Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengusulkan pemerintah dan KPU RI agar menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) pada 2021.
Salah satu alasan mengapa penundaan Pilkada yang semula dijadwalkan waktu pencoblosan 23 September 2020 itu, karena dikhawatirkan calon petahana akan memanfaatkan masa penanganan pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19) untuk kepentingan politik praktis.
Pada Februari 2020 lalu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan ada 230 petahana berpotensi menyalahgunakan kekuasaan di Pilkada 2020. Seluruh petahana ini merupakan kepala daerah yang berpotensi maju kembali di kontestasi pesta demokrasi rakyat.
"Saya mengkhawatirkan Pilkada 2020 konsentrasi petahana bukan lagi menangani Covid, tetapi politisasi bantuan untuk kepentingan politik dan memenangkan elektoral. Di tengah menangani Covid, bagaimana cara memenangkan (Pilkada,-red)" kata Titi, di sesi diskusi Pemilu di Masa Pandemi Covid-19 Belajar dari Korea Selatan, Selasa (21/4/2020).
Menurut dia, penyelenggaraan pesta demokrasi rakyat tingkat daerah pada tahun ini kontraproduktif dengan upaya penanggulangan Covid-19. Jika, sesuai pilihan Pilkada 2020 digelar pada 9 Desember 2020, kata dia, maka pada tanggal 11 September 2020 akan dimulai masa kampanye.
Baca: Perludem: Presiden Jokowi Mesti Segera Tetapkan Pengganti Hardjono di DKPP
Baca: KONSULTASI RAMADAN, Mana yang Utama, Salat Witir atau Salat Tahajud Dulu? Bisa Dikerjakan Bersamaan?
Baca: KSAD Lantik Wakasad, Dua Pangdam, dan Belasan Pejabat TNI AD Lainnya
Pada masa kampanye, dia menjelaskan, calon petahana harus mengambil cuti di luar tanggungan negara. Apabila, calon petahana maju kembali, maka mereka akan mengambil cuti itu dan meninggalkan kewajiban sebagai kepala daerah yang sedang bertugas menangani Covid-19.
"Kalau dimulai kampanye ada 230 lebih petahana maju. Artinya harus cuti di luar tanggungan negara. Sementara, kita butuh kepemimpinan definitif. Pada masa krusial, kita harus menangani Covid-19," kata dia.
Selain menimbulkan konflik kepentingan, Titi menyoroti penggunaan anggaran Pilkada 2020 yang sudah dialokasikan untuk menangani Covid-19.
Untuk itu, dia menyarankan, agar Pilkada digelar pada 2021. Pada saat ini, dia menambahkan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah bekerja maksimal menangani pandemi Covid-19.
"Realistis berpikir terbaik kita konsen melawan Covid pada 2020. Mari persiapkan Pilkada lebih optimal pada 2021," tambahnya.
Sebelumnya, jajaran Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI mengawasi aktivitas kepala daerah petahana selama masa pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19).
Selama beberapa waktu terakhir, pihaknya menerima laporan dari Bawaslu di daerah
ada kepala daerah petahana membagikan bantuan sosial (bansos) berupa paket sembako dan masker.
Dikemasan paket itu memuat gambar foto tanpa menyebutkan bantuan dari pemerintah kabupaten/kota beserta jargon-jargonnya.
Ketua Bawaslu RI, Abhan, mengatakan pihaknya tidak melarang atau membatasi kepala daerah untuk membantu warga di tengah pandemk covid-19 ini.
Namun, kata dia, jangan memanfaatkan situasi untuk kepentingan politik praktis.
Melihat tanggung jawab sebagai kepala daerah untuk membantu warga, dia meminta supaya tidak terjadi "abuse of power' atau penyalahgunaan kekuasaan.
“Mari berpolitik dengan santun. Jangan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Laksanakan kewajiban sebagai kepala daerah,” ujarnya, seperti dilansir laman Bawaslu RI, Selasa (21/4/2020).
Dia menjelaskan pemberian bantuan bisa menjadi persoalan. Berdasarkan temuan Bawaslu itu, kata dia, kepala daerah yang memberikan bantuan telah mendapatkan rekomendasi dari partai maju di pilkada.
"Bukan kami prasangka buruk, bisa saja disalahgunakan. Apakah berlandaskan kemanusiaan atau ada tujuan politis? Itu susah dibedakan. Harus ada pengawasan ekstra hati-hati dari Bawaslu," tambahnya.