Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menilai pemerintah perlu memulangkan 600 Warga Negara Indonesia (WNI) eks ISIS dari Suriah ke Indonesia.
Menurut Mardani, 600 WNI eks ISIS tersebut merupakan Warga Indonesia yang membutuhkan kehadiran negara.
"Kombatan ISIS adalah WNI, seperti juga WNI yang baru dipulangkan dari Wuhan, tempat virus Corona merebak. Mereka juga mesti diurus negara. Karena memang negara mesti hadir," ujar Mardani Ali Sera kepada Tribunnews.com, Rabu (5/2/2020).
Baca: Rekan Kerja Ungkap Kenangan Terakhir Bersama Alm Allan Wangsa, Umroh Terakhir, Pura-pura Senyum
Hanya saja, pemerintah harus mempersiapkan secara matang rencana pemulangan 600 WNI eks ISIS dari Suriah ke Indonesia.
Menurut Mardani, pemerintah perlu membentuk gugus tugas lintas kementerian untuk menangani para eks ISIS itu.
Penanganan bukan hanya sekadar dari sisi agama tapi juga ekonomi dan sosial.
Baca: Ramalan Zodiak Cinta untuk yang Berpasangan Kamis, 6 Februari 2020: Scorpio Butuh Ketenangan
"Pemerintah juga perlu membentuk gugus tugas khusus dengan tugas mendampingi mereka menjadi warga negara yg baik dan berdaya. Plus, peningkatan kualitas koordinasi lintas sektor," jelas Mardani.
Terkait program deradikalisasi untuk para eks ISIS dan teroris, dia memberikan catatan penting.
Baca: Soal Pemulangan WNI Eks ISIS ke Indonesia, Jokowi Sebut Akan Hitung Dampak Positif & Negatifnya Dulu
Menurut dia, program deradikalisasi itu tidak hanya bersifat responsif-insidentil kepada para eks teroris.
Perlu juga menitikberatkan kepada pencegahan.
Ia memberikan contoh, di antaranya upaya-upaya intelijen yang proaktif, kebijakan kontra-radikalisasi selain deradikalisasi, peran serta dari masyarakat, dan pendekatan-pendekatan yang soft policy.
Seperti diketahui, Kepolisian RI menyampaikan, 47 dari 600 WNI eks ISIS yang rencananya akan dipulangkan ke Indonesia berstatus tahanan.
Baca: Politisi PDIP Diah Pitaloka: Eks ISIS Menolak Pancasila
"Kalau distatuskan hari ini mereka di sana 47 orang sebagai tahanan, kemudian selebihnya refugees," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Asep Adi Saputra di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (3/2/2020).
Ia menilai, nantinya proses verifikasi dan profiling menjadi penting untuk mengetahui latar belakang mereka.
Selain memverifikasi 600 WNI yang rencananya dipulangkan, Pemerintah Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah tempat mereka berada, seperti di Suriah, Irak, dan Iran.
"Informasinya kan 600 orang, tentunya salah satu langkahnya diverifikasi dan profiling dulu, benar tidak orang itu WNI. Kita harus jelas dulu track record-nya. Jadi masih ada proses itu untuk memastikan, sambil kita melihat sikap pemerintah dari sana," ujar dia.
Asep mengatakan, proses pemulangan WNI eks ISIS tersebut masih dalam kajian.
Baca: WNA China yang Dirawat di RSD Gunung Jati Cirebon Sudah Demam Sejak dari Hubei
Kajian itu dilakukan bersama Kementerian Luar Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Sosial, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Badan Intelijen Nasional (BIN).
Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius mengatakan, hingga saat ini masih belum ada kesepakatan final terkait rencana pemulangan ratusan WNI eks ISIS.
Menurut dia, rencana tersebut masih dalam tahap pembahasan dengan beberapa instansi terkait.
"Iya (belum diputuskan), masih dibahas di Kemenkopolhukam melibatkan kementerian dan instansi terkait," kata Suhardi seperti dikutip dari Kompas.com, Minggu (2/2/2020).
Senada dengan Suhardi, Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan bahwa saat ini pemerintah masih mengkaji kemungkinan pemulangan WNI eks ISIS ke Indonesia.
"Rencana pemulangan mereka itu belum diputuskan pemerintah dan masih dikaji secara cermat oleh berbagai instansi terkait di bawah koordinasi Menkopolhukam," kata Fahrul, dikutip dari situs resmi Kemenag (2/2/2020).
"Tentu ada banyak hal yang dipertimbangkan, baik dampak positif maupun negatifnya," ucap dia.
Menurut Fachrul, pemerintah masih mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, seperti BNPT.