TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan Presiden Joko Widodo baru-baru ini tentang prioritas agenda pemerintahannya dinilai tidak menunjukkan perhatiannya terhadap penuntasan pelanggaran HAM masa lalu.
Menurut Ketua SETARA Institute Hendardi diletakkannya HAM sebagai bukan agenda prioritas oleh presiden juga menggambarkan bahwa pemerintah tidak memiliki pengetahuan holistik soal HAM. HAM adalah paradigma bernegara, bukan semata kasus atau pelanggaran HAM.
"Jokowi semestinya meletakkan HAM sebagai paradigma dalam pembangunan infrastruktur, kebijakan investasi, penguatan SDM dan agenda pembangunan lainnya. Dengan pemahaman yang demikian, agenda HAM bisa diintegrasikan dalam seluruh kinerja pemerintahan," katanya.
Perlu diingat, kata Hendardi, tugas konstitusional memajukan kesejahteraan umum dan melindungi segenap bangsa Indonesia, yang di dalamnya juga memuat jaminan atas keadilan, penanganan pelanggaran HAM dan jaminan kesetaraan dalam beragama bukanlah tugas yang harus dipilih seorang presiden.
Baca: Peringatan Dini Cuaca Periode 16-18 Februari 2020: Jabodetabek Hujan Lebat Disertai Angin Kencang
Baca: Wakil Ketua MPR : Periode Ini Akan Diputuskan Amandemen UUD 1945 Atau Tidak
"Semua tugas konstitusional melekat pada seorang presiden dalam suatu periode pemerintahan. Oleh karena itu, presiden dibekali kewenangan mengangkat menteri dan kepala badan dalam berbagai bidang agar bisa menjalankan tugasnya secara bersamaan," ujarnya.
"Sepanjang para pembantu presiden memiliki kepekaan dan kecakapan dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan, maka tidak ada alasan bagi pemerintah menunda tugas-tugas konstitusional tersebut. Apalagi, khusus agenda penuntasan pelanggaran HAM masa lalu dan penanganan intoleransi, merupakan agenda yang tertunda pada periode pertama, dimana secara eksplisit termaktub dalam Nawacita Jokowi 2014 silam."
Apalagi, khusus agenda penuntasan pelanggaran HAM masa lalu dan penanganan intoleransi, merupakan agenda yang tertunda pada Periode pertama, dimana secara eksplisit termaktub dalam Nawacita Jokowi 2014 silam.
"Presiden Jokowi memiliki banyak perangkat dan instrumen untuk menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu. Gagasan membentuk Komite Kepresidenan Pengungkapan Kebenaran yang tercantum dalam Nawacita 2014, adalah model yang paling moderat untuk merintis penuntasan pelanggaran HAM masa lalu," katanya.
"Fokus komisi ini adalah mengungkap kebenaran, tanpa terjebak penyelesaian yudisial atau non yudisial. Jika komisi ini selesai menjalankan tugas pengungkapan kebenaran. Berikutnya adalah mendiskusikan makna dan jalan keadilan yang bisa banyak variannya."
"Sayangnya, Jokowi justru mengurungkan niatnya pada Periode II ini, dengan alasan prioritas kepemimpinanya adalah pemajuan ekonomi-kesejahteraan dan penguatan SDM. Lalu kapan janji penuntasan bidang HAM akan dipenuhi? Sedangkan Jokowi sudah memasuki Periode II," kata Hendardi.