News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polemik Surat Staf Khusus Presiden

Istana Disebut Gagal Merekrut Staf Khusus, Kesalahan Andi Taufan Tak Bisa Dimaafkan

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Founder dan CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra (KOMPAS.com/MUTIA FAUZIA)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polemik surat Staf Khusus Presiden Andi Taufan ke kecamatan se-Indonesia untuk ikut campur menangangi penanganan virus Covid-19 dengan melibatkan perusahaannya, terus menggelinding.

Beberapa anggota DPR, pengamat hukum dan komunikasi politik, aktivis Indonesian Corruption Watch (ICW) mendeksak Presiden Joko Widodo (Jokowi) memecat Andi, sementara yang lain menyebutkan ini saat yang tepat membubarkan staf khusus.

Direktur Eksekutif ETOS Indonesia Institute Iskandarsyah, menilai ulah dari staf khusus milenial Presiden Joko Widodo, Andi Taufan, adalah bukti bahwa istana gagal dalam merekrut orang-orang kompeten di sekelilingnya. Menurutnya, terlalu banyak manuver yang dilakukan oleh generasi muda seperti Taufan.

"Ini pembelajaran bagi pihak istana, hati-hati merekrut stafsus, apalagi dari kalangan millenial," ujarnya dalam keterangan yang diterima Tribunnews, Rabu (15/4).

Pasalnya, Iskandar menyebut sekarang semua energi dan kekuatan bangsa sedang difokuskan untuk menangani dampak dari virus corona (Covid-19).

Baca: BMKG: Prakiraan Cuaca Hari Ini, Kamis 16 April 2020: Wilayah Bandung Diprediksi Hujan di Siang Hari

Baca: Selevel Hotman Paris? Lihat Hunian Nyaman dan Koleksi Mobil Mewah Pengacara Sunan Kalijaga

Baca: Jangan Sok Kebal, Nongkrong di Kafe, Tahu-tahu Gak Pakai ODP dan PDP Langsung Positif Covid-19

"Saya melihatnya bukan prihatin, tetapi justru sebaliknya. Rakyat ini sedang menderita karena Covid-19, tetapi justru ada yang berulah," lanjut Iskandar.

Karena itulah, Iskandar menyarankan agar Presiden Jokowi mempertimbangkan opsi untuk mencabut mandat dari Andi sebagai stafsus, meski yang bersangkutan sudah mencabut surat dan meminta maaf.

"Ya sah-sah saja minta maaf. Namun, mandat stafsus milenial itu lebih baik dicabut, dari pada menghamburkan uang negara menggaji orang yang justru membuat ulah yang efeknya ke semua masyarakat," katanya.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayoga, mendesak Andi meminta maaf kepada seluruh camat di Indonesia atas perbuatannya. Selain itu, Presiden Joko Widodo juga didesak untuk mencopot Andi dari jabatannya sebagai staf khusus.

"Andi Taufan Garuda Putra harus segera mengirimkan surat permintaan maaf kepada camat di Indonesia terkait dengan langkah yang telah ia lakukan sebelumnya," katanya.

Memanfaatkan Kekuasaan

Komisioner Bidang Penelitian dan Dokumentasi Komisi Informasi Pusat (KIP), Romanus Ndau menjelaskan, kasus Andi Taufan membuka mata publik bahwa pilihan presiden tidak melulu sebagaimana diharapkan publik. Ia pun menyarankan agar Presiden Jokowi segera melakukan evaluasi di tim kepresidenan.

"Kasus Andi membuka mata publik bahwa yang direkrut presiden itu tidak sebagaimana diharapkan publik. Tentu kan tidak semua pilihan presiden yang terbaik, itu situasi wajar. Dengan ini presiden harus segera melakukan evaluasi," kata Romanus Ndau kepada Tribunnews, Rabu (15/4).

Andi adalah contoh nyata bahwa orang yang sukses di bidang tertentu tidak berarti bisa menjadi abdi negara yang baik. Romanus menjelaskan, ke depan, multi faktor harus dinilai dalam pemilihan abdi negara.

Andi dinilai Romanus ingin memanfaatkan kekuasaan dan telah menyalahgunakan kepercayaan presiden untuk kepentingan pribadinya.
"Itu merupakan kesalahan yang fatal," katanya.

Komisioner Bidang Penelitian dan Dokumentasi Komisi Informasi Pusat (KIP) Romanus Ndau (Genik Lendong/Tribunnews.com)

Apa yang diperbuat Andi, lanjut Romanus, telah mendistorsi gerakan presiden untuk penanganan Covid-19 yang efektif, transparan dan efisien. Dalam hal ini, Romanus menegaskan bahwa Andi Taufan harus segera diganti.

Presiden pun harus menjadikan kasus Andi sebagai momentum untuk melakukan evaluasi terhadap tim kepresidenan. Bila ingin merampingkan tim presiden yang sudah terlalu gemuk, sekarang adalah saat yang tepat. Tugas Jokowi mengakomodir kepentingan banyak partai menurut Romanus telah berlalu.

"Beban presiden mengakomodir banyak partai sudah berlalu, sekarang dia harus benar-benar berorientasi pada kerja. Kalau mau merampingkan anggaran, lakukan sekarang."

"Personalia yang berat, tim presiden yang terlalu gemuk, yang membebani presiden dan membebani anggaran negara sudah saatnya dirampingkan," katanya.

Saatnya Membubarkan

Pengamat Komunikasi Politik Ari Junaedi menilai langkah Staf Khusus Presiden Andi Taufan Garuda Putra yang mendompleng surat berkop sekretariat kabinet untuk memasarkan perusahaan pribadinya PT Amartha sangat memalukan. Selain merusak nama kelembagaan, aksi tidak terpuji ini juga mengundang sinis terhadap cara Istana menangani kasusnya.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral menyebut Istana telah melakukan teguran keras. Namun, di mata Ari Junaedi, langkah tersebut terbilang sekedar basa-basi. Apa yang dilakukan Andi Taufan jelas sangat tercela.

Berbungkus momentum penanganan covid-19, Andi dinilai menggunakan kedudukannya untuk kepentingan pribadi.

"Dengan mendompleng institusi negara sungguh tidak bisa dimaafkan hanya dengan teguran. Harusnya Presiden Jokowi memecat sekaligus membubarkan saja keberadaan staf khusus yang tidak ada gunanya. Lebih baik anggaran untuk staf khusus dialihkan ke penanganan covid-19," kata Ari dalam keterangannya, Rabu (15/4).

"Presiden terlalu banyak staf dan keberadaannya justru "merecoki" fungsi lembaga lain," tambahnya.

Sejak awal, lanjut Ari, dirinya melihat pembentukan staf khusus ini hanya menampung keberadaan kaum millenial.

"Tetapi seharusnya tidak dalam posisi staf khusus. Ini periode terakhir masa jabatan kedua dari Jokowi. Aura Istana tidak sedang dalam kampanye," ujar Ari .

Bagi peraih penghargaan Sertificate of Merit 2014 dari WCO ini, tingkah pola Staf Khusus Andi Taufan di kala mewabahnya pandemi corona sangat berimbas negatif pada keseriusan Jokowi dalam memerangi wabah Covid-19.

Langkah terbaik yang harus dilakukan Jokowi, menurut Ari, yakni memecat Andi Taufan serta membubarkan keberadaan staf khusus. Namun akan lebih elok jika Andi Taufan sendiri yang mundur.

"Klaim Amartha yang mengaku bekerjasama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal & Transmigrasi juga harus diusut tuntas. Apakah pola kerjasamanya dilakukan secara benar atau menggunakan jalur potong kompas," jelasnya.

Surat Staf Khusus Presiden Jokowi, Andi Taufan yang viral (Twitter @na_dirs)

Seperti diberitakan sebelumnya, Andi Taufan diketahui mengirim surat ke seluruh semua camat di Indonesia. Surat yang tersebar di media sosial tersebut menggunakan kop resmi Sekretariat Kabinet RI.

Dalam surat tersebut tertulis:

"Dalam rangka menanggulangi dan memutus rantai penyebaran virus corona (COVID-19) di wilayah pedesaan Indonesia, kerjasama antar elemen masyarakat baik Pemerintah, Swasta maupun masyarakat sangat diperlukan, terutama dalam hal edukasi dan penyaluran bantuan"

"Terkait dengan program Relawan Desa Lawan COVID-19 yang diinisiasi oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia, kami telah menerima komitmen dari PT Amartha Mikro Fintek (“Amartha”) melalui surat tertanggal 30 Maret 2020, untuk dapat berpartisipasi dalam menjalankan program tersebut di area Jawa, Sulawesi dan Sumatera."

Andi meminta para perangkat desa terkait agar dapat mendukung pelaksanaan program kerjasama dengan perusahaanya. (deni/glery/genik/tribunnetwork/cep)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini