Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) tahun 2011-2016.
Kasus ini menyeret eks Sekretaris MA Nurhadi sebagai tersangka.
Cara KPK mendalami kasus dugaan suap dan gratifikasi senilai Rp 46 miliar itu adalah dengan memeriksa seorang Jaksa bernama Sri Astuti, Selasa (7/4/2020).
Sri diperiksa sebagai saksi untuk Nurhadi.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan, penyidik mencecar Sri terkait tugasnya yang pernah menjadi Jaksa Pengacara Negara (JPN) yang diminta oleh PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN).
Baca: Usut Kasus Nurhadi, KPK Periksa Jaksa Sri Astuti
"Penyidik mengonfirmasi kepada saksi terkait seputar tugas yang bersangkutan yang saat itu selaku JPN yang diminta oleh BUMN dalam hal ini PT KBN untuk menjadi kuasa dalam gugatan perdata PT MIT di PN Jakarta Utara," kata Ali saat dimintai konfirmasi, Selasa (7/4/2020).
Diketahui salah satu sumber penerimaan suap dan gratifikasi Nurhadi adalah penanganan sengketa antara PT KBN dan PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT).
Hiendra Soenjoto, selaku Direktur MIT saat ini juga telah menyandang status tersangka.
Ali menyebut, keterangan yang diterima penyidik dari Sri Astuti memperkuat dugaan suap dan gratifikasi yang dilakukan Nurhadi.
Baca: KPK Periksa Mantan Pengacara Praperadilan Nurhadi
"Keterangan saksi tersebut membantu penyidik KPK untuk menguatkan pembuktian dugaan korupsi yang dilakukan oleh tersangka NHD [Nurhadi]," ujarnya.
Dalam kasus ini, KPK menyangka eks Sekretaris MA Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46 miliar.
Suap diduga diberikan oleh Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto.
Baca: KPK Dalami Pertemuan antara Hartanto dan Nurhadi serta Materi Praperadilan
KPK menyangka Hiendra memberikan uang itu untuk sejumlah kasus perdata yang melibatkan perusahaannya.
Tercatat ada tiga perkara sumber suap dan gratifikasi Nurhadi, pertama perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, kedua sengketa saham di PT MIT, dan ketiga gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.
Rezky selaku menantu Nurhadi diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT MIT dari Direkut PT MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu. Cek itu diterima saat mengurus perkara PT MIT vs PT KBN.
Hingga sekarang, KPK belum bisa menangkap Nurhadi, Rezky, maupun Hiendra. Ketiganya dinyatakan masuk sebagai daftar pencarian orang (DPO) per 13 Februari 2020.