudin adalah caleg lain atas nama Riezky Aprilia. Terdapat usaha agar Wahyu tetap mengusahakan nama Harun sebagai penggantinya.
Awalnya, Wahyu meminta Rp900 juta untuk dana operasional dalam membantu penetapan Harun sebagai anggota DPR PAW tersebut.
Dari serangkaian uang yang dialirkan, diduga Wahyu telah menerima Rp600 juta baik langsung maupun melalui Agustiani.
Adapun sumber uang Rp400 juta dari tangan Agustiani yang diduga ditujukan untuk Wahyu masih didalami KPK. Diduga dana itu dialirkan pengurus partai PDIP.