News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Romahurmuziy Bebas dari Penahanan

Berkaca Kasus Romahurmuziy, Putusan Majelis Hakim Merupakan Kebijakan Yudikasi

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa kasus korupsi sekaligus mantan Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy atau Romy dijemput tim kuasa hukumnya saat keluar dari Rumah Tahanan (Rutan) K4, di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta Selatan Rabu (29/4/2020) malam. Romy terjerat kasus suap jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) 2019, dirinya dinyatakan bebas usai terbit penetapan pembebasan Mahakamah Agung (MA) pasca putusan tingkat banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memotong hukuman Rommy hanya menjadi satu tahun. Tribunnews/Jeprima

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banding mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy alias Romy telah dikabulkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Romy pun dijatuhi hukuman satu tahun penjara.

Terkait putusan yang diambil hakim, pengamat hukum Universitas Bhayangkara Surabaya Sholehuddin mengatakan hal tersebut merupakan kewenangan hakim.

Baca: Perjalanan Kasus Romy, Eks Ketum PPP yang Bebas dari Rutan KPK Sebelum Sentuh Sukamiskin

Dia menyebut terdakwa kasus apapun termasuk korupsi, berpeluang untuk diputus ringan bahkan bebas oleh pengadilan.

"Apa yang diputuskan majelis hakim merupakan kebijakan yudikasi yang dimiliki hakim dalam memutuskan perkara. Ada putusan minimal yang bisa dijatuhkan hakim sesuai dengan kasus ditangani serta bukti-bukti di persidangan," ujar Sholehuddin, kepada wartawan, Jumat (1/5/2020).

Sholehuddin menyayangkan apabila ada pihak yang tidak menghormati pengadilan dengan selalu menilai putusan hakim melukai rasa keadilan masyarakat di kasus korupsi.

Dia berpendapat bisa saja orang menuduh pengadilan melukai rasa keadilan masyarakat, karena mereka tidak mengikuti jalannya persidangan dan berasumsi bahwa terdakwa korupsi pasti bersalah.

Baca: Kebijakan Pembebasan Narapidana Melalui Asimilasi Pilihan Rasional

Sekali lagi, Sholehuddin meminta semua pihak untuk menghormati semua proses pengadilan dari pengadilan negeri hingga kasasi.

Seseorang tidak bisa memaksakan opininya dengan menyebut semua terdakwa korupsi itu bersalah dan harus diberikan hukuman besar.

Apalagi kasus Rommy dinilainya adalah kasus gratifikasi, bukan korupsi yang menyebabkan kerugian negara.

"Kasus korupsi dalam undang-undang Tipikor itu ada berbagai macam. Ada juga yang mengatur putusan minimal yang bisa dijatuhkan hakim, ada satu tahun dan juga dua tahun tergantung kasusnya. Di kasus Romy, itu merupakan kasus gratifikasi," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini