TRIBUNNEWS.COM - Direktur Utama Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso Mohammad Syahril mengatakan, saat ini terdapat total 9 pasien yang dirawat di ruang isolasi terkait virus corona (COVID-19).
Dua di antaranya sebelumnya telah dinyatakan positif terinfeksi virus corona.
Sementara itu tujuh pasien lainnya saat ini berstatus pasien dalam pengawasan.
Baca: Industri Pariwisata di Bali Rasakan Dampak Virus Corona, Mulai Ada yang Merumahkan Karyawan
"Pada tanggal 1 Maret 2020 ada 2 yang masuk dan tanggal 2 Maret 2020 dinyatakan positif," kata Syahril, seperti yang dilansir dari tayangan Kompas TV, Rabu (4/3/2020).
"Kemarin pagi sampai jam 11.00 WIB ada tambahan 2 pasien yang tadi disebut pasien dalam pengawasan, dimasukkan ke dalam ruang isolasi, lalu sore sampai malam ada 3 dan malam sekali ada 2, jadi saat ini total ada 9 yang kita rawat di ruang isolasi tetap," sambungnya.
Syahril pun mengungkapkan kondisi ketujuh pasien tambahan tersebut.
Menurutnya, beberapa di antaranya masih demam disertai batuk-batuk.
Kendati demikian, Syahril menuturkan kondisi tujuh pasien itu masih baik.
"Ada tujuh saat ini sudah di dalam, kondisinya bagus tapi ada demam dengan batuk-batuk dan juga ada yang sakit menelan," tutur Syahril.
"Dari sekian pasien ini ada 3 yang kontak dengan pasien sebelumnya. yang 2 lagi tracking karena dalam riwayat ada hubungannya dengan daerah yang diduga endemis tadi," sambungnya.
Baca: Beredar Kabar Ada Pasien Virus Corona di RSUD Kota Bandung Ujungberung, Dinkes Pastikan itu Hoaks
Syahril menuturkan, Rabu ini pihak RSPI masih menunggu hasil dari laboratorium mengenai kondisi pasien-pasien tersebut.
Sementara itu, menurut Syahril, dua pasien yang positif terinfeksi virus corona kondisinya sudah semakin membaik.
"Sampai hari ini, hari ke-4, alhamdulillah semakin membaik," ungkapnya.
"Kalau kemarin masih batuk-batuk sedikit, sekarang bisa berkomunikasi, demam sudah tidak ada lagi, batuk berkurang jauh, tidak ada sesak napas, mereka bisa berkomunikasi dengan keluarganya melalui HP," sambung Syahril.
Menurut Syahril, dibutuhkan waktu untuk memastikan dua pasien yang terinfeksi virus corona tersebut benar-benar sembuh.
"Dari tanggal 2 Maret, dua hari kita cek ulang, kalau dia negatif kemudian lima hari lagi negatif baru dipulangkan," terangnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, dua pasien positif Corona itu merupakan seorang ibu (64) dan anaknya (31) yang juga merupakan warga Depok, Jawa Barat.
Standar Pengawasan Penyebaran Virus Corona Ditingkatkan
Juru bicara (jubir) untuk penanganan virus corona di Indonesia, Achmad Yurianto menerangkan mengenai strategi pemerintah dalam melakukan pengawasan terkait merebaknya virus corona (COVID-19).
Yurianto menyebutkan tahapan pengawasan ini dimulai ketika seseorang masuk dalam kriteria orang dalam pemantauan (ODP) hingga dinyatakan positif terinfeksi virus corona.
Baca: Pasien Positif Corona Tak Tahu Terinfeksi sampai Diumumkan Jokowi, Pemerintah Langgar Aturan?
Untuk meningkatkan kewaspadaan, Yurianto mengatakan kini standar pengawasan tersebut ditingkatkan.
"Untuk meningkatkan kewaspadaan, standarnya ini kita majukan," ungkap Yurianto, seperti yang dilansir dari tayangan Kompas TV, Rabu (4/3/2020).
"Jadi, semua pasien dalam pengawasan kita periksa," tambahnya.
Menurut Yurianto hal ini dikarenakan pemerintah menyadari kontak adalah terminologi yang tidak udah dipami oleh pasien.
"Lebih baik kita periksa saja dan ini kemudian secara rutin kita rilis berapa yang sudah diperiksa, bagaimana hasilnya, dari mana asalnya, oleh karena itu dari data kemarin kia sudah menerima sampel dari 35 rumah sakit di 23 provinsi," kata Yurianto.
"Itu semua pasien dalam pengawasan yang sedang kita lakukan pengawasan," sambungnya.
Baca: Mahfud MD Minta Jangan Dramatisir Virus Corona, Sindir Pemda Cianjur: Belum Jelas Sudah Konferensi
Tahapan Pengawasan Penyebaran Virus Corona
Yurianto pun menjelaskan seseorang yang masuk dalam kriteria ODP adalah orang-orang, Warga Negara Indonesia (WNI) sendiri maupun Warga Negara Asing (WNA), yang datang ke Indonesia dari negara lain.
"Semua orang yang masuk ke Indonesia, baik WNI atau WNA, dari suatu negara yang kita yakini negara itu sudah terjadi transmisi orang ke orang, bukan hanya China, namun juga Korea, Jepang, Singapur, maka kita masukkan di dalam kriteria orang di dalam pemantauan," terang Yurianto seperti yang dilansir Tribunnews.com dari Kompas TV, Rabu (4/3/2020).
Yurianto menegaskan, seseorang yang masuk kriteria ODP tidak dapat diartikan bahwa orang tersebut sakit.
"Tidak semua orang dalam pemantauan diterjemahkan semuanya sakit.
Ini kita pantau, tracking kita lakukan kemana saja dia selama di Indonesia," kata dia.
"Ini penting kalau suatu saat dia sakit kita bisa melacak cepat," terangnya.
Baca: Kominfo Akan Take Down Semua Informasi Hoaks Terkait Virus Corona
Selanjutnya, ketika ODP mengalami keluhan gejala influenza, maka orang tersebut akan segera dirawat.
Dengan demikian, statusnya kemudian berubah menjadi pasien dalam pengawasan.
"Nah kemudian kita gali betul dengan teliti apakah dia punya riwayat kontak positif dengan orang yang sudah pasti positif," lanjutnya.
Yurianto menambahkan, apabila pasien dalam pengawasan itu memiliki riwayat kontak dengan orang yang positif terinfeksi corona, maka ia akan masuk dalam kriteris suspect.
Setelah itu, akan dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah orang tersebut positif terjangkit virus corona atau tidak.
"Manakala dia memiliki riwayat kontak yang kita yakini kontak dengan orang yang positif (corona), kita masukkan dalam kriteria suspect," terang Yurianto.
"Ketika sudah masuk dalam kriteria suspect, kita harus melakukan konfirmasi virus sehingga kalau kita periksa dan hasilnya positif kita nyatakan positif," sambungnya.
Baca: Total 9 Orang Dirawat di Ruang Isolasi di RSPI Sulianti Saroso, 2 Orang Positif Virus Corona
Yurianto pun kembali menegaskan, seseorang yang masuk kriteria ODP masih dalam tahapan pemantauan untuk mewaspadai virus corona.
Oleh karena itu, belum dapat disimpulkan bahwa ODP tersebut terinfeksi virus corona.
"Jangan dimaknai orang dalam pemantauan itu dianggap semuanya sakit karena sebagian besar tidak sakit dan data ini semua sumbernya dari catatan imigrasi," terangnya.
Pemerintah Beri Ancaman Penimbun Masker
Terkait merebaknya virus corona, marak aksi penimbunan masker di lingkungan masyarakat.
Dilansir dari Kompas.com, pemerintah dan aparat kepolisian pun mengecam tindakan ini.
Begitu pula dengan aksi penimbunan hand sanitizer yang dilakukan oleh pihak tak bertanggung jawab .
Akibat penimbunan ini, harga masker dan hand sanitizer pun melonjak tinggi.
Baca: Sampaikan Pesan Jokowi, KSP Imbau Masyarakat Tak Beli Masker Berlebihan: Sama Saja Ambil Jatah Orang
Persediaannya pun semakin langka.
Harga penjualan masker di Pasar Pramuka, Matraman, Jakarta Timur bahkan mengalami kenaikan hingga 100 persen.
Satu boks masker yang awalnya dijual sekitar Rp 25.000 per boks, kini harga jualnya mencapai Rp 250.000 hingga Rp 300.000.
Tak hanya itu, warga juga dihantui oleh peredaran masker palsu uang tak sesuai SNI atau Kementerian Kesehatan RI.
Mengenai hal ini, Presiden Jokowi telah menginstruksikan Kapolri Jenderal Pol Idham Azis untuk menindak tegas pihak-pihak tak bertanggung jawab yang menimbun masker dan menjualnya dengan harga tinggi.
"Saya juga memerintahkan Kapolri menindak tegas pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan momentum seperti ini yang menimbun masker dan menjualnya dengan harga yang sangat tinggi," kata Jokowi seperti yang dilansir dari Kompas TV, Selasa (3/3/2020).
"Hati-hati, ini yang saya peringatkan," tambahnya.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta) (Kompas.com/Rindi Nuris Velarosdela)