TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Hukum dan Tata Negara Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Prof. Asep Warlan Yusuf, memandang gejolak di masyarakat soal draft Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sebagai hal yang biasa.
Menurutnya, pemerintah dan DPR RI, selaku pembuat undang-undang, akan mengakomodir kepentingan masyarakat.
"Undang-Undang yang banyak melibatkan banyak pihak memang pasti sedikit ada resistensi," katanya, saat dihubungi, Senin (9/3/2020).
Ia menilai draft Omnibus Law Cipta Kerja yang sudah dilayangkan pemerintah kepada DPR RI bukan harga mati. Artinya, menurut Asep, masih terdapat kesempatan bagi pembuat undang-undang untuk menampung aspirasi masyarakat.
Baca: Cara Youtuber Husein Nasimov Bisa Kolaborasi dengan Orang Terkenal
Baca: Ketemu Maudy Ayunda di Stanford, Boy William Syok: Gila, Orang-orang di Sini Muka-mukanya Serem
Asep menjelaskan bahwa aspirasi masyarakat dibutuhkan pembuat undang-undang untuk membuat produk legislasi yang dapat bermanfaat bagi semua pihak.
"Melibatkan banyak pihak, jangan sampai undang-undang lahir prematur. Banyak orang menggugat dan ada tudingan konspirasi dengan asing," tuturnya.
Lebih lanjut, ia memandang positif lahirnya aturan itu. Sebab, selama ini, Asep menilai aturan yang ada kerap tumpang tindih dan inkonsisten antara aturan yang satu dengan yang lain.
"Buat paket satu-satu membutuhkan waktu. Kalau ingin melibatkan semua orang juga butuh waktu. Jadi pemerintah menganggap selesaikan dulu versi pemerintah kemudian nanti, silakan DPR kalau ingin melibatkan banyak pihak, DPR yang mengundang," tambahnya.
Belakangan ini, sejumlah pihak menolak keberadaan draft Omnibus Law Cipta Kerja, di antaranya serikat pekerja dan kalangan mahasiswa.