TRIBUNNEWS.COM - Terkait penghentian penyelidikan 36 perkara, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pimpinan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) era Firli Bahuri belum benar-benar memulai penyidikan baru.
Sebelumnya, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan sejak lima tahun terakhir, KPK telah menghentikan penyelidikan 162 perkara.
Oleh karenanya, ia menganggap penghentian penyelidikan tersebut merupakan hal yang wajar dilakukan KPK.
Menanggapi pernyataan tersebut, Peneliti ICW Wana Alamsyah akhirnya buka suara dan membandingkan dengan catatan KPK pimpinan sebelumnya dengan pimpinan sekarang.
Wana membuktikan sebanyak 162 perkara yang dihentikan oleh pimpinan KPK sebelumnya dapat dilihat rata-rata penyelidikan yang dihentikan hanya 2 perkara saja setiap bulan.
Namun, berbeda dengan era pimpinan baru yang dinilai akan memerosotkan kinerja dan peran KPK di negeri ini.
"Tetapi sejak pimpinan baru dilantik (20 Desember 2019), sudah ada 36 kasus yang dihentikan atau sekitar 18 kasus per-bulannya," kata Wana dalam keterangan tertulis, Kamis (20/2/2020), dilansir Kompas.com.
Lebih lanjut, menurut ICW banyaknya jumlah perkara yang dihentikan KPK pada proses penyelidikan merupakan bukti bahwa kinerja KPK tidak sebaik sebelumnya.
ICW khawatir pemberhentian penyelidikan 36 perkara ini suatu cara yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri juga pimpinan lainnya dalam penyalahgunaan kekuasaan.
"Jangan sampai pimpinan KPK melakukan abuse of power dalam memutuskan penghentian perkara," ungkap Wana.
Kekhawatiran tersebut juga berdasarkan status Firli Bahuri yang merupakan polisi aktif dan dapat melibatkan unsur penegak hukum.
Oleh karenanya, dikhawatirkan memicu konflik kepentingan saat Firli membuat keputusan untuk menghentikan penyelidikan dalam perkara KPK.
Adapun ICW menuntut KPK agar menggelar perkara masalah penghentian penyelidikan yang dihadiri oleh para petugas KPK.
Petugas KPK tersebut antara lain mulai dari tim penyelidik, tim penyidik, dan tim penuntut umum.
Penghentian Penyelidikan 36 Perkara oleh KPK
Sebelumnya dikabarkan, 36 perkara yang akan dhentikan dinilai tidak mempunyai bukti permulaan yang cukup selama proses penyelidikan.
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri menjelaskan penyelidikan merupakan serangkaian tindakan penyelidik untuk menemukan peristiwa pidana.
Apabila dalam tahap penyelidik tidak ditemukan bukti yang cukup maka perkara tidak dapat diangkat ke tahap penyidikan.
"Ketika tidak ditemukan bukti permulaan yang cukup setelah proses penyelidikan tersebut, maka untuk menjamin adanya kepastian hukum tentu kemudian dihentikan," kata Ali Fikri, dilansir KompasTV, Jumat (21/2/2020).
Adapun 36 perkara yang dihentikan tersebut terjadi pada tahun 2011, 2013, dan 2018.
Sedangkan jenis perkaranya antara lain dugaan korupsi dan suap di kementerian, DPR RI, DPRD, kepala daerah, BUMN, serta aparat penegak hukum.
Walau demikian, ke-36 perkara yang dihentikan KPK tersebut tidak dapat diungkapkan ke publik.
Ali Fikri menegaskan hal itu terkait dalam peraturan yan tertera pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Pihaknya mengatakan penghentian 36 perkara tersebut akan dilakukan dengan sangat hati-hati dan penuh pertimbangan.
"Selama proses penyelidikan dilakukan tidak terpenuhi syarat untuk ditingkatkan ke penyidikan, seperti bukti permulaan yang cukup, bukan tindak pidana korupsi dan alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum," katanya.
Di sisi lain, Ali Fikri membantah penghentian penyelidikan untuk kasus besar, seperti Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Bank Century, Sumber Waras, dan divestasi saham PT Nemwont.
(TRIBUNNEWS.COM/NIDAUL 'URWATUL WUTSQA)(KOMPAS.COM/ARDITO RAMADHAN)