b. Melindungi keluarga dari diskriminasi, kekejaman, kejahatan, penganiayaan, eksploitasi, penyimpangan seksual, dan penelantaran;
c. Melindungi diri dan keluarga dari perjudian, pornografi, pergaulan dan seks bebas, serta penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
Baca: Komnas HAM: Diskriminatif Jika RUU Ketahanan Keluarga Atur Wajib Lapor Bagi LGBT
d. Melakukan musyawarah dengan seluruh anggota keluarga dalam menangani permasalahan keluarga.
Mengenai pasal kewajiban suami dan istri ini, Sodik menilai hal itu sudah diatur secara seimbang.
"Sebetulnya itu sudah seimbang antara kewajiban suami dan kewajiban istri, tapi berbeda fungsi," kata Sodik.
Memisah Ruang Tidur di Rumah
Dalam pemenuhan aspek ketahanan fisik, RUU Ketahanan Keluarga turut mengatur hingga persoalan kamar orangtua dan anak.
Dilansir Kompas.com, ketentuan itu tertuang dalam Pasal 33 RUU Ketahanan Keluarga.
Baca: Draft RUU Ketahanan Keluarga : Pasal Ancaman Terhadap Donor-Perjualbelian Sperma dan Ovum
Pada Pasal 33 Ayat (1) disebutkan bahwa keluarga bertanggung jawab memenuhi ketahanan fisik seperti memenuhi kebutuhan pangan, gizi dan kesehatan, hingga tempat tinggal layak huni.
"Setiap keluarga bertanggung jawab untuk memenuhi aspek ketahanan fisik bagi seluruh anggota keluarga, antara lain memenuhi kebutuhan pangan, gizi dan kesehatan, sandang, dan tempat tinggal yang layak huni," begitu bunyi Pasal 33 Ayat (1) RUU Ketahanan Negara.
Terkait ketentuan tempat tinggal layak huni, hal itu diatur lebih lanjut dalam Ayat (2).
Menurut Pasal 33 Ayat (2), terdapat tiga karakteristik yang harus dipenuhi keluarga guna memenuhi aspek ketahanan fisik tersebut.
1. memiliki sirkulasi udara, pencahayaan, dan sanitasi air yang baik;
2. memiliki ruang tidur yang tetap dan terpisah antara orangtua dan anak, serta terpisah antara anak laki-laki dan perempuan.