Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, pemerintah mengambil keputusan menolak pemulangan 689 WNI eks ISIS.
Diketahui 689 WNI eks ISIS tersebut tersebar di beberapa daerah di antaranya Suriah, Turki, dan dibeberapa negara terlibat Petempur Teroris Asing (Foreign Terrorist Fighter/FTF)
Keputusan tersebut disampaikan Mahfud MD usai menggelar rapat yang di pimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kompleks Istana Kepresidenan, Bogor, Selasa (11/2/2020).
Baca: Sindir WNI Eks ISIS Ingin Tempuh Jalan Surga, Ali Ngabalin: Dia yang Pergi, Pemerintah yang Pusing
"Pemerintah tidak ada rencana memulangkan terorisme, bahkan tidak akan memulangkan FTF ke Indonesia," kata Mahfud MD.
Ia menjelaskan, keputusan itu diambil karena pemerintah dan negara wajib memberikan rasa aman dari ancaman terorisme dan virus-virus baru termasuk teroris terhadap 267 juta rakyat Indonesia.
"Kalau FTF ini pulang itu bisa menjadi virus baru yang membuat rakyat 267 juta itu merasa tidak aman," katanya.
Baca: Mantan Teroris Cerita Pengkhianatan WNI Eks ISIS yang Sudah Tobat: Dia Mau Tanda Tangan Kerjasama
Mahfud MD menyebut, pemerintah akan memastikan data valid jumlah dan identitas orang-orang yang terlibat terorisme, termasuk bergabung dengan ISIS.
"Bersama dengan itu akan di data yang valid tentang jumlah dan identitas orang-orang itu," jelasnya.
Akan repotkan aparat keamanan
Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane mengatakan aparat keamanan terutama Polri akan dibuat repot apabila pemerintah memutuskan memulangkan Warga Negara Indonesia yang pernah bergabung di Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Namun, kata dia, pemerintah wajib mengembalikan mereka ke tanah air daripada dibiarkan terlantar di negara lain.
"Memang, kembalinya eks Kombatan ISIS itu akan membawa persoalan baru bagi bangsa Indonesia, terutama dalam hal ancaman keamanan dimana Indonesia pernah bertubi-tubi mendapat serangan teror," kata Neta, dalam keterangannya, Selasa (11/2/2020).
Baca: Penerbangan Ditutup, 50 WNA China Ajukan Perpanjangan Izin Tinggal di Tangerang
Dia menilai keberadaan eks ISIS itu menjadi ancaman tersendiri bagi keamanan apalagi dalam waktu dekat Bangsa Indonesia akan melangsungkan Pilkada Serentak di sejumlah daerah.
Untuk itu, Polri dan BNPT harus menaruh perhatian khusus. Di awal, kata dia, perlu mendata secara komperhensif seberapa banyak WNI yang bergabung dengan ISIS.
Selama ini, dia melihat, data masih simpang siur. Ada yang mengatakan 500 hingga 600 orang di Suriah dan ada yang mengatakan 500 orang lainnya masih tersebar di luar Suriah.
Baca: Refly Harun Tertawakan Pernyataan Ngabalin yang Ngotot Tolak WNI Eks ISIS: Tidak Usah Ada Presiden
"Adapun pelanggaran hukum yang dilakukan tetap harus diproses aparat penegak hukum di Indonesia. Polri tentu punya data-data lengkap tentang semua itu," kata dia.
Selain melakukan pendataan, menurut dia, Polri perlu menyiapkan strategi untuk melokalisir gerakan mereka agar aksi-aksi teror tidak terjadi sepulangnya mereka ke tanah air.
Dia menambahkan, Presiden Jokowi dan BNPT bersama Polri perlu membuat program baru deradikalisasi.
"Bangsa Indonesia sebenarnya punya kemampuan untuk melakukan program deradikalisasi tersebut," tambahnya.