Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan pemerintah tidak memulangkan 689 eks Warga Negara Indonesia (WNI) yang pernah bergabung dengan ISIS sudah sesuai dengan konstitusi.
Hal itu disampaikan Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Golkar Nurul Arifin kepada Tribunnews.com, Selasa (11/2/2020).
"Jika mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, langkah pemerintah sudah sesuai dengan konstitusi," ujar Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini.
Baca: Meski Tak Terima Pemulangan Eks ISIS, Mantan Teroris Ungkap Para Simpatisan Hanya Korban Hoaks
Baca: Kongres V PAN Sempat Ricuh, Seorang Peserta Kongres Alami Serangan Jantung, 30 Orang Luka-Luka
UU Kewarganegaraan, kata dia, memang menggunakan ‘asas perlindungan maksimum,’ yang menyatakan, “pemerintah wajib memberikan perlindungan penuh kepada setiap WNI dalam keadaan apa pun baik di dalam maupun di luar negeri.”
Namun lebih lanjut ia menjelaskan, UU Kewarganegaraan juga menggunakan ‘asas kepentingan nasional.’
Asas itu berbunyi, “peraturan kewarganegaraan mengutamakan kepentingan nasional Indonesia, yang bertekad mempertahankan kedaulatannya sebagai negara kesatuan yang memiliki cita-cita dan tujuannya sendiri.”
Nurul tegaskan, pemerintah berhak untuk menentukan kebijakan yang strategis untuk menjaga kepentingan masyarakat yang lebih luas.
Karena itu imbuh dia, pemerintah berhak untuk tidak memulangkan 689 eks WNI tersebut, jika mereka dianggap masih berbahaya untuk kembali ke masyarakat Indonesia.
"Ini merupakan satu bentuk langkah preventif yang coba pemerintah laksanakan untuk membendung penyebaran paham radikalisme. Suatu usaha yang sudah pemerintah lakukan sejak awal periode kedua Presiden Joko Widodo," jelas Nurul.
PKB: Kenapa Sekarang 689 Eks WNI Yang Gabung ISIS Merengek-rengek Minta Pulang?
Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut) mengapresiasi keputusan pemerintah tidak memulangkan 689 eks Warga Negara Indonesia (WNI) yang pernah bergabung dengan ISIS.
"Bagus. Soal konstitusi, saya kira tidak ada yang dilanggar," ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor ini kepada Tribunnews.com, Selasa (11/2/2020).
Karena mereka yang bergabung ke ISIS imbuh dia, pergi dengan sukarela.
Bahkan, dia menjelaskan, setelah sampai di Suriah, mereka melawan, menentang dan menebar ancaman kepada negeri asal mereka sendiri, Indonesia.
"Terus kenapa sekarang merengek-rengek minta pulang?" tegas Gus Yaqut.
Lebih lanjut ia menilai, pemerintah berkewajiban melindungi jutaan warga negara daripada memulangkan 689 eks WNI yang sudah berbaiat ke ISIS.
"Karena bukan tidak mungkin justru mereka itu akan menjadi ancaman ketika pulang kembali ke Indonesia," tegasnya.
Apalagi dia tidak yakin program deradikalisasi yang dilakukan akan mampu menobatkan 689 eks WNI tersebut.
Dia mencatat, pernah ada sepasang suami isteri, deportan ISIS tahun 2017 lalu dari Turki di tampung Kementerian Sosial (Kemensos) untuk dideradikalisasi.
Sepasang suami isteri itu bernama Ruli dan Ulfah Handayani.
Namun lanjut dia, mereka kabur dan melakukan bom bunuh diri di Gereja Katedral Katolik Jolo Filipina, beberapa waktu lalu.
"Ini mejunjukkan program deradikalisasi tidak bisa menjadi jaminan, setelah mereka kembali ke Indonesia akan menjadi warga negara yang baik. Sekali lagi, keputusan pemerintah menolak kepulangan mereka sudah tepat," tegasnya.
Virus Terorisme
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Fraksi Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menilai tepat pemerintah tidak memulangkan 689 eks Warga Negara Indonesia (WNI) yang pernah bergabung dengan ISIS.
"Keputusan pemerintah sudah sangat tepat untuk tidak memulangkan eks WNI yang terlibat ISIS," ujar Ketua DPP Golkar ini kepada Tribunnews.com, Selasa (11/2/2020).
Ace menilai, keputusan pemerintah itu sebetulnya justru untuk menjaga agar negara Indonesia tidak terkontaminasi dengan "virus" terorisme yang telah menjangkit mereka.
"Kebijakan ini tentu sejalan dengan apa yang selama ini kami sampaikan. Kita jangan mengambil resiko yang besar jika belum mampu untuk menangkal sistem pembinaan kombatan anggota teroris seperti ISIS," jelas Ace.
Selain itu, dia tegaskan, ISIS secara ideologi tak bisa mati dan merupakan kejahatan lintas batas negara.
"Tidak ada jaminan mereka tidak akan menebarkan ideologi yang sudah diyakininya tersebut. Ideologi itu yang bertentangan dengan Pancasila dan NKRI," tegasnya.
Karena itu, kebijakan tidak memulangkan eks WNI yang terlibat ISIS merupakan langkah yang tepat.
Tak Akan Pulangkan Eks WNI yang Terlibat ISIS
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, pemerintah mengambil keputusan tidak memulangkan 689 eks WNI yang sempat bergabung dengan ISIS.
Keputusan itu disampaikan Mahfud usai menggelar rapat yang di pimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kompleks Istana Kepresidenan, Bogor, Selasa (11/2/2020).
"Pemerintah tidak ada rencana memulangkan terorisme, bahkan tidak akan memulangkan FTF (Foreign Terrorist Fighter/Pejuang Teroris Asing) ke Indonesia," kata Mahfud MD.
Ia menjelaskan, keputusan itu diambil karena pemerintah dan negara wajib memberikan rasa aman dari ancaman terorisme dan virus-virus baru termasuk teroris terhadap 267 juta rakyat Indonesia.
"kalau FTF ini pulang itu bisa menjadi virus baru yang membuat rakyat 267 juta itu merasa tidak aman," tambahnya.
Mahfud juga menyebut, pemerintah akan memastikan data valid jumlah dan identitas orang-orang yang terlibat terorisme, termasuk bergabung dengan ISIS.
"Bersama dengan itu akan di data yang valid tentang jumlah dan identitas orang-orang itu," jelasnya.(*)