TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Baru-baru ini beredar sebuah video seorang pasien dalam pengawasan (PDP) yang merasa tidak dilayani oleh Rumah Sakit Mitra Keluarga Bekasi karena pasien tersebut diminta pulang meski statusnya sudah PDP. Video ini kemudian viral di media sosial.
Mengutip Kompas.com, manajemen RS Mitra Keluarga dalam siaran persnya menjelaskan, pasien yang videonya viral tersebut memang datang ke rumah sakit pada Kamis (12/3/2020) lalu.
Kala itu dia memiliki keluhan batuk, pilek, sesak, dan riwayat perjalanan ke negara yang terjangkit.
"Pasien itu juga diketahui pernah kontak dengan pasien terkonfirmasi positif di negara tersebut," sebut Manajemen Mitra Keluarga Bekasi, Selasa (17/3/2020).
Menurut pihak RS, saat datang ke rumah sakit, pasien tersebut hendak melakukan pemeriksaan untuk memastikan dirinya apakah dia Covid-19 atau tidak.
Baca: Masih Ada yang Jajan di Restoran Meski Pemerintah Malaysia Berlakukan Lockdown
Namun saat diperiksa, pasien itu tidak demam, tidak tampak sesak, dan tidak menunjukkan gejala Covid-19 berat. Pasien itu dinyatakan dalam kondisi baik.
"Sehingga sesuai dengan pedoman Kementerian Kesehatan untuk pasien dengan kondisi tersebut tidak perlu inap," sebut manajemen RS Mitra Keluarga Bekasi.
Menurut manajemen RS ini, pasien tersebut telah diberikan edukasi terkait isolasi dirinya di rumah.
Baca: Masjid Istiqlal Tetap Gelar Salat Jumat Pekan Ini, Warga Diimbau Bawa Sajadah Sendiri
Terkait permintaan pasien untuk melakukan pemeriksaan Covid-19, Mitra Keluarga mengaku belum memiliki fasilitas pemeriksaan tersebut. Jika hendak melakukan pemeriksaan Covid-19, maka saat itu pasien dianjurkan untuk memeriksakan dirinya ke Rumah Sakit rujukan Pemerintah Pusat, yakni RSPI Sulianti Saroso.
Terkait dengan pernyataan tersebut, pasien berinisial RT mengirimkan sebuah pernyataan melalui pesan elektronik ke redaksi Tribunnews, Rabu 18 Maret 2020.
RT dalam keterangan tersebut membeberkan kronologi kedatangannya ke RS Mitra Keluarga untuk keperluan berobat.
Berikut kronologi lengkapnya yang ditulis oleh yang bersangkutan:
Kepada Yth
Keluarga, Kolega, Handai Taulan Dan Masyarakat Indonesia
KLARIFIKASI KRONOLOGIS VIDEO VIRAL TENTANG “PDP YANG DIBIARKAN SENDIRI” OLEH RUMAH SAKIT MITRA KELUARGA BEKASI
Setelah menyadari beredar viralnya video yang Saya kirimkan kepada sejawat dan rekan di grup WA asosiasi profesi pada tanggal 15 Maret 2020 dan untuk menjawab siaran pers dari Rumah Sakit Mitra Keluarga Bekasi tertanggal 17 Maret 2020.
Maka dengan sejujurnya Saya sebagai pembuat video dan pasien ybs menyampaikan kronologis klarifikasi detil tentang kejadian yang utuh.
Berikut penyampaian Saya dan dengan penyampaian ini untuk menghilangkan fitnah, rumor ataupun anggapan mencari sensasi, Saya siap mempertanggung jawabkan secara penuh,sadar dan tanpa tekanan pihak manapun
Urutan Tanggal kronologis:
11 February 2020 :
Saya pergi liburan 30 hari mengunjungi Eropa. Negara negara yang Saya singgahi adalah
Perancis, Swiss, Italy, Austria, Hungary, Slovakia, German, Cezh, Netherland, Brussel
10 Maret 2020 :
Saya tiba di tanah air dengan maskapai TG dari Brussel via Bangkok. Di airport CGK, Saya menjalani skrining dengan scanner suhu tubuh Saya 36,5 dan dinyatakan sehat.
Saya sampaikan Saya ada di provinsi Veneto, Lombardy, Bergamo di Italy pada 21-25 February 2020.
Lalu mereka menghitung tanggal keberadaan Saya dengan wabah corona di negara tersebut. Selanjutnya Saya di pertemukan dengan dokter jaga dan di lakukan pemeriksaan.
Menurut dokter, Saya terindikasi mengalami batuk alergi dan di tanya sejak kapan batuk ini muncul. Saya informasikan Saya mengalami badan sakit, hampir tidak bisa jalan dan demam menggigil serta batuk tanpa dahak di kota Amsterdam Belanda pada tanggal 5 Maret 2020.
Karena Saya akan bertemu family, Saya minum obat Paralen Grip untuk first aid. Dokter bandara minta Saya untuk periksa ke rumah sakit jika masih kurang nyaman dengan tubuh Saya. Kemudian diberikan kartu kuning skrining dinyatakan SEHAT
11 Maret 2020 :
Saya istirahat di rumah, tidak bisa tidur batuk dan dada panas ( Saya pikit jetlag perbedaan waktu saja)
12 Maret 2020 :
1.Saya menuju kantor imigrasi bekasi untuk perpanjang paspor dan batuk terus terulang, atas saran keluarga dan sejawat untuk ke dokter karena lagi musim Corona dan Saya sebaiknya Self Isolated.
Saya pikir, sebelum Saya “karantina diri sendiri” Saya butuh obat dan Saya hanya percaya dengan Obat Dokter.
2.Kemudian Saya mendatangi Rumah Sakit Mitra Keluarga Bekasi. Tiba di RS Mitra Bekasi sekitar pukul 11.15, Saya menuju konter infromasi dengan menyampaikan seperti ini “ Mba, Saya ada keluhan batuk, baiknya Saya ke dokter umum, dokter paru atau internis?”.
Dijawab “ Ibu bisa ke dokter umum, lokasinya di ujung gedung ini dan ambil nomor antrian. Jika ingin ke internis ada jadwal yang masih praktek , antrian boleh ambil di mesin sebelah sini” Saya memilih internis, pertimbangan Saya yang masih terima pasien saja biar tidak perlu antre lama.
3.Singkatnya Saya bertemu Beliau di ruang praktek dan ditanyakan keluhannya. Beliau ramah dan well informate, Saya sampaikan dada panas dan batuk tidak berdahak.
Ada asisten Beliau melakukan tensi dan suhu tubuh Saya 37,2. Beliau bilang “Ibu agak demam dan agak sesak sepertinya”, “Sejak kapan?” tanya Beliau? Saya sampaikan sejak tanggal 5 Maret 2020 dan Saya masih di Belanda, jadi belum ke dokter, hanya minum obat demam. Jawab Saya seperti itu.
4.Lalu Beliau tanya lagi, Saya ada pergi kemana saja? Saya sampaikan kronologis perjalanan Saya seperti di atas sambil memberikan kartu kuning dari bandara. Dan cerita berkembang.
Saya informasikan juga, Saya ada di kota Venezia tapi festival tutup karena corona, akhirnya Saya hanya pesta kecil kecilan dengan kawan di café hotel. Selagi Saya di Belanda, seorang kawan memberitahu kepada Saya bahwa kawannya yang warga inggris positif covid19 dan sedang berjuang untuk sembuh.
Dan beberapa kawan lokal Italy juga positif covid19. Kawan Saya yang warga negara Canada ini juga merasa tidak enak badan dan akan tes covid1.
Saya ceritakan ke dokter seperti itu. Semua yang diinfokan covid19 oleh kawan Saya tersebut adalah turis seperti kami di café Venezia di waktu yang bersamaan kami hadir di café tersebut sebelum Italy lockdown. Tentunya Saya khawatir juga sih, karena itu Saya periksa batuk Saya dan butuh obat
5.Tiba tiba dokter internis, meminta Saya menaikkan masker Saya lebih tinggi menutup hidung. Dan menyatakan “Ibu ini kategori PDP” maskernya harus benar betul pakainya.
Dan selanjutnya Beliau minta ijin untuk menelpon kolega Beliau. Selesai telpon, Saya diajak Beliau ke sebuah ruangan seperti IGD tapi dipisahkan dan disuruh tunggu
6.Sekitar 10 menit Saya menunggu, datang seorang dokter wanita (maaf Saya tidak bertanya nama Beliau) bilang bahwa Saya ini PDP dan harus tes SWAB. Saya tanyakan apa itu tes swab?
Beliau jelaskan dengan baik, “tes dimana Ibu akan diambil sample dari tenggerokan”. Saya tanya “apakah tes itu tidak bisa di lakukan disini?” Beliau jawab “tidak bisa bu!”, disebutkanlah 4 rumah sakit rujukan
7.Saya jawab “baik dokter” nanti Saya menuju ke RS rujukan tersebut. Lalu Saya tanyakan.
Apakah ada surat pengantar, dsb? “ tidak perlu” kata Beliau, ibu langsung datang dan sampaikan kartu kuning yang dari bandara ini,nanti mereka paham
8.Lalu dokter wanita ini bertanya ke Saya, “apakah ibu sudah berinteraksi dengan keluarga sejak ibu datang?” Saya jawab “ dengan suami sudah tapi tidak dengan anak anak, mereka ada di Jakarta dan Saya belum jumpa” kata dokter tersebut, Saya seharusnya tidak berinteraksi dengan suami dulu. Lalu Beliau meminta Saya untuk segera menuju ke RS rujukan, bebas mau pilih yang mana saja.
Saya jawab seperti ini “ Baik bu, Saya segera ke RS rujukan mungkin Sulianti Saroso” Saya mohon ijin untuk pulang ambil pakaian dan atau ambil kendaraan pribadi.
Lalu dokter tersebut mengatakan seperti ini “ Aduh ibu jangan pulang dulu, jangan bertemu dengan siapa siapa dulu dan jangan mampir mampir, harus langsung ke RS rujukan terserah ibu pilih yang mana”
9.Saya jawab lagi, Saya belum bawa persiapan bu?” karena Saya kan datang ke RS Mitra Keluarga Bekasi, untuk ke Jakarta butuh kendaraan Saya mau pulang dulu ambil kendaraan di rumah.
10.Dokter bertanya, ibu kemari naik apa? Naik Gocar jawab Saya ! Dokter tersebut menyarankan “ ya sudah ibu segera ke RS Sulianti Saroso dengan taxi, pokoknya ibu jangan mampir dan ketemu siapa siapa dulu karena ibu termasuk PDP”
11.Saya berangkat ke RS sulianto Saroso saat itu juga dengan Gocar dan hati yang gundah dan tentunya kecewa. Obat tidak dapat, tidak boleh bertemu keluarga tapi boleh naik taxi.
Selanjutnya ,
- Karena Saya merasa bingung, shock dan tidak paham seberapa bahaya PDP sampai tidak boleh bertemu keluarga. Maka Saya duduk di lobby menunggu gerimis reda dan bikin video tersebut !!
- Logika Saya, kalau seorang di suspek PDP dan berbahaya berkeliaran. Kenapa boleh naik taxi? Tapi tidak boleh bertemu keluarga atau ganti kendaraan pulang ke rumah? Apakah tidak ada protokol yang lebih manusiawi dalam menangani orang yang dinyatakan PDP?
- Beberapa kawan menghubungi Saya dan bertanya kalau pulang dari LN harus bagaimana? Dan apa fungsi kartu skrining bandara?
- Saya yang masih shock bilang “ kartu kuning itu sampah dan Cuma kutukan saja, alih alih kita diobatin batuknya, justru mereka seperti takut dengan pasien yang membawa kartu kuning”
- Kalau Saya datang dari LN dan merasa batuk saja, apa iya Saya ke puskemas? Jika Saya mampu membayar RS swasta? Apa iya langsung ujug ujug datang ke RS rujukan?
Demikian kronologis dari pembuatan video tersebut. Untuk dipahami bahwa kedatangan awal untuk berobat karena batuk dan predikat satus PDP diberikan oleh dokter RS Mitra Keluarga Bekasi, bukan oleh Saya pribadi.
Mohon kepada RS Mitra Keluarga Bekasi untuk membuka kembali cctv di RS Anda untuk mengcross check apakah Saya berbohong atau mengada ngada dan kemudian merilis seolah olah saya datang untuk minta tes covid19.
Dengan kejadian ini:
Saya meminta kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk SERIUS melakukan skrining dan Rapid Tes Covid19 kepada masyarakat terutama yang memang secara sukarela sudah menyatakan dirinya baru saja datang dari NEGARA WABAH CORONA tanpa perlu dipersulit dengan alasan “KONDISI SEHAT.
Untuk mengurangi kepanikan sebaiknya dilakukan kemudahan orang orang yang merasa dirinya baru dari datang negara Wabah untuk dapat periksa swab tanpa di sudutkan seolah olah baper dan sebagainya. Mohon jangan Playing God
Bogor, 17 Maret 2020
Terimakasih