News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Penangkapan Penimbun Masker Dinilai Tak Selesaikan Masalah, BPKN Beri Solusi kepada Pemerintah

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

MASKER dan DISINFEKTAN LARIS-Apoteker melayani warga beli cairan disinfektan, tampak ada tulisan masker sold out atau habis stoknya di Apotek XS Smart Jalan Palang Merah Kecamatan Samarinda Ulu Kalimantan Timur, Selasa (3/3/2020). Selain masker yang harganya melambung dari 3500 sampai 280.000 per kotak kemasan cairan disinfektan juga laris diburu warga demi pencegahan wabah disebabkan virus Corona vid. (TRIBUNKALTIM.co/NEVRIANTO HARDI PRASETYO)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus penimbunan masker marak terjadi pasca-pemerintah mengumumkan ada dua warga yang positif terinfeksi virus corona.

Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rolas Sitinjak memberikan solusi terkait persoalan ini.

Baca: Mahfud MD: Orang yang Timbun Masker untuk Keuntungan Pribadi Bakal Ditindak

Dia mengatakan pemerintah atas nama negara bisa memberikan solusi dengan menghadirkan kuantitas masker lebih masif.

"Caranya bisa memberikan ijin produksi secara cepat. Di China saja perijinan pabrik masker bisa selesai dalam sehari. Atau bisa memberikan kemudahan impor," kata pria yang juga seorang advokat ini ke Tribunnews.com, Kamis (5/3/2020).

Rolas mengatakan, saat ini hanya Singapura yang masih bisa menjadi negara asal pembuatan masker.

Dalam kalkulasinya Cina dan Amerika Serikat (AS) sebagai produsen masker sudah menutup keran ekspor masker guna memastikan kebutuhan dalam negerinya.

"Cara mereka (AS dan Cina) bisa ditiru. Tujuannya bagaimana bisa memastikan kebutuhan tersedia. Kalau pasokan takmencukupi dikhawatirkan malah bisa menimbulkan kekacauan," katanya.

Selain itu, Rolas mengatakan sebaiknya pemerintah juga mengubah perijinan usaha produksi maupun penjualan masker berkategori alat kesehatan.

Menurutnya, masker yang beredar saat ini hanyalah sebagai masker penahan debu.

"Berbeda dari masker yang dipakai tenaga medis memang termasuk kategori alat kesehatan. Ini mungkin bisa jadi pertimbangan," tuturnya.

"Saya tidak pro pelaku usaha atau berdagang. Saya hanya berharap memastikan agar aturan dan penegakan hukum itu bisa menjadi solusi guna memastikan konsumen (masyarakat) mudah mendapatkan masker,” tambahnya.

Soal penegakan hukum yang dilakukan kepolisian terkait kasus penimbunan masker, menurut Rolas hal itu tidak menyelesaikan persoalan.

Justru, kata dia, hal itu membuat kelangkaan masker kian terjadi lantaran ketakutan pedagang menjual masker yang bisa dianggap sebagai penimbun.

"Dari pantauan saya, sekarang malah terjadi kekosongan masker. Patut diduga penangkapan penimbun masker tak menyelesaikan masalah karena pedagang khawatir. Kalau masker kosong, dalam kondisi kekhawatiran penularan wabah virus saat ini membuat kekacauan. Penegakan hukum memang perlu, tetapi yang memberikan jalan keluar. Karena itu, negara harus hadir memberikan solusi," ujar Rolas.

Rolas memiliki argumentasi terkait hal ini.

Bila merujuk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Rolas menyebutkan, masker bukan termasuk kebutuhan pokok dan penting.

Terlebih, tak disebutkan dalam Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.

"Masker ini kan bukan kebutuhan pokok. Jadi, saya rasa tidak kuat landasan penangkapan tersebut," sebut doktor ilmu hukum dari Universitas Trisakti Jakarta ini.

Baca: Serikat Buruh Minta Pemerintah Beri Masker Gratis

Soal status Kejadian Luar Biasa (KLB) virus corona terkait kebutuhan atas masker, Rolas menjelaskan, status 'barang penting' atas masker harus terlebih dulu ditetapkan dalam aturan.

"Seharusnya pemerintah buat dulu aturannya. Dan masalah di hulu menurutnya memastikan ketersediaan barang. Itu yang paling penting," kata dia.

12 kasus penimbunan masker berhasil diungkap kepolisian dalam 2 hari

Jajaran Polri dalam dua hari terakhir mengungkap 12 kasus penimbunan masker dan hand sanitizer di seluruh Indonesia.

Kabag Penum Mabes Polri, Kombes Asep Adi Saputra menuturkan dari 12 kasus ini, pihaknya menersangkakan 25 orang.

Baca: Penyintas Gagal Ginjal Minta Pemerintah Serius Tangani Penimbunan dan Tingginya Harga Masker

"Untuk kasus penimbunan masker dan hand sanitizer kami ungkap 12 kasus tersebar di wilayah hukum Polda Metro Jaya, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kepri, Sulsel dan lainnya," tutur Asep di Bareskrim Polri, Kamis (5/3/2020).

Pada 25 tersangka itu, Asep memastikan mereka bakal dijerat hukum karena melanggar Pasal 107 UU No 7 tahun 2014 tentang Perdagangan dengan ancaman hukuman penjara paling lama 5 tahun dan denda Rp 50 miliar.

"Tidakan pelaku sangat tidak dibenarkan, karena latar melakang mereka melakukan penimbunan untuk mengambil keuntungan. Padahal di pasar, masyarakat sangat membutuhkan masker dan hand sanitizer," imbuhnya.

Seperti diketahui dalam dua hari terakhir, satu per satu praktek penimbunan masker dan hand sanitizer diungkap oleh jajaran Polri.

Baca: Pemerintah Tanggung Biaya Perawatan Sejak Dinyatakan ODP Virus Corona

Ini merupakan instruksi Presiden Jokowi pada Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis untuk menindak pihak yang menimbun masker dan menjualnya dengan harga tinggi.

"Saya memerintahkan Kapolri menindak tegas pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan momentum seperti ini yang menimbun masker dan menjualnya dengan harga yang sangat tinggi. Hati-hati, ini yang saya peringatkan," kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini