Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti terorisme Ridlwan Habib menilai tepat keputusan Pemerintah menolak 689 mantan ISIS pulang.
Keputusan itu diambil dalam rapat terbatas di Istana Bogor Selasa 11 Februari 2020. Pemerintah beralasan mempertimbangkan rasa aman 250 juta WNI di Indonesia.
“Keputusan itu sudah tepat. Sebab Indonesia belum siap jika harus memulangkan eks isis, sangat berbahaya,” ujar Ridlwan Habib kepada Tribunnews.com, Rabu (12/2/2020).
Meskipun demikian, pemerintah harus waspada terhadap kemungkinan balas dendam oleh simpatisan ISIS di dalam negeri.
“Polri dan komunitas intelijen harus waspada jika keputusan itu menimbulkan keinginan balas dendam. Misalnya dengan melakukan penyerangan pada kantor pemerintah karena jengkel teman mereka tidak dipulangkan,” ucap Ridlwan.
Dia mengatakan, jejaring ISIS masih ada di Indonesia. “Sel sel tidurnya masih banyak.”
Ridlwan mengingatkan kemungkinan dampak politik yang akan timbul. “Pemerintah pasti akan dikritik terutama oleh kelompok oposisi yang sudah bersikap setuju pemulangan,” ujarnya.
Dia mencontohkan sejumlah politikus sudah setuju pemulangan 689 eks ISIS. Resiko berikutnya, kata dia, kemungkinan gugatan hukum yang muncul dari keluarga eks ISIS di Indonesia.
“Bisa saja akan memicu class action terhadap pemerintah dengan alasan negara mengabaikan hak asasi warganya di luar negeri. Gugatan itu bisa saja muncul dari pihak keluarganya di Indonesia,” ujar alumni S2 Kajian Intelijen UI tersebut.
Ridlwan juga mengingatkan, resiko jika kamp pengungsian di Suriah dibubarkan oleh pihak otoritas Kurdi.
“Waspadai pintu-pintu masuk imigrasi kita. Terutama , jalan jalan tikus, karena kalau bisa merembes masuk tanpa diketahui, akan sangat berbahaya,” ujarnya.
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, pemerintah mengambil keputusan tidak memulangkan 689 eks WNI yang sempat bergabung dengan ISIS.
Baca: Menag Tunjuk Aloma Sarumaha Jadi Plt Dirjen Bimas Katolik
Keputusan itu disampaikan Mahfud usai menggelar rapat yang di pimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kompleks Istana Kepresidenan, Bogor, Selasa (11/2/2020).
"Pemerintah tidak ada rencana memulangkan terorisme, bahkan tidak akan memulangkan FTF (Foreign Terrorist Fighter/Pejuang Teroris Asing) ke Indonesia," kata Mahfud MD.
Ia menjelaskan, keputusan itu diambil karena pemerintah dan negara wajib memberikan rasa aman dari ancaman terorisme dan virus-virus baru termasuk teroris terhadap 267 juta rakyat Indonesia.
"kalau FTF ini pulang itu bisa menjadi virus baru yang membuat rakyat 267 juta itu merasa tidak aman," tambahnya.
Mahfud juga menyebut, pemerintah akan memastikan data valid jumlah dan identitas orang-orang yang terlibat terorisme, termasuk bergabung dengan ISIS.
"Bersama dengan itu akan di data yang valid tentang jumlah dan identitas orang-orang itu," kata dia.