Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Romli Atmasasmita menilai kepimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah komando Firli Bahuri Cs mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Satu di antaranya terkait menetapkan tersangka terlebih dahulu oleh penyidik, kemudian baru diumumkan ke publik dalam konferensi pers.
Salah satu perumus UU KPK Nomor 30 Tahun 2020 itu kemudian membandingkan KPK di bawah pimpinan Abraham Samad.
Menurut dia, KPK saat itu keliru menerapkan dan menterjemahkan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam melaksanakan tugas-tugas penindakan.
Hal tersebut disampaikan Romli dalam rangka menanggapi pernyataan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menuding pimpinan melanggar UU KPK karena dianggap tidak akuntabel dan transparansi bahwa penetapan tersangka oleh KPK saat ini berbeda dengan yang sebelumnya.
Baca: Rebusan Daun Sirih Bisa Sembuhkan Sakit Mata Cuma Mitos, Dokter Bilang Itu Berbahaya
Jika sebelumnya tersangka diumumkan terlebih dahulu ke publik, baru ditangkap. Namun saat ini, ditangkap terlebih dahulu, baru diumumkan status tersangka.
"KPK jilid III AS [Abraham Samad] cs keliru menerjemahkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. KPK jilid V kepemimpinan Firli cs mengedepankan akuntabilitas kemudian transparansi," kata Romli saat dihubungi, Kamis (30/4/2020).
Baca: Sahur Berlebihan Malah Bikin Cepat Lapar Saat Berpuasa
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran ini mengatakan kepemimpinan Firli Bahuri telah menerapkan prinsip perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka melalui proses pemeriksaan untuk memperoleh dua alat bukti yang cukup. Hal itu untuk menjaga harkat dan martabat seseorang.
Baca: Steven Yeun Siap Bintangi Serial Animasi Invincible
Sebab dikatakan Romli, dalam Undang-Undang KPK Nomor 19 Tahun 2019 menyatakan bahwa salah satu tugas KPK adalah perlindungan HAM.
"Dua dari lima prinsip KPK yang harus diterapkan [Firli Cs] sejalan dengan prinsip pemuliaan dan perlindungan HAM," ujar Romli.
Baca: Si Cantik Ika Dewi, Nekat Jadi Relawan Pengemudi Mobil Jenazah Covid-19 Tanpa Izin Orang Tua
Sementara, lanjut dia, kerja-kerja senyap sesuai UU KPK yang merupakan tindakan hukum yang bersifat pro justitia yang bersifat rahasia.
"Penangkapan atau OTT [operasi tangkap tangan] merupakan tindakan hukum yang masuk kedalam Pro Justitia dan bersifat rahasia. Bukan untuk konsumsi publik, termasuk media dalam konfrensi pers," kata Romli.
Romli menjelaskan, bahwa UU lembaga antirasuah hasil revisi memberikan perubahan ideologi pemberantasan korupsi dari penghukuman dan pemiskinan menjadi pemuliaan dan perlindungan HAM.
"Perubahan UU KPK tahun 2019 dari UU KPK Nomor 30 Tahun 2002, justru terletak pada perubahan ideologi pemberantasan korupsi dari penghukuman dan pemiskinan koruptor kepada pemuliaan dan perlindungan HAM tersangka atau terdakwa serta asset recovery selain penjeraan," katanya.
Oleh karena itu, lanjut Romli, berdasarkan perubahan cara dan tujuan tersebut, maka kerja-kerja KPK memang harus senyap, tetapi efisien dan efektif serta HAM seorang tersangka tetap terjaga dengan baik.
"Dengan demikian terdapat keseimbangan antara sanksi sosial dan sanksi hukum," sebut dia.
Selain itu soal pimpinan KPK yang menghadirkan tersangka dalam konferensi pers, menurut Romli, hal itu tidak diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Namun diatur dalam UU KPK yang baru tahun 2019 Pasal 6 yang intinya terkait prinsip asas praduga tak bersalah. Jadi harus menerapkan pencegahan dibandingkan penindakan.
"Di dalam KUHAP menghadirkan tersangka dalam konfrensi pers tidak diatur, akan tetapi dalam melaksanakan tugas KPK didalam Pasal 6, tidak dihadirkan tersangka merupakan keharusan yang sejalan dengan prinsip praduga tak bersalah [presumption of innocence]," paparnya.
"Khusus Pasal 6 yang heavy prevention daripada represif," tambah dia.
Lebih lanjut Romli menilai KPK dibawah kepemimpinan Firli Bahuri sudah sesuai dengan filosofi dan tujuan didirikan lembaga pemberantasan korupsi yang berdasarkan UU KPK yang baru tahun 2019 dan KUHAP serta UU HAM.
"Kepemimpinan Firli cs sesuai dengan filosofi dan tujuan yang telah saya uraikan di atas, yang melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai UU KPK, KUHAP dan UU HAM untuk menempatkan KPK sebagai lembaga hukum yang dihormati, baik nasional maupun Internasional, khusus konvenan Internasional HAM," tegasnya.