News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

DPR Bisa Tunda Pembahasan RUU Cipta Kerja di Tengah Jalan

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Arwani Thomafi

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arwani Thomafi mengatakan DPR bisa saja menunda pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

Menurutnya, mekansime penundaan pembahasan RUU Cipta Kerja dapat dilakukan melalui hak politik yang dimiliki masing-masing pihak, baik DPR maupun pemerintah sebagai perumus Undang-Undang.

Dalam konteks itu, fraksi-fraksi di DPR memiliki hak politik untuk tidak ikut serta atau hadir dalam pembahasan sebuah RUU.

"Dasar ketidakikutsertaan dalam pembahasan sebuah RUU tentu aspirasi dari publik, urgensi pembahasan, serta momentum.

Ketiga hal tersebut cukup menjadi alasan bagi DPR sebagai wakil rakyat untuk menunda pembahasan RUU Cipta Kerja," kata Arwani saat dikonfirmasi, Jumat (24/4/2020).

Baca: Jawaban Soal Bagaimana Cara Menabung hingga Manfaat Menabung, Materi SD Kelas 1,2, dan 3 di TVRI

Baca: Cerita Lenia, Pegawai Restoran Yang Dirumahkan Kini Pilih Pulang Kampung Karena Corona

Baca: Chord Kunci Gitar Wali - Cari Berkah (Cabe), Hidup Indah Bila Mencari Berkah

Baca: Kunci Jawaban Soal Apa Manfaat Menabung, Materi Belajar dari Rumah Siswa SD Kelas 1-3 di TVRI

"Jadi, tidak semata-mata urusan teknis-prosedural semata. Apalah makna teknis-prosedural namun justru mengenyampingkan hal yang substansial yakni aspirasi, urgensi dan ketiadaan momentum," imbuhnya.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI ini menjelaskan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 bahwa seharusnya pembahasan sebuah RUU bisa selesai hingga menjadi sebuah UU.

Namun, dari puluhan RUU menurutnya yang telah dibahas pada tingkat pertama tidak semuanya selesai karena tak hadirnya sejumlah pemangku kepentingan.

"Sebagian besar posisi tidak selesai atau macetnya itu ketika berada dalam pembahasan tingkat pertama.

Hal ini disebabkan karena misalnya ditarik oleh pengusul, ada pembahasan tapi berjalan alot atau tidak ada pembahasan alias tidak ada rapat.

Aliansi Forum Ormas dan Harokah Islam (Formasi) Jawa Barat menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (13/3/2020). Dalam aksinya, mereka menolak secara penuh Omnibus Law RUU Cipta Kerja karena dinilai beberapa pasalnya menghilangkan hak-hak rakyat, serta mengabaikan banyak aspek dan hal demi mengutamakan kepentingan pengusaha. Tribun Jabar/Gani Kurniawan (Tribun Jabar/Gani Kurniawan)

Intinya sebuah RUU untuk bisa disetujui menjadi UU harus atas persetujuan bersama DPR dan Presiden," ujarnya.

"Nah, yang model macet karena tidak ada rapat itu sudah lazim terjadi. Misalnya pemerintah mangkir ketika diundang rapat.

Atau Fraksi-fraksi di DPR tidak kuorum. Dalam kacamata politik legislasi, itu sah dilakukan sebagai hak politik masing-masing pihak.

Tentu idealnya mereka hadir dalam rapat dan menyampaikan pendapatnya baik setuju atau tidak setuju secara jelas," lanjutnya.

Mekanisme pembahasan RUU oleh semua pihak menurut Arwani kerap tak dilanjutkan.

Ia memberi contoh pengalaman dalam pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol.

"Seperti pengalaman saya, sebagai Ketua Pansus RUU Larangan Minuman Beralkohol, sikap politik pemerintah yang tidak hadir dalam sejumlah kesempatan rapat akhirnya menjadikan RUU Larangan Minuman Beralkohol ini urung dibahas dan disahkan," ucap Arwani.

"Jika situasi dan momentum kelak tepat pasca penanganan bencana nasional Covid-19 ini, maka semua stakeholder dapat kembali duduk bersama untuk membahas substansi dalam RUU Cipta Kerja ini," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini