Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengultimatum Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan alias Zulhas untuk hadir sebagai saksi pada Jumat (14/2/2020) pekan ini.
Zulhas yang sedianya bersaksi dalam kasus Riau tahun 2014 tercatat sudah mangkir 2 kali. Menurut catatan Tribunnews.com, bekas Menteri Kehutanan itu tak hadir Kamis, 16 Januari 2020 dan Kamis, 6 Februari 2020.
"Ketika panggilan yang terakhir Zulhas telah konfirmasi. Panggilan sudah diterima, kemudian dikonfirmasi, karena ada kegiatan lain maka akan dijadwalkan ulang pada 14 Februari. Tentu itu bagian dari komitmen dari Zulhas untuk hadir, kami meyakini yang bersangkutan hadir," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Selasa (11/2/2020).
Ali ogah berandai Zulhas kembali tidak memenuhi panggilan penyidik nantinya. Namun, dia mengingatkan terdapat aturan dalam KUHAP yang membuka ruang bagi KPK menjemput paksa terhadap saksi yang tiga kali mangkir dari panggilan pemeriksaan penyidik tanpa alasan yang patut.
Baca: Tulis Permintaan Maaf di Website, Sekjen Kemenag Mengaku Khilaf Soal Jabatan Bimas Katolik
"Jadi begini ya, panggilan pertama kan mengatakan tidak sampai. kemudian panggilan kedua sampai, tetapi ada konfirmasi. Jadi itu sudah anggap memenuhi panggilan," ujarnya.
Baca: WNI Eks ISIS, Ngabalin: Ini ISIS Kalah, Bagaimana Kalau ISIS Menang? Apakah Timbul Peristiwa Ini?
"Panggilannya kapan? Tanggal 14 Februari. Kami yakini beliau akan datang. Jika tidak datang, tentunya nanti akan ada panggilan kedua nanti. Setelah itu, baru nanti kita lakukan upaya-upaya lain sesuai KUHAP," Ali menegaskan.
Diduga dalam pemeriksaan nanti, penyidik akan menggali keterangan Zulhas soal Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut) nomor 673/2014 yang ditandatangani Zulhas pada 8 Agustus 2014.
SK ini diduga menjadi pintu masuk terjadinya praktik suap alih fungsi hutan di Riau namun, Ali enggan menjawab secara rinci materi yang akan didalami penyidik saat memeriksa Zulhas nantinya.
Ali hanya menyatakan keterangan Zulhas penting bagi KPK dalam menuntaskan penyidikan kasus ini. Apalagi, Zulhas dalam kapasitasnya sebagai Menhut ketika itu dinilai penyidik mengetahui secara langsung terkait alih fungsi hutan di Riau pada 2014 lalu.
"Tentunya mengenai materi itu kita tunggu kehadiran dari Pak Zulhas. Itulah yang kemudian kami memandang keterangan dari Pak Zulhas menjadi penting. Sebagai orang yang mengetahui langsung terkait alih fungsi hutan ini tahun 2014, keterangannya sekali lagi menjadi penting sehingga Pak Zulhas diharapkan untuk hadir sesuai dengan komitmennya, sesuai dengan apa yang disampaikannya tanggal 14 Februari," kata Ali.
"Mengenai materinya nanti kami sampaikan update setelah beliau hadir dan dilakukan pemeriksaan terkait apa nanti kami sampaikan," imbuhnya.
Diketahui, KPK menetapkan anak usaha PT Duta Palma Group, PT Palma Satu sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Riau tahun 2014. Selain korporasi, KPK juga menetapkan pemilik PT Darmex Group/ PT Duta Palma, Surya Darmadi dan Legal Manager PT Duta Palma Group Suheri Terta.
Penetapan tersangka terhadap ketiga pihak tersebut merupakan pengembangan dari kasus dugaan suap alih fungsi hutan Riau yang sebelumnya menjerat Annas Maamun selaku Gubernur Riau dan Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Gulat Medali Emas Manurung serta Wakil Bendahara DPD Partai Demokrat Riau Edison Marudut Marsadauli Siahaan.
Surya Darmadi bersama-sama Suheri diduga menyuap Annas Maamun sebesar Rp3 miliar melalui Gulat Manurung. Suap itu diberikan terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau kepada Kementerian Kehutanan.
Kasus suap ini bermula dari Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut) nomor 673/2014 yang ditandatangani Menhut saat itu, Zulkifli Hasan pada 8 Agustus 2014.
SK Zulhas tersebut tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 1.638.249 hektare; perubahan fungsi kawasan hutan seluas 717.543 ha; dan Penunjukan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan seluas 11.552 hektare di Provinsi Riau.
SK Menhut tersebut diserahkan Zulkifli kepada Annas Maamun saat peringatan HUT Riau pada 9 Agustus 2014.
Atas pidato Zulhas, Annas Maamun memerintahkan SKPD terkait untuk menelaah kawasan hutan dalam peta yang menjadi lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan tersebut.
Suheri yang mengurus perizinan terkait lahan perkebunan milik Duta Palma Group langsung mengirimkan surat kepada Annas Maamun selaku Gubernur Riau untuk memintanya mengakomodir lokasi perkebunan PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari, PT Banyu Bening, PT Seberida Subur yang berlokasi di Kabupaten Indragiri Hulu dalam RTRW Provinsi Riau.
Annas Maamun segera menindaklanjuti permintaan tersebut dan memerintahkan bawahannya untuk membantu dan mengadakan rapat.
Annas Maamun kemudian membuat disposisi yang isinya memerintahkan Wakil Gubernur Riau saat itu untuk segera mengadakan rapat bersama SKPD terkait.
Sebulan kemudian atau September 2014, Surya Darmadi, Suheri, Gulat Manurung dan SKPD Pemprov Riau menggelar pertemuan untuk membahas permohonan perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan atas kawasan perkebunan milik Duta Palma Group atau dengan kata lain agar wulayah perkebunan itu dikeluarkan dari peta kawasan hutan di Riau.
Untuk memuluskan hal ini, Surya Darmadi diduga menawarkan fee kepada Annas Maamun melalui Gulat Manurung jika areal perkebunan perusahaannya masuk dalam revisi SK Menteri Kehutanan tentang perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan.
Berikutnya, dalam sebuah rapat di kantor Gubernur, Annas Maamun memerintahkan bawahannya yang bertugas di Dinas Kehutanan untuk memasukan lahan atau kawasan perkebunan yang diajukan oleh tersangka Suheri Terta dan Surya Darmadi dalam peta Iampiran surat Gubernur yang telah ditandatangani sehari sebelumnya.
Setelah perubahan peta tersebut ditandatangani Annas Maamun, Suheri diduga menyerahkan uang sebesar Rp3 miliar kepada Gulat Manurung untuk diberikan kepada Annas.
Uang tersebut diberikan agar Annas Maamun memasukan lokasi perkebunan Duta Paa Group yang dimohonkan tersangka Suheri dan Surya Darmadi ke dalam Peta Lampiran Surat Gubernur Riau tanggal 17 September 2014 tentang Revisi Usulan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan Riau di Provinsi Riau.
Dengan surat Gubernur Riau tersebut diduga selanjutnya perusahaan-perusahaan itu dapat mengajukan Hak Guna Usaha untuk mendapatkan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) sebagai syarat sebuah perusahaan melakukan ekspor kelapa sawit ke luar negeri.