Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) antar dua kader Partai Gerindra Provinsi Kalimantan Barat, Hendri Makaluasc dan Cok Hendri Ramapon berbuntut panjang.
Terkait perseteruan tersebut, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan sanksi atas pelanggaran kode etik terhadap Ketua KPU RI, Arief Budiman dan jajarannya.
Bahkan, Komisioner KPU RI, Evi Novida Ginting Manik, dijatuhkan sanksi pemberhentian tetap.
Evi Novida Ginting Manik mengatakan terdapat perbedaan penafsiran yang menyebabkan permasalahan perolehan suara antara dua Hendri tersebut.
“Ini kan persoalan tafsir kami yang berbeda-beda,” kata dia, pada saat sesi jumpa pers di kantor KPU RI, yang disiarkan melalui live streaming, Kamis (19/3/2020).
Baca: Evi Novida Ginting Manik Tempuh Langkah Hukum Sikapi Putusan DKPP Soal Pemberhentian Tetap Dirinya
Permasalahan itu bermula pada saat KPU Kabupaten Sanggau menetapkan rekapitulasi penghitungan suara pemilihan legislatif (pileg) 2019 di internal Partai Gerindra atas nama Hendri Makaluasc dan Cok Hendri untuk DPRD Provinsi Kalimantan Barat.
Semula, perolehan suara untuk Hendri Makaluasc 5.325 suara, sedangkan Cok Hendri 6.599 suara.
Melihat hasil tersebut, Hendri Makaluasc mengajukan permohonan PHPU ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Berdasarkan putusan Nomor 154-02-20/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan perolehan suara yang benar untuk Pemohon atas nama Hendri Makaluasc, Calon Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat 6 Partai Gerindra Nomor Urut 1, Daerah Pemilihan Kalimantan Barat 6 adalah 5.384 suara.
Baca: DKPP: Jajaran KPU Intervensi Hasil Perolehan Suara Caleg DPRD Kalimantan Barat
Adapun, untuk perolehan suara Cok Hendri, pihak MK tidak melakukan koreksi. Sehingga, perolehan suara Cok Hendri yang ditetapkan sebesar 6.599.
“KPU Kalimantan Barat konsultasi kepada KPU RI setelah putusan MK. KPU RI meminta KPU Kalimantan Barat menjalankan amar putusan MK. Kemudian, KPU Kalimantan Barat menetapkan kursi dan calon terpilih berdasarkan putusan MK. Itu ditetapkan KPU Kalimantan Barat,” kata Evi.
Merasa keberatan atas keputusan KPU, Hendri mengajukan gugatan kepada Bawaslu setempat. Pada tanggal 6 sampai dengan 7 Juli 2019, KPU Kabupaten Sanggau melaksanakan rapat pleno untuk melaksanakan putusan Bawaslu Sanggau.
Baca: BREAKING NEWS: DKPP Jatuhkan Sanksi Pemberhentian Tetap Kepada Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting
Dalam rapat tersebut KPU Kabupaten Sanggau melakukan koreksi pada Sertifikat Hasil Penghitungan Perolehan Suara Formulir Model DAAI dan Formulir model DAA1-DPRD Provinsi Partai Gerindra di 19 Desa pada wilayah Kecamatan Meliau.
Hasil koreksi tersebut ada perubahan dimana suara Hendri Makaluasc dari 5.325 menjadi 5.384 sedangkan suara Cok Hendri Ramapon dari 6.599 menjadi 4.185.
Suara Hendri sebesar 5.384 dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 154-02-20/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019.
“Putusan Bawaslu memenangkan gugatan Hendri Makaluasc dan mengoreksi perolehan saura saudara Cok Hendri. Sehingga posisi berubah tadinya Hendri Makaluasc tidak terpilih atas putusan Bawaslu Hendri Makaluasc menjadi calon terpilih,” ungkap Evi.
Melihat hal tersebut, KPU Kalimantan Barat kembali berkonsultasi dengan KPU RI.
Menurut Evi, KPU RI meminta KPU Kalimantan Barat agar mematuhi putusan MK.
“KPU RI meminta KPU Kalimantan Barat untuk melaksanakan kembali putusan MK. Jadi tidak ada satupun perintah KPU RI mengurangi dan menambahkan perolehan suara saudara Hendri Makaluasc dan Cok Hendri, yang diperintahkan oleh KPU RI itu melaksanakan putusan MK,” ujarnya.
Dia menambahkan keputusan KPU RI untuk mematuhi putusan MK itu sudah sesuai ketentuan Pasal 24 c ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 24 c ayat 1 UUD 1945 menjelaskan
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
“Yang mempunyai hak dan kewenangan (memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.,-red) itu di tangan MK,” tambahnya.
Akhirnya, Cok Hendri ditetapkan sebagai anggota DPRD Kalimantan Barat periode 2019-2024.
Sedangkan, Hendri Makaluasc melanjutkan perkara melaporkan Ketua KPU RI Arief Budiman beserta jajaran dan Ketua KPU Kalimantan Barat Ramdan beserta jajaran ke DKPP.