Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menyatakan kasus tindak pidana pajak oleh korporasi yang PT Gemilang Sukses Garmindo (GSG) bisa saja tak hanya dikenakan denda saja.
Kejati DKI juga menyatakan, penangguh pajak di balik perusahaan tersebut juga bisa dijerat secara hukum.
Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Siswanto menyatakan, pejabat di balik korporasi tersebut bisa dipidana seandainya tidak bisa membayarkan denda yang ditetapkan dalam persidangan. Namun, ia menyebutkan, hal itu tergantung perkembangan dalam persidangan nantinya.
"Karena ini badan usaha tidak mungkin dipenjara. Maka pidananya adalah denda. Sama juga korupsi juga begitu. Bisa ke penangguh pajaknya. Namun itu semua butuh proses," kata Siswanto di Kejati DKI Jakarta, Senin (10/2/2020).
Diketahui, PT GSG diduga melakukan indikasi fraud atas pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Wajib Pajak (WP) dapat dideteksi dari sistem pengawasan terintegrasi yang ada di Ditjen Pajak.
PT GSG diduga melakukan usaha percobaan restitusi untuk memperoleh keuntungan ekonomi hingga Rp 9 milliar.
Baca: Rutan Cipinang Ditembaki Orang Misterius: 2 Bekas Tembakan, Polisi Tak Temukan Selongsong Peluru
Menurut Siswanto, kasus tersebut akan segera dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Barat. Nantinya, tanggal dimulainya persidangan akan ditentukan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Baca: Tes SKD Kemenkumham Berakhir Hari Ini, 10 Februari 2020, Cek Kelulusannya dan Jadwal tes SKB
"Untuk prosesnya setelah kami limpahkan ke Kejari Jakarta Barat. Nanti dimulainya nunggu penetapan majelis hakim," tuturnya.
Ia menambahkan kasus tersebut bisa menjadi pelajaran kepada para korporasi untuk taat terhadap kewajiban pajak untuk negara.
Apalagi, kata dia, ini merupakan kasus pertama tindak pidana perpajakan yang dijerat kepada korporasi.
"Ke depan, semoga ada lagi korporasi-korporasi yang ditindak serupa," tukas dia.
Sebelumnya, Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Pajak Jakarta Barat mengungkap dugaan tindak pidana perpajakan korporasi yang berpotensi merugikan negara hingga Rp 9 milliar. Pengungkapan kasus ini adalah keberhasilan yang pertama di Ditjen Pajak.
PT Gemilang Sukses Garmindo (GSG) diduga melakukan indikasi fraud atas pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Wajib Pajak (WP) dapat dideteksi dari sistem pengawasan terintegrasi yang ada di Ditjen Pajak. PT GSG diduga melakukan usaha percobaan restitusi untuk memperoleh keuntungan ekonomi.
"Pemberitahuan hasil penyidikan dinyatakan sudah lengkap (P-21) telah dinyatakan oleh Jaksa Penuntut Umum Kejati DKI Jakarta," kata Kepala Kanwil DJP Jakarta Barat, Erna Sulistyowati di Kejati DKI Jakarta, Senin (10/2/2020).
Sebelum menetapkan tersangka, tim penyidik Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Barat juga telah memeriksa bukti permulaan terhadap PT GSG. Dari pemeriksaan internal itu disimpulkan PT GSG melanggar tindak pidana korporasi.
"Dengan sengaja menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menggunakan faktur pajak TBTS (Tidak Berdasarkan Transaksi Sebenarnya, Red) dan selanjutnya diajukan permohonan restitusi PPN.
Hal itu dilakukan untuk memperoleh keuntungan dari restitusi SPT masa PPN," ungkap dia.
Dia mengungkapkan, pihaknya akan terus bekerja sama dengan aparat kepolisian dan Kejati DKI Jakarta untuk melakukan penegakan hukum terhadap Wajib Pajak (WP) yang mencoba tak menjalankan kewajibannya.
"Ditjen Pajak senantiasa melakukan pelayanan yang sebaik-baiknya. Namun jika WP melakukan pelanggaran hukum di bidang pajak, maka kami akan menindak tegas," pungkas dia.
Sementara itu, Kasipenkum Kejati DKI Jakarta, Nirwan Nawawi menuturkan, kasus tersebut merupakan kali pertama tindak pidana perpajakan terhadap korporasi. Dalam kasus ini, korporasi ditetapkan sebagai tersangka.
"Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Barat menjadi pionir dalam perkara ini menerapkan korporasi sebagai tersangka dan apabila dalam penuntutan itu jadi terdakwa pertama," pungkas dia.
Atas perbuatannya tersebut, PT GSG dijerat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dengan ancaman hukuman denda terhadap korporasi.