Fahri lantas menyebut, bahwa orang-orang seperti Fadjroel Rachman yang menjabat sebagai Juru Bicara Kepresidenan dan Yunarto Wijaya sebagai Direktur Charta Politika layak untuk menjadi teman berdebat Jokowi.
Tak hanya itu, Fahri juga menyinggung soal penunjukkan Staf Khusus Presiden dari kalangan milenial.
"Nah yang milenial-milenial itu dugaan saya itu agak gugup dia didepan presiden," terangnya.
"Simbolik dan akhirnya dia tidak bisa menasehati presiden," imbuhnya.
Fahri juga menyinggung soal Omnibus Law yang belakangan sempat ramai mnjadi perbincangan.
"Itu kan (mohon maaf) ya Presiden agak lama mengexercise bagaimana mengatur atau merekayasa, mensiasati tumpukan-tumpukan aturan tadi."
"Menurut saya itu jawabannya ada di presidensialisme," kata Fahri.
Menurut Fahri, presiden punya hak untuk membuat perpu dan bisa dilakukan hanya dalam semalam.
"Presiden itu punya hak untuk membuat perpu, malam ini dia bikin perpu, besok semua berubah," jelasnya.
Fahri juga menyoroti soal pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan.
"Soal ibu kota tadi juga begitu, apakah itu pilihan yang paling baik dari seluruh pilihan yang ada."
"Karena dunia ini kan semakin tidak memerlukan tempat, karena tempat itu hilang. Ada teknologi dan sebagainya."
"Jadi sekali lagi 100 hari ini, presiden itu kesepian," ungkapnya.
Tanggapan Rocky Gerung untuk 100 Hari Jokowi-Maruf