-Bocor ke Publik di Media Sosial
-Bisa Mengarah ke Pidana Korupsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di tengah bangsa Indonesia dilanda keprihatinan karena diterjang wabah virus Covid-19, beredar di media sosial surat berlogo Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, tertanggal 1 April 2020 dan ditandatangani Staf Khusus Presiden Jokowi, Andi Taufan Garuda Putra.
Andi sendiri sudah memintaa maaf dan menarik surat tersebut.
Surat Andi itu ditujukan kepada camat di seluruh Indonesia, perihal kerjasama sebagai relawan desa lawan covid-19.
Dalam surat berkop setneg itu disebutkan, Andi meminta para perangkat desa agar mendukung pelaksanaan program kerjasama dengan perusahaanya, PT Amartha Mikro Fintek.
Perusahaan milik Andi itu akan menerjunkan petugas ke lapangan.
Diketahui perusahaan itu didirikan oleh Andi dan sekaligus sebagai CEO-nya. Andi Taufan menyebut telah menerima komitmen dari PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) untuk berpartisipasi dalam menjalankan program milik Kemendes PDTT di area Jawa, Sulawesi, dan Sumatera.
Surat itu langsung menuai kecaman dari masyarakat dan juga anggota DPR. Anggota Komisi V DPR Irwan menyebutkan, Andi Taufan Garuda Putra telah bertindak memalukan dan harus diberhentikan.
"Tindakan staf khusus presiden, sangat memalukan dan tidak bisa ditolerir, karena ini terjadi di lingkungan istana, dalam situasi darurat kesehatan serta bencana nasional," ujar Irwan kepada wartawan, Jakarta, Selasa (14/4/2020).
Irwan menilai, tindakan Andi Taufan yang membawa perusahaan pribadinya, bisa dikategorikan delik korupsi dengan menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi.
Baca: Ramalan Zodiak Hari Ini, Rabu 15 April 2020: Leo Dipenuhi Emosi, Capricorn Lebih Peka
Baca: Ramalan Zodiak Hari Ini, Rabu 15 April 2020: Leo Dipenuhi Emosi, Capricorn Lebih Peka
Baca: Polemik Surat Stafsus Presiden, Wamendes PDTT Telusuri Oknum yang Bermain
"Staf khusus itu harus mundur atau dipecat," tutur politikus Partai Demokrat itu.
Irwan menduga, kerjasama perusahaan milik staf khusus presiden dengan Kementerian Desa dan PDTT, akan menggunakan anggaran kementerian tersebut dalam menangani covid-19 di berbagai desa.
"Menteri Desa dan PDTT melalui surat edaran memerintahkan kepala desa untuk realokasi atau refocusing APB Desa, termasuk dana desa untuk penanganan covid-19 di desa. Tentu kerjasamanya menggunakan dana desa itu di lapangan," papar Irwan.
Pengamat ahli tata negara Feri Amsari juga angkat bicara. Feri menilai, surat tersebut memiliki sejumlah kejanggalan dan sangat aneh karena sangat terlihat adanya kepentingan.
"Ini surat aneh ya karena terbuka sekali permainan kepentingannya. Kejanggalan pertama, staf khusus presiden bukanlah pihak yang berwenang menentukan pihak yang memberikan layanan jasa.
Tidak mungkin pengadaan barang dan jasa di wilayah seluruh desa di Indonesia dengan melakukan penunjukan," ujar Feri, ketika dihubungi Tribunnews.com, Selasa (14/4).
Dia juga melihat nuansa konflik kepentingan dalam hal ini sangatlah tinggi. Terutama karena Andi merupakan pendiri perusahaan yang dimaksud.
Feri mengatakan, konflik kepentingan itu dilarang dilakukan penyelenggara negara dalam UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas KKN.
Kejanggalan selanjutnya, Feri melihat pengadaan barang dan jasa berskala besar seharusnya melalui open tender. Bukannya penunjukkan langsung. Hal tersebut, katanya, bisa berujung kepada pidana apabila memiliki motif mencari keuntungan dan penyalahgunaan kekuasaan.
"Kalau motifnya mencari keuntungan dengan menyalahgunakan kekuasaan dapat digolongkan kepada korupsi sebagaimana diatur dalam UU 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi," kata dia.
"Dan ketika dilakukan di tengah bencana, ancamannya bisa 20 tahun penjara atau hukuman mati. Karena dianggap memanfaatkan keadaan mencari keuntungan di tengah penderitaan publik luas," tandasnya.
Tanggungjawab Jokowi
Anggota Ombudsman RI, Adrianus Meliala, menyoroti kasus tersebut. Menurut dia, pejabat di lingkungan Staf Khusus Presiden, Sekretaris Kabinet, dan Sekretariat Negara khususnya pejabat hasil penunjukan perlu lebih banyak dibekali berbagai soft skill birokrasi.
"Melalui kasus ini, diharapkan ada semacam pelatihan atau peningkatan pengetahuan tentang hal-hal tersebut," kata dia, saat dihubungi, Selasa (14/4).
Dia menjelaskan soft skill itu misalnya bagaimana menghindari diri dari konflik kepentingan, menghindari jebakan gratifikasi hingga korupsi, bagaimana ketentuan penggunaan kop surat, penggunaan tanda tangan basah dan lain-lain.
Pengetahuan di bidang birokrasi, katanya, pejabat non karier itu berbeda dengan pejabat karier.
"Umumnya, pejabat karier sudah tahu hal-hal itu karena sudah terbiasa. Kalaupun kemudian melanggarnya, pasti karena ada niat buruk," tambahnya.
Anggota DPR Mardani Ali Sera pun meminta Jokowi bertanggung jawab atas aksi staf khususnya. Pasalnya, staf khusus itu langsung di bawah Presiden.
"Pak Jokowi yang harus bertanggung jawab karena beliau tentu sudah siap dengan kesalahan seperti ini jika merekrut anak muda. Dan baik jika Presiden yang maju membela dan meluruskan stafsusnya," ujar Mardani, ketika dihubungi, Selasa (14/4).
Dia menilai Jokowi harus membina para staf khususnya dari golongan milenial karena dinilai memiliki potensi luar biasa. Pembinaan diperlukan agar kesalahan serupa tak terulang kembali.
Anggota Komisi II DPR RI tersebut menyoroti penggunaan kop surat Sekretaris Kabinet.
Menurutnya, apa yang dilakukan Andi tersebut tidak seusai hierarki. Kata Mardani, camat berada di bawah pembinaan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sehingga semua seharusnya dikoordinasikan dengan Kemendagri.
"Mengurus negara itu ada aturan mainnya. Niat baik tidak berarti semua bisa diatur tanpa mengikuti prosedur. Kedua, surat itu menggunakan kop surat Sekretaris Kabinet. Menseskab perlu bertanggung jawab memberikan pembinaan," kata dia. (taufik/glery/seno/gita/tribunnews.com/cep)