TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Arven Marta, Direktur Eksekutif Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI) Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), mendukung Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) yang kini tengah bergulir di Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasalnya, RUU tersebut dinilai menyederhanakan regulasi yang selama ini menjadi penghalang investasi di Indonesia.
Arven menyebutkan bahwa salah satu faktor yang menghambat laju perekonomian di Indonesia selama ini adalah jalur birokrasi.
Baca: Penyaluran Baru Terealisasi 33,70%, Kementan Bantah Ada Kelangkaan Pupuk
Baca: Kapolda Jatim Ungkap Bagaimana Awal Penyebaran Virus Corona di Surabaya
Baca: Punya 6.500 Pegawai, Ruben Onsu Stres Hadapi Imbas Virus Corona : Lebih Seram dari Cerita Ilmu Hitam
“Nah, dengan adanya Omnibus Law, jalur birokrasi yang selama ini berbelit-belit karena regulasi yang panjang akan terpangkas. Dampaknya, proses investasi yang selama ini dikeluhkan oleh sebagian investor akan berjalan dengan cepat,” kata Arven Marta saat dihubungi, Rabu (15/4/2020).
Dengan adanya penyederhanaan regulasi tersebut, investasi di Indonesia akan mudah dan secara otomatis akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
“Menurut saya (Omnibus Law) baik bagi iklim investasi di Indonesia dan bisa memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia,” kata dia.
Pemuda asal Sumatera Barat ini juga meyakini bahwa Omnibus Law Cipta Kerja dan Omnibus Law Perpajakan akan saling mendukung dan saling melengkapi, serta dapat menjadi pemantik demi mengupayakan cita-cita bersama untuk kepentingan ekonomi nasional.
“Perpaduan kedua Omnibus Law di atas sangat tepat jika diimplementasikan di tengah dinamika ketidakpastian geopolitik global saat ini, akibat upaya proteksionisme negara adidaya. Penciptaan iklim investasi yang kondusif akan sangat berpengaruh terhadap meningkatnya daya tarik investasi nasional yang diharapkan dapat menarik pola aliran investasi negara–negara maju di berbagai kawasan Indonesia,” ujarnya.
Menurut Arven, pada praktiknya, Omnibus Law Cipta Kerja akan menyasar kepada 11 hal pokok, yakni penyederhanaan perizinan; persyaratan investasi; ketenagakerjaan; kemudahan; pemberdayaan dan perlindungan UMKM; kemudahan berusaha; dukungan riset dan inovasi; administrasi pemerintahan; pengenaan sanksi; pengadaan lahan; juga investasi dan proyek pemerintah serta kawasan ekonomi.
Dari sebelas hal pokok tersebut, dirancang penyederhanaan berusaha yang meliputi perizinan dasar (izin lokasi, perizinan lingkungan, perizinan bangunan gedung) serta perizinan sektor yang mencakup lima belas sektor.
Di lain sisi, Omnibus Law Perpajakan mencakup enam pilar, yaitu pendanaan investasi, sistem teritori, subjek pajak orang pribadi, kepatuhan wajib pajak, keadilan iklim berusaha, dam fasilitas. Keenam pilar tersebut akan fokus pada penguatan peran instrumen fiskal sebagai counter cyclical dalam menjaga kestabilan ekonomi dengan memastikan kemudahan iklim berinvestasi.
“Omnibus Law diharapkan menjadi lompatan besar dan langkah terobosan dalam mengupayakan iklim investasi yang kondusif, sehingga hyper-regulation, baik sektoral maupun operasional yang selama ini menjadi penghambat masuknya investasi dapat diminimalisir guna memastikan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dapat berjalan sesuai harapan,” ungkap Arven.
Meski mendukung Omnibus Law, aktivis HMI ini memiliki sejumlah catatan kritis, di antaranya saat negara menghadapi pandemi covid-19 seperti sekarang ini, agaknya kurang elok membahas Omnibus Law. Dia menyarankan agar semua pihak fokus menghadapi covid-19. “Menurut saya, saat ini Omnibus Law kurang pas untuk dibahas, karena di situasi covid-19 ini, lebih baik membahas soal pemulihan covid-19 telebih dahulu,” sarannya.
Setelah pandemi corona berakhir, ia meyakini bahwa Omnibus Law dapat menjadi solusi dari krisis ekonomi yang terjadi.
“Saya optimis sekali dan berharap setelah pandemi covid-19 ini, Omnibus Law mampu menjadi solusi bagi peningkatan ekonomi Indonesia, dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Karena kita tahu saat ini akibat dari covid-19 ini menyebabkan perlambatan ekonomi global, perlu ada gebrakan khusus,” ujar dia.