TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah kritik dilontarkan menyoroti aksi polisi yang melakukan penggundulan kepada tiga tersangka kasus tragedi susur Sungai Sempor, Sleman.
Mulai dari KPAI, anggota dewan hingga budayawan pun memberikan kritik.
Kini ketiga tersangka yang dinyatakan bersalah oleh Polres Sleman itu masih ditahan.
Berbagai fkata dirangkum Tribunnews.com menjadi polemik polisi menggunduli tiga tersangka.
ini poin-poinnya:
1. Komnas HAM: Berlebihan
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menilai tindakan kepolisian menggunduli tiga guru tersangka kasus susur Sungai Sempor di Turi, Sleman berlebihan.
"Saya kira tindakan kepolisian itu terlalu berlebihan ketika menggunduli para tersangka guru yang atas kelalaiannya mengakibatkan 10 orang meninggal dunia," ujar Beka, ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (26/2/2020).
Baca: Kronologi Guru Tewas Dihabisi saat Berangkat ke Sekolah, Pelaku Menyerahkan Diri Bawa Barang Bukti
Baca: Bully Siswa SMP di Kudus Berawal Dari Main Tiktok, Tiba-tiba Pelaku Menjambak Korban
Menurut Beka kepolisian seharusnya memperlakukan para guru tersebut secara baik, terlepas dari kesalahan dan kelalaian yang disangkakan kepada mereka.
"Itu terlalu berlebihan terlepas dari kesalahan yang disangkakan kepada mereka. Termasuk juga menghormati harkat dan martabat mereka sebagai manusia," kata dia.
2.Anggota DPR: Tidak Setuju
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menyesalkan tindakan aparat kepolisian Polres Sleman yang menggunduli guru dan pembina Pramuka SMPN 1 Turi, Sleman, yang ditetapkan menjadi tersangka insiden susur sungai.
"Saya tidak setuju karena profesi beliau-beliau guru. Jadi saya menyesalkan tindakan ini (menggunduli)," ujar Syaiful saat dihubungi Tribunnews, Jakarta, Rabu (26/2/2020).
Dalam penanganan tersangka susur Sungai Sempor yang menewaskan 10 pelajar, kata Syaiful, aparat kepolisian seharusnya bertindak dengan mempertimbangkan aspek kehormatan dan profesi guru.
"Karena ini sifatnya kelalaian, bukan karena sesuatu yang disengaja. Jadi harus dibedakan dengan seseorang atau individu yang melakukan kejahatan yang memang dilakukan secara terencana," ujar Syaful.
Politikus PKB itu pun meminta Kapolri Jenderal Idham Azis untuk mengambil sikap tegas kepada jajaran secara berjenjang.
"Pak Kapolri bisa langsung mengambil sikap, supaya penanganan terkait dengan kasus ini, jangan sampai cara model kayak gitu lah (digundulin)," kata Syaiful.
Di sisi lain, Syaiful pun mengimbau seluruh sekolah agar menghentikan sementara kegiatan di luar, karena kondisi cuaca sedang pancaroba.
"Kami juga sudah minta agar Kemendikbud mencari alternatif pengganti dari kegiatan luar sekolah ini," ucapnya.
3.Dinas Pendidikan: Tidak Ada Tekanan
Dikutip dari Kompas.com, Tiga tersangka kasus susur Sungai Sempor, IYA, R, dan DDS digunduli ketika hendak ditahan.
Ketiganya sempat ditemui oleh Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) DIY bersama Dinas Pendidikan Sleman, Rabu (26/2/2020).
Setelah menemui ketiganya, Plt Kepala Dinas Pendidikan Sleman Arif Haryono menyebut ketiganya tidak dalam kondisi tertekan.
Termasuk soal kepala ketiganya digunduli yang merupakan kemauan para tersangka.
"Saya sudah mendengar sendiri bahwa mereka mengikuti proses hukum ini dan tidak ada tekanan. Mereka sehat, baik, dan tidak ada satu permasalahan," ujar Arif, Rabu.
Baca: Lihat Tersangka Susur Sungai yang Digunduli & Jalan Tanpa Alas, para Guru Protes & Singgung Koruptor
Kepala Biro Advokasi Perlindungan Hukum dan Penegakan Kode Etik PGRI DIY Andar Rujito, mengajak semua guru agar bangga dengan ketiga tersangka.
"Saya mengajak guru se-Indonesia banggalah kepada teman-teman kita yang hari ini menjalani proses hukum. Bukan bangga atas peristiwanya, tetapi bagimana mereka siap bertanggung jawab atas perbuatanya," ujarnya.
"Merasakan sama di depan hukum. Kalau tahanan lain digundul, tidak pakai sandal dan pakaiannya seperti itu, maka mereka ingin dipersamakan. Guru tidak harus diistimewakan, itu yang mereka sampaikan," imbuhnya.
Ia menyebut banyak orang yang tidak tahu kondisi ketiganya selama ditahan. Tetapi setelah bertemu, kondisi mereka baik-baik saja.
"Dengan media sosial kemarin karena tidak tahu persis kita menjadi prihatin bersama, pasti kita bergejolak, semua guru pada menangis. Tetapi hari ini saya mendengar langsung bahwa mereka sangat memahami dan menerima apa yang diperlakukan dan harus diperlakukan dalam proses hukum," ujar dia.
Sebelumnya diberitakan, 10 siswa SMPN 1 Turi tewas saat susur Sungai Sempor di Sleman, Jumat pekan lalu.
Polisi telah menetapkan tiga tersangka, yaitu IYA dan R yang merupakan guru SMPN 1 Turi, dan DDS yang merupakan pembina dari luar sekolah.
Ketiganya merupakan pembina pramuka yang juga mencentuskan ide susur sungai di lokasi itu.
Namun, ketiganya tidak ikut dalam kegiatan. Ketiga tersangka dikenakan pasal kelalaian.
4. Guru Protes
Dikutip dari TrihbunJakata.com, aparat kepolisian diduga melakukan pelecehan terhadap tiga orang guru yang juga pembina Pramuka di SMPN 1 Turi, Sleman, DI Yogyakarta.
Ketiga guru tersebut berstatus sebagai tersangka atas peristiwa susur sungai di Sungai Sempor Sleman yang menewaskan 10 orang siswa sekolah tersebut.
Dugaan pelecehan aparat kepolisian yang menggunduli tiga tersangka dan berjalan tanpa alas kaki mengundang keprihatinan dari sejumlah pihak.
Terlebih tindak dugaan pelecehan tersebut, dinilai beberapa pihak sudah amat keterlaluan, karena menyamakan para guru tersebut, seolah sebagai pelaku kriminal.
Ketua Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) Jawa Barat, Iwan Hermawan menyesalkan dugaan pelecehan oleh oknum petugas, harus diterima oleh para pahlawan tanpa tanda jasa.
Sehingga akibat perbuatan itu, kini menimbulkan gejolak di masyarakat, khususnya para guru yang merasa geram dan keberatan dengan sikap arogansi dari aparat penegak hukum.
Bahkan menurutnya, saat ini sejumlah guru di tanah air tengah merencanakan untuk menggelar aksi solidaritas dengan turun kejalan di wilayah masing-masing.
Aksi solidaritas itu, selain memberikan dukungan moril bagi ketiga guru tersebut, sekaligus meminta Kapolri menindak para pelaku pelecahan terhadap profesi guru.
"Saat ini masalah tersebut sedang ramai dimana-mana, bahkan di berbagai grup WA organisasi guru telah sepakat merencanakan aksi solidaritas guru.
Malahan saya diminta oleh seluruh guru di Jawa Barat yang tergabung dalam Ikatan Alumni Keguruan UPI, untuk dapat mengkoordinir gelaran aksi tersebut," ujarnya saat dihubungi melalui telepon. Rabu (26/2/2020).
Iwan mengatakan, hingga saat ini pihaknya masih menunggu statemen klarifikasi resmi dan upaya penindakan tegas bagi pelaku pelecahan terhadap para guru tersebut dari Kapolri.
Bila hal tersebut, tidak terwujud, maka aksi solidaritas dan keprihatinan guru akan segera digelar minggu ini, dengan menyampaikan aspirasi kepada Pemerintah Provinsi dan DPRD Jawa Barat.
"Kami berharap upaya persuasif dan komunikatif ini dapat segera direspon oleh Kapolri, agar masalah ini tidak terus berlarut dan menimbulkan gejolak yang lebih luas di kalangan para guru.
Karena meskipun mereka (ketiganya) dinyatakan bersalah secara hukum karena kelalaiannya, tidak seharusnya diperlakukan demikian.
Terlebih dua diantara mereka merupakan guru senior yang kini memasuki usia pensiun, dimana semasa mengabdinya telah banyak menorehkan prestasi," ucapnya.
Di sisi lain, ia pun menyayangkan insiden hanyutnya ratusan siswa SMPN 1 Turi Sleman saat kegiatan susur sungai beberapa waktu lalu harus terjadi, bahkan hingga mengakibatkan adanya korban luka dan jiwa.
Oleh karena itu, sebagai bagian dari organisasi keguruan, pihaknya menghaturkan rasa bela sungkawa dan penyesalan sedalam-dalamnya bagi keluarga para korban tersebut.
"Kami menilai bila memang insiden ini merupakan kasus pelanggaran pidana, maka kami mendukung langkah kepolisian untuk memproses secara hukum secara adil bagi ketiganya, sebagai upaya pertanggung jawaban dari kelalaian," ujarnya.
Meski demikian, pihaknya meyakini bahwa insiden tersebut, bukan disebabkan adanya faktor kesengajaan ataupun niat dari ketiganya untuk menghilangkan nyawa orang lain.
Terlebih aktivitas itu sudah dilakukan selama bertahun-tahun.
Selain itu, pihaknya juga mendesak kepada PB PGRI untuk membuat surat pernyataan tertulis klarifikasi kepada Pemerintah tentang penyesalan atas perlakuan terhadap guru -guru tersebut, sehingga tidak terdapat silang pendapat di tingkat masayakat dan jajaran pemerintah di level bawah.
"Kami juga menghimbau kepada guru-guru untuk tetap tenang menghadapi persoalan ini sambil menunggu klarifikasi dari Pemerintah, sehingga penyelenggaraan kegiatan layanan pendidikan peserta didik tidak terganggu," katanya.
5. Budayawan Sebut Kapolri
Budayawan Sudjiwo Tedjo menyampaikan keberatannya terkait tiga tersangka kasus susur sungai SMPN 1 Turi Sleman, Yogyakarta yang kepalanya digundul.
Menurut Sudjiwo Tedjo, dirinya terusik saat melihat para tersangka yang merupakan guru digunduli dan diarak seperti pesakitan.
Presiden Jancukers ini menyampaikan keberatannya itu melalui cuitan di akun twitternya, @sudjiwotedjo, yang ia tujukan kepada Kapolda Jenderal Idham Azis.
"Yth, Bapak Kapolri Jenderal Pol Idham Azis, dan dengan segala empati kepada murid-murid yang meninggal, luka-luka, traumatis dan lain-lain dari peristiwa susur sungai, beserta keluarganya, izinkan saya jujur bahwa agak terusik melihat guru-guru tersangka itu digunduli dan diarak seperti pesakitan tertentu," tulisnya, Kamis (27/2/2020).
Sudjiwo Tedjo melanjutkan, ia menganggap tersangka tidak mungkin memiliki niat jahat sejak awal.
Hal ini berbeda dengan kasus guru yang memperkosa murid.
Baca: Istri dan 2 Anak Tersangka Susur Sungai Di-bully di Medsos, Keluarga Ungkap Kondisi Mereka Tertekan
Pada kasus guru memperkosa murid, patut diduga pelaku memiliki niat jahat sejak awal.
"Tapi, rasanya, yg terjadi pada kasus susur sungai ini bukan adanya niat jahat sejak awal dari para guru tersangka. Barangkali yang ada adalah kelalaian. Patutkah mereka diperlakukan seperti pesakitan tertentu?," ungkapnya.
Sudjiwo Tedjo kemudian menyinggung jasa para guru yang telah melahirkan para pemimpin dari tingkat RT hingga level nasional seperti Presiden Jokowi dan Kapolri Jenderal Idham Aziz.
"Apalagi yg diperlakukan spt pesakitan tertentu itu guru. Krn tidak ada bekas guru, sebagaimana tidak ada bekas orangtua dan bekas anak. Sekali pernah menjadi guru, setidaknya bagi saya, selamanya dia guru saya. Mereka berasal dari dharma yg dari dharma itulah muncul Pak Jokowi."
"Dari tangan para guru muncul Pak Jokowi sampai para pemimpin di tingkat RT, termasuk Jenderal Idham Azis sendiri dan para orangtua murid yang kini sedang menyandang prihatin," tulisnya.
Sudjiwo Tedjo khawatir, setelah adanya tersangka digunduli dan diarak, para guru akan takut untuk membuat kreasi-kreasi dalam mendidik para murid.
Padahal, kata Sudjiwo Tedjo, kreasi-kreasi itu dibutuhkan untuk membuat murid menjadi tegar.
"Tegar dlm persaingan hidup yg kian ketat. Dulu di zaman saya muda, persaingan kerja mungkin 1:1000, itu pun cuma bersaing dgn orang2 dalam negeri. Kini, di zaman pasar bebas di mana orang-orang manca negara juga berhak bekerja di sini, entah berlipat berapa perbandingan itu."
"Artinya, ketegaran anak-anak sekarang harusnya berlipat kali ketegaran anak-anak di zaman kita dahulu, semasih tiap keluarga punya banyak anak sehingga anak-anak harus mandiri sejak dini dan tahan banting. Kini, dengan rata2 dua anak per keluarga, anak2 cenderung dimanja," tulisnya.
Lebih lanjut, Sudjiwo Tedjo menyinggung soal adanya persepekstif HAM yang kini membuat guru harus meminta izin sekedar untuk menjewer murid.
Dengan kondisi ini, adanya upaya kreasi guru untuk mendidik murid sudah semestinya tetap dihargai.
"Sudah itu ada “agama” baru yang bernama HAM, yang untuk menjewer muridnya saja guru-guru sekarang harus minta izin orangtuanya dulu agar tak dilaporkan polisi (bandingkan dgn di zaman kita dahulu yang kenyang dengan tempelengan guru maupun cambukan kyai di surau)."
"Artinya, setiap upaya dari para guru untuk berkreasi membuat peserta didik tegar, harus dihargai. Bila ternyata lalai. Hukum kelalaiannya. Tapi martabatnya sebagai guru tetap harus dijunjung tinggi, kecuali kalau perbuatan mereka dilandasi oleh niat jahat sejak awal," tulisnya.
Sudjiwo Tedjo kembali menegaskan, pendapatnya itu ia sampaikan dengan tidak mengurangi rasa empati terhadap keluarga murid yang meninggal dunia.
"Demikian uneg2 saya Pak Kapolri Jenderal Pol Idham Azis. Mohon maaf atas kesalahan, karena, itu tadi, saya tidak pernah dididik dalam ilmu kepolisian, sehingga bisa saja polisi atas pemeriksaan patut menduga sudah ada niat jahat para tersangka sejak awal."
"Dan sekali lagi, uneg2 itu saya tulis dengan menyertakan empati mendalam di setiap hurufnya, kepada para murid yang meninggal, luka-luka, traumatis dll dari peristiwa itu beserta seluruh keluarganya. Salam," tutupnya.
Tersangka IYA Mengaku Pengundulan atas Permintaan Sendiri
Sebelumnya, tersangka IYA telah memberikan penjelasan terkait kepalanya yang digundul.
Ia menyatakan penggundulan terhadap dirinya dan dua tersangka lainnya, R dan DS merupakan permintaan mereka sendiri.
"Jadi kalau gundul itu memang permintaan kami, jadi pada dasarnya demi keamanan, karena kalau saya tidak gundul banyak yang melihat saya."
"Kalau gundul kan sama-sama di dalam gundul semua. Jadi ini permintaan kami," katanya, Rabu (26/2/2020) sebagaimana dikutip dari TribunJogja.
Baca: Lihat Tersangka Susur Sungai yang Digunduli & Jalan Tanpa Alas, para Guru Protes & Singgung Koruptor
Mereka tidak ingin terlihat mencolok sehingga, selain gundul mereka juga ingin mengenakan seragam tahanan yang sama dikenakan oleh tahanan lainnya.
"Kalau di dalam sama-sama gundul, bajunya juga sama, jadi orang melihatnya nggak terlalu spesifik ke saya," imbuhnya.
Selama pemeriksaan pun ia mengaku bahwa tidak ditekan atau bahkan dipukuli.
Justru ia mengaku diperlakukan dengan baik oleh petugas.
"Bahkan petugas, setiap datang ke tempat kami, kami bertiga pasti disupport diberi dukungan moral sehingga hati kami semakin kuat," ucapnya.
Ia berharap kesimpangsiuran informasi di media sosial dapat segera reda.
Sehingga mereka pun juga tenang dalam menjalani proses hukum ini, dan menyatakan akan menerima segala keputusan hukum yang berlaku.
Sementara itu Kapolres Sleman AKBP Rizki Ferdiansyah menyampaikan bahwa pada prinsipnya penyidik Satreskrim Polres Sleman melakukan penyidikan sangat dengan hati-hati dan secara prosedural dan tidak mungkin meakukan penyidikan dengan semena-mena.
Baca: Tersangka Kasus Sungai Sempor Dibotaki, IGI : Seharusnya Polisi Tak Permalukan Guru Seperti Itu
Ia menjelaskan bahwa pihaknya mempunyai aturan internal dan saat ini Propam Polda DIY sudah turun untuk memeriksa anggota Polres Sleman.
Apakah ditemukan pelanggaran atau tidak dalam penggundulan ini.
"Namun yang terpenting, yang ingin saya sampaikan, saya bisa seperti ini karena guru. Kasat Reskrim bisa seperti ini karena guru. Tidak mungkin kita memperlukan seorang guru tidak manusiawi," tegasnya.
Ia menekankan bahwa proses penyidikan tetap pada koridor aturan yang ada.
"Terkait propam, pemeriksaan sudah berjalan nanti kita lihat hasilnya apa," imbuhnya.
(Tribunnews.com/Chrysnha/Daryono/Seno Tri/Vincentius Jyestha))(Kompas.com/Wijaya Kusuma)(TribunJakarta.com/Suharno)(TribunJogja/Santo Ari)