TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejak tahun lalu, harga ayam lebih sering di bawah harga produksi sehingga merugi.
Harga ayam di tingkat peternak bisa dibawah Rp 10.000 perkilogram sementara ongkos produksi bisa mencapai sekitar Rp 18.000.
Walaupun sering merugi, namun kondisi pasar masih bisa menyerap karena ada permintaan masyarakat.
Begitu terjadi wabah Covid -19, permintaan itu akhirnya turun drastis akibat adanya pembatasan sosial yang membuat rumah makan, restoran, warung, banyak yang tutup, otomatis permintaan juga anjlok.
Bahkan, jelang bulan Ramadan seperti sekarang yang biasanya jadi masa tersibuk bagi para peternak menyiapkan ayam untuk kebutuhan bulan Ramadan belum bisa mendongkrak kenaikan permintaan yang sudah berada di level terendah.
"Kondisi peternakan ibaratnya sudah seperti mayat hidup, sejak tahun 2019 lalu kami terus merugi. Adanya wabah corona ini sebagai menambah sakit saja dan menderita," ujar Parjuni, salah satu peternak ayam kepada wartawan, Sabtu (11/4/2020)..
Sebelum terjadi wabah, peternak masih sempat menjual Rp12.000-Rp13.000, begitu terjadi wabah, harga menjadi terjun bebas hanya Rp 8.000 bahkan Rp 4.000 perkilogram.
Baca: Peternak di Sukabumi Jual Ayam Hidup Langsung ke Warga Rp 10-15 Ribu per Kilogram
Baca: Di Tengah Pandemi Covid-19, Pemilihan Wali Kota Sakado Jepang Dilakukan Dengan Jaga Jarak 2 Meter
Sementara ongkos produksi tidak pernah turun, tetap Rp 17.500 - Rp 18.000.
"Bagi konsumen hal ini agak susah dipahami karena harga di pasar basah atau pasar modern masih stabil di angka Rp 30.000-35.000 per kilogram," katanya.
Rusaknya harga ayam ini terjadi akibat kelebihan pasokan sejak setahun lalu.
Pada kondisi sekarang, permintaan ayam menurun hingga lebih 50 persen akibat pembatasan aktivitas masyarakat untuk mengurangi penyebaran Covid 19.
Parjuni mengatakan, sejak tahun lalu, komposisi suplai selalu berlebih setiap bulan.
Rata-rata suplai mencapai 300 juta kg per bulan, padahal kebutuhan pasar hanya 245-255 juta kg per bulan atau rata-rata 250 juta kg per bulan.
Ada kelebihan 50 juta kilogram per bulan yang sudah melebihi kebutuhan masyarakat sehingga ia pesimis, kalaupun Lebaran ada peningkatan, tetap saja belum memberikan keuntungan buat peternak rakyat.
Baca: Harga Pemain Mahal di Liga Inggris Turun Karena Virus Corona, Ini Daftarnya
Baca: Berita Persib Bandung: Instruksi Khusus Robert Alberts Pada Pekan ke-3 Latihan Mandiri
"Ada kenaikan 20-25 persen terutama di Jawa atau maksimal 30 persen itu sudah bagus tapi tetap masih kelebihan suplai," katanya.
Saat lebaran kenaikan ada di Jawa Tengah dan Jawa Timur, karena kalau di Jawa Barat dan DKI justru berkurang karena orangnya mudik.
"Tapi kalau ada pelarangan mudik, artinya demand saat lebaran tidak ada tambahan, nilai konsumsinya tidak akan melonjak," kata peternak yang sudah berusaha sejak 2003 ini.
Peternak telah meminta agar pemerintah membuat kebijakan untuk menyikapi adanya over supply ini namun kebijakannya hanya reaktif saja.
Ketika peternak demo atau melakukan pembagian dan pembakaran ayam-ayam barulah pemerintah turun tangan mengurangi suplai.
Kebijakan itu padahal terbukti, harga di tingkat peternak kemudian membaik.
Ia memaparkan pada bulan Juni 2019 masuk ayam hanya sekitar 230 juta kilogram, saat bulan Juli bagus, peternak rakyat untung.
Tapi Juli dan Agustus tidak ada pemangkasan lagi, akhirnya bulan agustus september hancur lagi. September 230 juta lagi, Oktober bagus lagi.
"Bagus itu bukan melebihi acuan kemendag, tapi peternak bisa dapat untung. Tapi tidak dipakai lagi jadi data yang benar. Bulan Oktober ngawur, sampai Desember. Sebenernya Februari sudah juga dikurang tapi sudah kedahuluan wabah corona," keluhnya.
Parjuni mengatakan, over supply ayam ini sudah terjadi saat pasar dibanjiri DOC (Day Old Chicken). Tapi seringkali tidak diakui pemerintah.
"Kalau di rapat, diakui bahwa DOC nggak over supply tapi over di livebird (ayam hidup) saja. Padahal over supply pasti sudah dimulai dari DOC. Tapi diplintir bahwa ngga ada over di DOC tapi hanya livebird. Memangnya livebird asalnya dari bata merah? Livebird kan asalnya dari DOC, sumber over supply ya dari DOC, bukan bersumbernya livebird," ujarnya.
Akibat pemerintah yang tutup mata dengan kondisi peternak membuat peternak seperti 'mayat hidup'.
Baca: Rahasia Ayam Goreng Tepung Crispy, Intip Hasilnya pada Percobaan 9 Jenis Tepung, Mana Paling Renyah?
Baca: Kenang Glenn Fredly, Gading Marten Ungkap Rahasia Saat Lamar Sang Mantan Istri, Gisella Anastasia
"Banyak orang pajak bertanya usaha rugi tapi kok jalan. Kami ini seperti mayat hidup. Kami hanya menjalankan uangnya pabrik," katanya.
Ia menggambarkan, adanya kelonggaran pabrik yang jatuh tempo bisa 2-3 bulan bahkan 100 hari membuat peternak bertahan.
Kalau dihitung peternak rakyat ini sudah tidak hidup lagi.
Wabah corona akan mempercepat kematian para peternak ayam bila pemerintah tidak turun tangan.
"Pemerintah jangan menyalahkan wabah corona, karena kondisi ini sudah kacau. Kita sudah sakit. Kalau tidak ada corona mungkin kita bertahan sebulan lagi, karena corona jadi lebih parah dan mempercepat kematian, " ujarnya.
Padahal ada lebih dari 12 juta tenaga kerja di peternakan rakyat ini.
Kadma, salah satu peternak lain dari Bogor mengakui kondisi saat ini merupakan yang terburuk sejak 2004 pada saat terjadi pandemi flu burung dan juga resesi 1998.
Baca: Rambutnya Dicatok Keriting oleh Aurel Hermansyah, Atta Halilintar Protes: Kayak Ayam-ayaman SD
Baca: Laudya Cynthia Bella Mengaku Bertemu Suaminya Hanya Saat Malam Hari
Ketua Umum Perhimpunan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Singgih Januratmoko mengatakan, pemerintah harus melakuan gebrakan serius untuk menyelamatkan peternak ayam.
Ia juga berpendapat momen puasa dan Lebaran belum bisa mendongkrak kelesuan sektor peternakan ayam.
“Untuk pulih masih 2-3 bulan lagi. Dalam 3 minggu kedepan kondisinya masih berat. Dengan kondisi seperti ini pengusaha UMKM bakal gulung tikar, yang bertahan hanya pengusaha besar. Sementara peternak ayam di Indonesia hampir 80 persen levelnya UMKM,” katanya.
Sebelum para peternak berguguran, perlu tindakan dari hulu dan hilir dari pemerintah. Harus segera dilakukan program pasar murah dimana pemerintah memfasilitasi dengan membeli ayam dari peternakan rakyat serta program bantuan langung dalam bentuk ayam. Tidak hanya beras dan uang tunai. Terutama juga memangkas over supply sejak dari DOC.
Mencermati kondisi saat ini Yeka Hendra Fatika dari Pusat Kajian Pertanian dan Advokasi mengatakan, produk unggas baik itu karkas harus diserap jadi cadangan pangan nasional.
"Saran saya Menteri perekonomian merespon cepat untuk menarik 20 ribu ton ayam atau karkas agar RPA (Rumah Pemotongan Ayam) dan cold storage yang sekarang penuh ini jadi kosong dan dialihkan ke pemerintah karena kosong produk dari peternak mitra bisa masuk lagi ke RPA nah ini langkah merespon cepat," katanya.
Parjuni meminta agar pemerintah mengurangi suplai DOC hingga 40 persen, menunda setting telur untuk 4 minggu kedepan agar harga livebird ditingkat peternak bisa bergerak naik sesuai harga acuan kementrian perdagangan, Dengan demikian peternak ayam dapat hidup kembali.