TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini bahwa tersangka kasus suap pergantian antar (PAW), eks caleg PDIP Harun Masiku, belum meninggal.
Pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar menegaskan pihaknya belum memiliki bukti kuat atas asumsi tersebut.
"Dalam bekerja sepanjang belum dapat dibuktikan [kematian Harun], maka KPK yakin mampu menemukan yang bersangkutan," kata Lili saat dihubungi, Kamis (23/4/2020).
Lili hanya bisa memastikan KPK terus melakukan pengejaran terhadap Harun.
Meski, saat ini negara tengah dirundung wabah virus corona COVID-19.
"Terkait pengejaran HM [Harun Masiku], KPK tetap tiada henti mencari mengkoordinasikan dengan jajaran kepolisian. KPK tetap bekerja walau dalam kondisi sekarang," kata Lili.
Dugaan meninggalnya Harun Masiku awalnya datang dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).
Koordinator MAKI Boyamin Saiman meyakini Harun sudah almarhum dikarenakan tidak ada informasi yang datang kepadanya terkait keberadaan Harun.
Boyamin kemudian membandingkan dengan informasi buronan KPK lainnya, yakni eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. MAKI, imbuhnya, selalu mendapat informasi soal Nurhadi dari informannya.
"Dasarku adalah [informan] Nurhadi hampir tiap minggu datang menemui aku dengan informasi-informasi baru, lha HM tidak ada kabar apapun. Kalau HM bersembunyi, pasti ada orang yang akan membocorkan ke aku," ujar Boyamin kepada Tribunnews.com, Rabu (22/4/2020).
"Selain itu aku juga mencoba cari-cari informasi ke jaringan bawah tanah yang selama ini aku bina, namun mentok tidak ada info HM," sambungnya.
Boyamin lantas memiliki dua kemungkinan atas 'raib'-nya Harun Masiku. Pertama, Harun menyendiri di tengah hutan dan mati kelaparan.
"Kedua emang sudah meninggal dunia ketika bersembunyi atau ketika disembunyikan oleh pihak-pihak lain," sebutnya.
Langkah lebih lanjut jika KPK tak kunjung menemukan Harun ialah MAKI akan segera melapor ke kepolisian.
"Jika 2 tahun tetap tidak muncul maka harus dinyatakan meninggal, serta saat itu KPK harus menerbitkan SP3 [Surat Penghentian Penyidikan Perkara] karena HM secara hukum telah meninggal," kata Boyamin.
"Status meninggal setelah 2 tahun untuk kebaikan istri dan anaknya. Misal istri memungkinkan menikah lagi dan anak-anaknya bisa mewarisi harta HM. KPK yang hebat saja tidak mampu, berarti kesimpulannya adalah meninggal," katanya.
KPK menetapkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, caleg PDIP Harun Masiku, mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, dan kader PDIP Saeful Bahri sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait PAW anggota DPR. Wahyu dan Agustiani diduga menerima suap dari Harun dan Saeful dengan total sekitar Rp900 juta.
Suap itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.
Tiga dari empat tersangka kasus ini telah mendekam di sel tahanan. Sementara, tersangka Harun Masiku masih buron hingga kini.
Sejak KPK menangkap Wahyu Setiawan selaku Komisioner KPU dan tujuh orang lainnya dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (8/1/2020), Harun seolah 'hilang ditelan bumi'.
Ditjen Imigrasi sempat menyebut calon anggota DPR dari PDIP pada Pileg 2019 melalui daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan I dengan nomor urut 6 itu terbang ke Singapura pada 6 Januari 2020 atau dua hari sebelum KPK melancarkan OTT dan belum kembali.
Pada 16 Januari Menkumham yang juga politikus PDIP, Yasonna H Laoly, menyatakan Harun Masiku belum kembali ke Indonesia.
Padahal, pemberitaan media nasional menyatakan Harun Masiku telah kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020 yang dilengkapi dengan rekaman CCTV di Bandara Soekarno-Hatta.
Bahkan, seorang warga mengaku melihatnya setelah ramai pemberitaan mengenai kembalinya Harun ke Indonesia.
Belakangan Imigrasi meralat informasi dan menyatakan Harun Masiku telah kembali ke Indonesia.
Meski dipastikan telah berada di Indonesia, KPK dan kepolisian hingga kini belum berhasil menangkap Harun Masiku yang telah ditetapkan sebagai buronan atau daftar pencarian orang (DPO).