TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo menyadari bahwa pandemi virus corona yang menyebabkan penyakit Covid-19 berdampak terhadap pendapatan rakyat.
Jokowi bahkan mengaku kerap mendapat keluhan dari para tukang ojek hingga sopir taksi yang memiliki kredit motor dan mobil.
Untuk itu, dia menjanjikan memberi kelonggaran untuk tukang ojek, sopir taksi, serta nelayan dalam pembayaran cicilan kredit kendaraan.
Hal itu disampaikan Jokowi saat rapat dengan para gubernur melalui video conference dari Istana Merdeka Jakarta, Selasa (24/3/2020).
"Tukang ojek dan sopir taksi yang sedang memiliki kredit motor atau mobil, atau nelayan yang sedang memiliki kredit, saya sampaikan ke mereka tidak perlu khawatir karena pembayaran bunga atau angsuran diberikan kelonggaran selama 1 tahun," ujar Jokowi.
Baca: Gojek Hentikan Sementara Tagihan Cicilan untuk Driver yang Jalani Perawatan
Pemerintah juga memberikan kelonggaran cicilan bagi pengusaha kecil menengah.
Para pengusaha yang melakukan kredit dengan nilai di bawah Rp 10 miliar akan diberi penundaan cicilan selama 1 tahun dan juga penurunan bunga.
Jokowi mengaku sudah membicarakan rencana ini dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar dapat diwujudkan.
"OJK akan memberikan kelonggaran, relaksasi kredit bagi usaha mikro, usha kecil untuk nilai kredit di bawah Rp 10 miliar. Baik kredit yang diberikan oleh perbankan maupun industri keuangan nonbank," kata Jokowi.
Di sisi lain, Jokowi juga meminta pemda memberi bantuan kepada masyarakat yang ekonominya terdampak oleh pandemi Covid-19.
Jokowi menyebutkan, kebijakan menjaga jarak atau physical distancing memang efektif mencegah penyebaran virus corona.
Namun, akan banyak masyarakat kecil yang terdampak akibat kebijakan tersebut, khusunya bagi mereka yang mengandalkan pendapatan harian.
"Kalau ingin melakukan itu, hitung berapa orang yang jadi tidak bekerja, hitung berapa pedagang asongan, becak, supir yang tidak bekerja, dukungan kepada sektor-sektor itu yang harus diberikan, bantuan sosial kepada mereka harus diberikan," ucap Jokowi.
Jokowi mengatakan, penanganan Covid-19 bukan hanya berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan rakyat, namun harus dipikirkan juga dampak sosial ekonomi yang mengikutinya.
Sampai Senin (23/3/2020) sore kemarin, terdapat 579 kasus positif Covid-19 di Indonesia.
Sebanyak 49 di antaranya meninggal dunia, dan 30 lainnya dinyatakan sembuh.
Alasan belum lockdown
Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga menjelaskan kepada para gubernur se-Indonesia mengenai alasan pemerintah tidak melakukan karantina total atau Lock Down.
Menurut Presiden tidak semua negara cocok menerapkan kebijakan lockdown untuk mencegah penyebaran Corona, karena setiap negara memiliki karakter, budaya dan kedisiplinan berbeda-beda,
"Oleh itu kita tidak memilih jalan itu (lockdown)," kata Presiden.
Pemerintah kata Presiden telah mempelajari dampak yang ditimbulkan apabila diterapkan karantina total.
Baca: Suriah yang Dilanda Perang Saudara Kini Bersiap Lockdown Hadapi Covid-19
Baca: Nadiem Makarim & Komisi X DPR Sepakat UN Ditiadakan karena Corona, Beri Opsi Ini untuk Gantinya
Serta syarat yang dibutuhkan agar karantina total berjalan efektif.
Setelah dianalisa menurut presiden, Indonesia lebih tepat menerapkan psychal distancing atau menjaga jarak aman.
"Saya memiliki analisa-analisa seperti ini. Dari semua negara , ada semuanya, kebijakannya mereka apa, mereka melakukan apa, kemudian hasilnya seperti apa. Semua dari Kementerian Luar Negeri, lewat dubes-dubes yang ada terus kita pantau setiap hari. Sehingga di negara kita yang paling pas adalah psychal distancing, menjaga jarak aman," katanya.
Menurutnya menjaga jarak aman bisa mencegah penyebaran Corona apabila dilakukan dengan disiplin yang ketat.
Masyarakat menuruti himbauan tersebut dengan baik.
" Jangan sampai yang sudah diisolasi, saya baca sebuah berita sudah diisolasi masih membantu tetangganya yang mau hajatan. ada yang sudah diisiolasi masihbeli handphone belanja di pasar. Saya kira kedisplinan untuk mengisolasi yang penting," pungkasnya.
Sumber: Kompas.com/Tribunnews.com/Taufik Ismail