TRIBUNNEWS.COM - Anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Fadli Zon menyebut, 689 eks ISIS yang tak dipulangkan, adalah warga negara Indonesia (WNI).
Menurutnya, perlu dibuktikan jika mereka disebut eks WNI seperti yang disampaikan oleh Presiden Jokowi sebelumnya.
"Menurut saya masalah ini harus didekati dengan kepala dingin, karena bagaimanapun 689 yang ada di sana itu menurut saya adalah warga negara Indonesia," kata Fadli Zon, dikutip dari YouTube Najwa Shihab, Rabu (12/2/2020).
Pernyataan Fadli Zon itu kemudian ditanggapi oleh Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana.
"Buktikan kalau itu warga negara Indonesia Pak Fadli Zon," sahut Hikmahanto.
Baca: Fadli Zon Sebut Tak Ada Pencegahan WNI Gabung ISIS, Guru Besar UI: Bagaimana Negara Harus Mencegah?
Kemudian, Hikmahanto mencontohkan mantan Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar, yang sempat menjadi eks WNI.
"Kalau di Undang-undang jelas dengan sendirinya buktinya ada Pak Arcandra Tahar," ujarnya.
Fadli Zon membalas, pemerintah juga harus membuktikan bahwa eks ISIS tersebut bukan WNI.
"Dan harus dibuktikan juga bahwa mereka bukan warga negara Indonesia," ungkapnya.
Menurutnya, pemerintah tidak bisa menyamaratakan 689 orang itu adalah anggota ISIS.
"Bukan, bagaimana mau membuktikan 689 itu sebagai generalisasi semua ini yang harus diverifikasi. Harus diverifikasi satu-satu," jelasnya.
Jokowi Sebut Eks WNI
Presiden Jokowi menyebut 689 WNI eks ISIS sebagai "eks WNI" atau tidak lagi berkewarganegaraan Indonesia.
Namun, saat diklarifikasi mengenai status kewarganegaraan WNI eks ISIS tersebut, Jokowi enggan berkomentar.
Ia mengatakan, pemerintah tidak memiliki rencana untuk memulangkan eks ISIS yang kini tersebar di negara Timur Tengah.
"Pemerintah tidak memiliki rencana untuk memulangkan orang-orang yang ada di sana, ISIS eks WNI," ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (12/2/2020), dikutip dari Kompas.com.
Ia menegaskan, pemerintah mengutamakan keamanan 260 juta penduduK Indonesia yang berada di Tanah Air.
"Saya kira kemarin sudah disampaikan bahwa pemerintah punya tanggung jawab keamanan terhadap 260 juta penduduk Indonesia, itu yang kita utamakan," tegas Jokowi.
Baca: Prioritaskan Keamanan 260 Juta Penduduk Indonesia, Jokowi Tak Ambil Pusing Nasib 689 WNI eks ISIS
Sebelum dilakukan proses cegah dan tangkal, Jokowi meminta jajarannya memverifikasi identitas WNI eks ISIS tersebut.
"Saya perintahkan agar itu diidentifikasi satu per satu 689 orang yang ada di sana. Nama dan siapa berasal dari mana sehingga data itu komplet," ujar Jokowi, dikutip dari Kompas.com, Rabu.
"Sehingga cegah tangkal bisa dilakukan di sini kalau data itu dimasukkan ke imigrasi. Tegas ini saya sampaikan," jelasnya.
Jokowi mengaku tak ambil pusing soal nasib 689 WNI eks ISIS yang tak jadi dipulangkan ke Indonesia tersebut.
Sebab, WNI yang memutuskan menjadi anggota ISIS sebelumnya, sudah tahu resiko yang akan diterima.
"Itu nanti karena sudah menjadi keputusan mereka tentu saja segala sesuatu mestinya sudah dihitung dan dikalkulasi oleh yang bersangkutan," imbuhnya.
Perlu Dikaji Ulang
Sebelumnya, Wakil Direktur Imparsial, Ghufron Mabruri menyarankan pemerintah untuk mengkaji ulang keputusan tidak memulangkan WNI eks ISIS.
Menurutnya, pemerintah akan disebut tidak bertanggung jawab dalam mewujudkan perdamaian.
"Pemerintah perlu meninjau ulang rencana kebijakan tersebut (tidak memulangkan)."
"Sebab, dengan tidak memulangkan mereka, sama saja artinya pemerintah lepas tanggung jawab dari kewajiban konstitusionalnya untuk ikut serta dalam mewujudkan perdamaian dan keamanan global," kata Ghufron, dikutip dari Kompas.com, Selasa (11/2/2020).
Ia meminta pemerintah harus menyusun kebijakan dengan cermat untuk memastikan pemulangan WNI eks ISIS tidak menimbulkan ancaman bagi warga Indonesia.
Baca: Tegas Tolak Pemulangan WNI eks ISIS, Jokowi Sebut Mereka ISIS eks WNI
Menurut Ghufron, pemerintah dinilai memiliki modal yang cukup secara legal dan institusional dalam menangani terorisme secara komprehensif, baik dari sisi pencegahan, penindakan dan deradikalisasi.
"Kita punya perundang-undangan yang cukup memadai untuk memulangkan mereka."
"Secara kelembagaan kita punya instansi yang punya sumber daya, misalnya Kemenag, Kemensos, BNPT, Kepolisian dan lainnya," katanya.
Ia mengungkapkan, pemerintah bisa menggunakan solusi lain untuk menangani persoalan WNI eks ISIS.
"Di sisi lain pemerintah bisa mengembangkan peran stakeholder masyarakat."
"Saya kira ini yang ditunggu masyarakat bagaimana langkah konkret kebijakan pemerintah dalam menangani persoalan ini," imbuh Ghufron.
Tribunnews.com/Nuryanti) (Kompas.com/Rakhmat Nur Hakim/Dylan Aprialdo Rachman)