Secara faktual banyak perusahaan sudah mengatur besaran uang pengganti hak dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Sehingga prinsipnya bukan hilang, tapi pengaturannya diserahkan pada masing-masing perusahaan.
Tribun: Menyangkut sosok presiden Jokowi. Selama berada di kabinet, seperti apa sosok Presiden Jokowi di mata Anda?
Saya bersyukur ya bisa diminta Pak Jokowi menjadi pembantunya, karena saya banyak belajar dari beliau tentang 'kegilaan' beliau bekerja. Itu luar biasa. Mulai dari menteri sampai sekarang saya tidak pernah istirahat kayaknya haha (tertawa).
Beliau luar biasa, beliau kan sering ngomong kerja, kerja, kerja. Itu memang tidak hanya beliau ucapkan, memang orangnya kerja, kerja, kerja.
Dan beliau memiliki timeline yang cukup ketat untuk mengeksekusi suatu pekerjaan. Misal saat beliau mengatakan Undang-Undang Cipta Kerja saya berharap 100 hari. Itu beliau menghitung dengan baik kebutuhan kebijakan itu dikeluarkan. Dan rasanya saya lebih muda dari beliau.
Harusnya kan lebih punya semangat kerja yang lebih. Itu yang saya merasa beruntung bisa jadi pembantunya beliau. Dan rasanya, selama menjadi Menteri, saya tidak sempat istirahat. Kadang tidur baru larut malam, jam 12 malam.
Tribun: Anda sebut, bekerja terus, nyaris tidak sempat istirahat. Apakah karena 'pengawas' dari Presiden kepada Menteri banyak?
Tidak juga, tidak sempat istirahat, itu tadi bercanda. Hahha.... Ya ada atau tidak pengawasan, itu menjadi tanggung jawab. Risiko pekerjaan.
Saya menerima jadi menterinya orang yang suka bekerja maka saya harus bisa menyesuaikan dengan iramanya yang memberi amanah. Selebihnya ada dua malaikat yang mengawasi selain diawasi oleh KSP.
Tribun: Untuk tetap fit dan prima mengikuti irama kerja presiden yang tinggi, apa kiat-kiat anda? Presiden Jokowi gemar minum jamu, kalau anda apa rahasianya?
Tidak ada tips khusus. Kalau saya tidurnya lewat jam 12 maka saya harus bayar istirahatnya, jadi terukur. Saya kira kalau kurang istirahat pasti akan mempengaruhi konsentrasi jadi saya harus menyeimbangkan itu. Ya sekarang lebih rajin olahraga-olahraga 30 menit.
Tribun: Anda lama duduk sebagai anggota DPR. Pernah juga calon gubernur. Berat mana, kerja jadi menteri, DPR, atau saat menjadi calon wakil gubernur?
Kalau cawagub itu kan pekerjaannya mencari suara. Tantangan yang berbeda, jadi cawagub dengan DPR. Jadi menteri tantangannya berbeda. Ya di DPR itu kerja kolektif. Tanggungjawab renteng. Kalau sebagai menteri tanggungjawabnya lebih individu.
Tribun: Belakangan mulai muncul desas-desus mengenai perombakan kabinet atau reshuffle, bagaimana tanggapan Anda?
Menurut saya, diangkat atau diberhentikan adalah risiko. Diangkat jadi menteri ya risiko, nanti diberhentikan resiko. Politik ya seperti itu. Tidak menjadi beban. Saya sudah tahu ini jabatan yang punya hak prerogatif presiden. Hari ini saya diberi mandat, belum tentu besok.
Kalau di politik memang seperti itu, calon jadi calon wakil gubernur, tidak jadi, ya sudah he-he. Memang saya beruntung terus, saya menjadi DPR empat kali. Ikut kontestasi tidak pernah gagal. Mungkin sama Tuhan diuji, kamu kalau sukses terus tidak merasakan gagal.
Tribun: Dalam mengelola kementerian atau lembaga, banyak menteri atau pejabat yang ditangkap KPK karena korupsi. Apa pesan orang tua ketika Anda menjabat sebagai menteri?
Ibu saya berpesan, 'hati-hati.' Itu maknanya dalem ya. 'Hati-hati', tidak gampang jadi menteri. Namun ibu lebih banyak mendoakan, tidak menasihati macam-macam. Lebih positifnya, bukan kekhawatirannya. Ibu saya lebih banyak mendoakan, semoga selamet, sing hati-hati. Dalem sih menurut saya.
Tribun: Presiden Jokowi selalu mengingatkan untuk tidak korupsi, bagaimana implementasi Anda ke jajaran Kementerian Ketenagakerjaan?
Kami sudah undang Komisi Pemberantasan Korupsi untuk komitmen bersama mencegah sedari dini agar tidak menyalahgunakan kewenangan. Satu bulan yang lalu memberikan pencerahan kepada teman-teman. (Tribun Network/Dennis Destryawan)