TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perhubungan Ad Interim, Luhut Binsar Pandjaitan bicara panjang lebar soal keputusannya menolak menghentikan operasinal KRL Jabodetabek.
Penghentian operasional KRL merupakan permintaan sejumlah kepala daerah selama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Soal alasannya, pemerintah sudah menjelaskan karena masih banyak para pekerja di Jabodetabek yang membutuhkan transportasi KRL untuk pergi ke tempat kerja.
Keputusan itu menuai pro dan kontra publik. Namun lewat tulisan dalam akun Facebook pribadinya, pada Minggu (19/4/2020) Luhut menjelaskan latar belakang keputusan itu diambil.
Tulisan itu ia mulai dengan nostalgia. Di usianya saat ini, Luhut mengatakan masih seringkali teringat pada kenangan masa kecil dan kehidupan bersama orang tuanya di Simargala, Toba Samosir.
Mantan Komandan Khusus Satgas Tempur Kopassus itu mengatakan, menjalani kehidupan masa kecil bersama orang tua dan adik-adik dalam keadaan yang sangat sulit.
Sang bapak adalah satu-satunya pencari nafkah dalam keluarga dengan menjadi sopir bus AKAP di Sibualbuali. Gajinya hanya cukup untuk makan sehari-hari.
"Jadi kalau mau dibilang, saya adalah anak sopir bus AKAP dan dilahirkan dari seorang Ibu yang tangguh meskipun tidak tamat Sekolah Rakyat," tulis Luhut.
Luhut Binsar Pandjaitan cerita masa kecilnya
Ia lantas mengatakan, masa kecilnya dihabiskan dengan merantau untuk mencari penghidupan yang lebih baik.
Luhut mengaku, pengalaman hidup di masa kecilnya itu selalu dijadikan pegangan dalam merumuskan berbagai kebijakan yang terkait dengan hajat hidup masyarakat Indonesia, termasuk terkait operasional KRL.
Seringkali, di sela-sela waktu senggang seperti hari Minggu, kata Luhut, ia menyempatkan diri melihat kanal media sosialnya dan membaca kolom komentar di setiap postingan maupun pesan di kotak masuk.
Dari situ, Luhut mangaku banyak mendapatkan aspirasi dari mulai kritik hingga dukungan disampaikan oleh masyarakat Indonesia.
Soal KRL, ia mengaku mendapatkan laporan dari banyak pihak bahwa penumpang KRL Commuter Line Jabodetabek mayoritas adalah pekerja di sektor usaha yang masih diizinkan beroperasi selama PSBB.
Saat ini ada 8 sektor usaha yang diizinkan beroperasi selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), salah satunya sektor kesehatan dan pangan
Dari banyak pesan itu, Luhut mengatakan ada satu yang membuatnya terharu. Pesan itu kata dia, berasal dari seorang ibu pekerja yang tinggal di Bekasi dan setiap harinya harus naik KRL Commuterline Jabodetabek menuju Jakarta untuk sampai di tempat kerjanya.
Ibu itu ucapnya, menuliskan pesan sedang kebingungan bagaimana caranya sampai ke tempat kerja jika pemerintah menghentikan operasional KRL, sementara suaminya sudah dirumahkan tanpa digaji akibat imbas pandemi Covid-19.
"Membaca pesan dari ibu ini, batin saya disergap rasa haru dan seketika teringat perjuangan kedua orang tua saya dalam menghidupi ke empat anak-anaknya agar tetap bisa makan setiap hari dan mendapat pendidikan yang layak meskipun hidup mereka serba sulit," ucapnya Luhut.
Apalagi tuturnya, jumlah Ibu bekerja semakin banyak dan menjadi tulang punggung membantu perekonomian keluarga.
Atas dasar pertimbangan itulah, Luhut mengatakan memutuskan operasional KRL Commuter Line Jabodetabek tetap berjalan seperti biasa.
Meski begitu, ada pembatasan waktu dan pengendalian penumpang KRL, setidaknya sampai Bantuan Sosial (Bansos) dari pemerintah sudah diterima masyarakat.
Luhut berjanji akan terus melakukan evaluasi kebijakan tersebut. Ia berharap masyarakat Indonesia untuk tetap saling menjaga di tengah situasi pandemi Covid-19.
Di akhir tulisannya, Luhut berpesan agar keputusan yang diambil tidak perlu dibenturkan antara satu kebijakan dengan kebijakan lainnya.
"Kita semua bekerja semaksimal mungkin agar pandemi Covid-19 bisa kita atasi bersama-sama," tandasnya.
Pengguna Dukung Luhut
Seperti diketahui, Kementerian Perhubungan menolak usulan itu dan hanya akan melakukan pembatasan, bukan menutup atau melarang layanan KRL untuk menekan potensi penularan Covid-19.
Sikap Kemenhub didukung para pengguna KRL yang masih memanfaatkan moda angkutan tersebut hingga kini.
Mengacu pada peraturan menteri kesehatan tentang PSBB untuk menekan potensi penularan Covid-19, langkah yang dilakukan adalah pembatasan dan bukan penghentian transportasi.
“Kedua peraturan ini pada prinsipnya memiliki spirit yang sama yaitu mengendalikan transportasi dengan melakukan pembatasan dan bukan dengan melakukan penghentian secara total khususnya untuk memberikan pelayanan bagi pekerjaan maupun aktivitas yang tidak dikecualikan di dalam PSBB,” ucap Juru Bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati.
Keputusan Kemenhub didukung warga. Seperti ditayangkan KompasTV, warga berharap KRL Commuterline tetap beroperasi meski jumlahnya dibatasi.
"Isu mau dihentikan ini agak bikin degdegan. SOalnya jarak (rumah ke kantor) jauh juga dan satu-satunya transportasi untuk saya ya KRL," kata Galih, salah seorang pengguna KRL.
Hal serupa disampaikan Lina. Katanya pembetasan operasional KRL nggak masalah. Tapi jangan dihentikan sama sekali. "Soalnya kita membutuhkan banget," ucapnya.
Menurut Nugi, pengguna KRL lainnya, kendaraan lain selain KRL saat ini susah. Sehingga ia tak setuju jika moda angkutan massal itu dihentikan. "Kalau KRL kan Praktis,"
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengusulkan uji coba penghentian sementara operasional KRL di wilayah Bogor, Depok, Bekasi.
Ia meminta agar pekerja yang diperbolehkan selama masa pembatasan sosial berskala besar mendapatkan fasilitas jemputan dari perusahaan sehingga tidak menggunakan anggkutan umum seperti KRL.
“Sebenarnya kami punya usulan, pemberhentian KRL ini diuji-cobakan saja dulu. Kalau memang nanti ada dinamika, saya kira bisa dibatalkan setelah diuji-cobakan, kan. Harapannya saya kira masih itu. Tapi kepada mereka yang bekerja di industri yang dikecualikan, kita bisa wajibkan perusahaan itu melakukan antar-jemput,” kata Ridwan Kamil.
Meski demikian, sebegai gubernur, Ridwan Kamil akan mengaku akan mengikuti keputusan Kementerian Perhubungan yang tetap memutuskan kereta listrik komuter line beroperasi.
Sementara itu, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi tak mempersalahkan keputusan Kemenhub yang mengoperasikan KRL di tengah penerapan PSBB.
“Kementerian Perhubungan tidak mengizinkan yang diminta oleh daerah-daerah Bodebek ya pada prinsipnya tidak masalah. Karena kewenangan itu adalah kewenangan pusat.
"Hanya nanti Kepala Stasiun dengan pemerintah daerah mengatur ritme-ritme itu, jangan sampai terjadi penumpukan, pergesakan orang,” ucap Rahmat Effendi.
Jika Dihentikan Malah Timbulkan Masalah Baru
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, menyebut bahwa Kereta Rel Listrik (KRL) akan tetap beroperasi dengan pembatasan waktu dan pengendalian penumpang.
Luhut yang juga Menteri Perhubungan Ad Interim itu mengatakan KRL akan tetap beroperasi, sampai bantuan sosial (Bansos) dari pemerintah sudah diterima masyarakat.
>