"Lebih gila lagi tuh (di AS), (boneka replika Donald Trump) digeret, jalan terus ditempeleng-tempeleng mukanya. Ditendang bokongnya. Ya biasa aja tuh," kata Rocky.
Ia membantah penghinaan yang terjadi di Indonesia dikaitkan dengan budaya Timur yang semestinya melekat dengan warganya.
Menurut Rocky sikap penghinaan dalam asas demokrasi tidak bisa membawa dalih dengan memperbandingkan budaya Timur dan budaya Barat yang terjadi seperti di Amerika Serikat.
"Begitu kita bilang demokrasi, seluruh relasi kita berubah berdasarkan konser demokrasi. Ya oke kita kasih kritik,"
"Sebab kalau engga, demokrasi lama-lama nggak boleh kritik presiden karna kita orang Timur,"
Menurutnya presiden itu dipilih oleh rakyat bukan keturunan.
Rocky pun menyinggung mengenai istilah Despotisme Timur.
Ia menjelaskan kultur dalam pergaulan di Indonesia memang budaya Timur, namun tidak bisa untuk masalah demokrasi dalam hubungan publik.
"Aturannya ada, kultunya ada. Jadi di dalam demokrasi berlaku prinsip bahwa pimpinan publik pasti harus tahan dicerca oleh publik," katanya.
"Itu konsekuensinya. Terimalah itu. Nggak usah dianggap itu sebagai hinaan," imbuhnya.
Ia mengimbau agar publik figur dan tokoh masyarakat harus mempunyai telinga yang tebal, batin cukup lebar untuk menerima kritik.
Selain itu, juga perlu pikiran yang luas untuk membedakan mana sindirian, kritik, dan hinaan.
"Dan otak cukup bening untuk membedakan mana sebetulnya sindiran, mana yang disebut hinaan, mana yang sekadar satire," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Nidaul 'Urwatul Wutsqa)