Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI,Anas Thahir menilai pelatihan berbasis daring dalam kebijakan Kartu Prakerja tidak tepat di tengah pandemi virus corona atau Covid-19 seperti saat ini.
Apalagi, pelatihan tersebut menghabiskan anggaran sebesar Rp 5,6 triliun dari total Rp 20 triliun dana yang dianggarkan untuk program Kartu Prakerja.
Baca: 23 Kantor di Jakarta Ditutup Paksa karena Tak Patuhi PSBB, 126 Lainnya Diperingatkan
"Saat ini banyak pengangguran karena lesunya sektor industri, bukan pekerja baru yang membutuhkan pelatihan. Mereka pekerja lama membutuhkan bantuan tunai untuk bertahan hidup," ujar Anas dalam keterangannya, Jumat (17/4/2020).
Dia juga menegaskan seharusnya pemerintah fokus menjaga konsumsi masyarakat di saat maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sebab, berdasarkan struktur perekonomian Indonesia, kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi domestik.
Sepanjang 2019, kata dia, BPS mencatat konsumsi rumah tangga menjadi sumber pertumbuhan tertinggi yang mencapai 2,73 persen.
Berkaca dari data, salah satu cara menjaga agar konsumsi rumah tangga tak goyah adalah dengan memberikan bantuan-bantuan tunai.
"Artinya, pemerintah seharusnya bukan memberikan bantuan yang sifatnya pelatihan seperti Kartu Prakerja. Anggaran pelatihan online kami nilai kurang bermanfaat untuk penerima bantuan, bahkan hanya akan dinilai sebagai proyek yang hanya menguntungkan penyedia jasa pelatihan," jelasnya.
Anas menilai hal ini akan berbeda jika kartu prakerja dialihkan untuk bantuan tunai bagi pekerja terdampak PHK atau masyarakat terdampak Covid-19.
Sehingga akan ada multiplier effect bagi perekonomian.
Di sisi lain, Anas mengatakan pihaknya meminta jumlah pelatihan secara daring dikurangi dan disesuaikan dengan sasaran bagi mereka yang baru akan memasuki dunia kerja jika pada akhirnya tetap dilaksanakan.
Politikus PPP tersebut juga menyoroti penunjukkan penyelenggara pelatihan secara daring yang dinilai harus sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Baca: Rekor, Klaim Pengangguran AS Akibat Virus Corona Capai Lebih dari 22 Juta
Sebaiknya, lanjut Anas, hal ini ditangani oleh Kementerian Ketenagakerjaan sehingga tidak muncul temuan adanya penyalahgunaan prosedur di kemudian hari.
"Kami minta pemerintah untuk memastikan bahwa anggaran Rp 20 triliun dari kartu Prakerja benar-benar efektif tersalurkan dan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan saat ini. Jangan hanya menjadi proyek kurang berguna dan terksesan menghambur-hamburkan dana," pungkas Anas.
Survei SMRC soal Pekerja Indonesia
Sebanyak 39 persen masyarakat setuju jika pelanggar kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) virus corona (Covid-19) diberi sanksi.
Sanksi yang dimaksud berupa denda atau hukuman lainnya.
Baca: Surat yang Beredar di Media Sosial Disebut Bukan Tilang Tapi Surat Teguran PSBB, Ini Perbedaannya
Angka itu merupakan hasil survei yang dilakukan Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) pada 9 sampai 12 April 2020 terhadap 1.200 responden yang diwawancarai melalui telepon yang dipilih secara acak, dengan margin of error 2,9 persen.
"Sikap warga dalam mendukung atau tidak mendukung pemberlakuan sanksi terhadap warga yang melanggar kebijakan PSBB cukup terbelah, yang setuju 39 persen," kata CEO SMRC Sirajuddin Abbas melalui keterangan tertulis kepada Tribunnews.com, Jumat (17/4/2020).
Sementara, sebanyak 31,2 persen masyarakat tidak setuju jika sanksi diterapkan.
Angka itu sedikit lebih kecil dibandingkan presentase yang setuju.
Sedangkan, sebanyak 29,8 persen lainnya memutuskan tidak menjawab.
Hasil survei juga menunjukan, provinsi yang warganya paling banyak mendukung pemberlakuan sanksi pelanggar PSBB adalah Jawa Timur dan Banten, dengan presentase sebesar 45 persen.
Kemudian, warga DKI Jakarta yang memberikan dukungan sebanyak 40 persen.
Baca: Survei SMRC: 77 Persen Masyarakat Indonesia Terancam Penghasilannya Akibat Pandemi Virus Corona
Warga Sulawesi selatan 37 persen, Jawa Tengah 34 persen dan Jawa Barat 29 persen.
Survei juga menemukan bahwa 64,8 persen masyarakat percaya PSBB mampu mencegah penyebaran virus corona (Covid-19).
Diberi Teguran Terlebih Dahulu Baru Penindakan
Pemprov DKI Jakarta telah menerapkan protokol kesehatan yaitu Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) guna mengatasi penyebaran virus corona atau Covid-19.
Protokol kesehatan ini juga akan diikuti daerah penyangga, seperti Depok, Tangerang dan Bekasi.
Baca: Curhat Para Petugas Makam Covid-19: Sempat Dikucilkan Hingga Sedih Antar Jenazah Setiap Hari
Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya bersama jajaran terkait melakukan pemantauan kendaraan yang melintasi Jakarta.
Bagi pengendara, baik roda dua ataupun roda empat yang tidak mematuhi aturan PSBB akan dikenakan teguran.
Namun baru-baru ini beredar surat tilang pelanggar PSBB di media sosial.
Menanggapi informasi tersebut, Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Sambodo Yogo Purnomo menegaskan itu bukan surat tilang, melainkan surat teguran.
“Yang beredar itu bukan surat tilang, tetapi hanya surat teguran saja,” kata Sambodo Purnomo saat dikonfirmasi, Rabu (15/4/2020).
Ia juga memastikan surat tersebut sebatas hanya surat teguran saja selama PSBB diterapkan di Jakarta.
Surat teguran katanya sangat penting agar masyarakat bisa menjaga diri untuk kesehatannya dan orang banyak serta menerapkan PSBB selama waktu yang ditentukan.
"Jadi sekali lagi bukan surat tilang,” kata Sambodo.
Sebelumnya Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus di Mapolda Metro Jaya, mengatakan Polda Metro Jaya mulai menerapkan teguran tertulis kepada para pengendara mobil dan motor yang kedapatan melanggar ketentuan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta, mulai Senin (13/4/2020).
Dari teguran tertulis itu, pelanggar PSBB terdata dan jika ke depan diketahui melanggar lagi maka dikenakan sanksi atau proses hukum sesuai Pergub DKI Nomor 33 Tahun 2020 terkait PSBB di Jakarta.
"Jadi masih kita imbau dan edukasi juga ke warga terkait PSBB ini. Tetapi sekaligus ada yang namanya dengan teguran tertulis, sejak Senin kemarin," kata Yusri.
Baca: Dua Pelaku Pencurian Minyak Angin di Minimarket Kecelakaan saat Melarikan Diri
"Yang melanggar kita suruh tulis data diri dan kita data, lalu suruh pulang saja itu sudah sanksi sebenarnya," katanya.
"Kenapa kita berikan teguran tertulis? Agar ada datanya lengkap, jadi nanti kalau sudah dua kali melanggar, maka sudah masuk data base Polda dan bisa kita lakukan sanksi lebih tegas. Tapi penindakan itu adalah jalan terakhir," katanya.