TRIBUNNEWS.COM - Bertepatan di Hari Buruh Internasional, serikat buruh Indonesia mendesak pemerintah membatalkan program Kartu Pra Kerja.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia, Mirah Sumirat menyebut, program Kartu Pra Kerja ini menghamburkan uang rakyat.
Menurutnya, saat ini yang dibutuhkan oleh rakyat adalah makan, bukan pelatihan kerja.
“Program Kartu Pra Kerja sangat tidak bermanfaat dan hanya menghambur-hamburkan uang rakyat."
"Saat ini rakyat butuh makan, tidak butuh pelatihan online," ujarnya, Jumat (1/5/2020), seperti diberitakan Tribunnews.com sebelumnya.
Baca: Arief Poyuono Imbau Pemerintah, Pengusaha dan Buruh Bersatu Bangkitkan Kembali Perekonomian
Baca: Buruh Bangunan di Wajo Rudapaksa Siswi SMP di Rumah Kosong
Menurutnya, pemerintah ingin menjebak rakyat dengan adanya Kartu Pra Kerja tersebut.
"Jangan menjebak rakyat dengan janji manis Kartu Pra Kerja yang manfaatnya tidak dirasakan oleh rakyat,” lanjut Mirah.
Ia berujar, anggaran Kartu Pra Kerja sebaiknya digunakan untuk jaring pengaman bagi warga terdampak pandemi virus corona.
”Selamatkan uang rakyat. Jangan sampai justru di tengah wabah dan jutaan pekerja kehilangan pekerjaan, ada pihak-pihak yang mengambil keuntungan untuk memperkaya diri dan kelompoknya dari uang rakyat,” imbuh Mirah.
Dia meminta DPR dan KPK harus turut menghentikan program Kartu Pra Kerja tersebut.
Baca: Hari Ini dalam Sejarah 1 Mei 1886: Aksi May Day Pertama, Puluhan Ribu Buruh Unjuk Rasa di Chicago
Baca: Buruh di Tangerang Iris Urat Nadi Hingga Meninggal Dunia Akibat Terkena PHK Massal
Mirah menyebut, program tersebut diduga bagi-bagi proyek dari pemerintah.
"DPR harus tegas untuk meminta dihentikannya program Kartu Pra Kerja yang diduga sarat dengan patgulipat dan cuma bagi-bagi proyek," katanya, seperti diberitakan Tribunnews.com sebelumnya.
"KPK juga harus tegas dan jujur dalam menegakkan hukum di Indonesia," tambah dia.
Sementara itu, Presiden, Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP), Jumisih menyebut, Kartu Pra Kerja bukan solusi untuk mengurangi beban masalah buruh dan keluarga.
"Karena Kartu Prakerja justru lebih banyak menjadi agen aliran dana untuk para perusahaan penyedia training yang sebetulnya training-training itu bisa didapat dari YouTube," katanya, dikutip dari Kompas.com, Jumat.
Baca: Sejarah Hari Buruh Internasional 1 Mei, Dipicu Kerusuhan Haymarket di Chicago
Baca: Tak Hanya Pekerja Kantoran, Buruh Tani Juga Terdampak Pandemi Virus Corona
Jumisih menyebut yang sebenarnya dibutuhkan rakyat adalah kebutuhan bertahan hidup dan asupan gizi yang memadai dalam situasi pandemi.
"Serta bagaimana setelah pandemi ada lapangan pekerjaan yang tersedia," ucap Jumisih.
Buruh Keluhkan Pendaftaran Kartu Pra Kerja
Dikutip dari TribunBanyumas.com, Ketua Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KSBI) Jawa Tengah, Wahyudi menyatakan, mekanisme Kartu Pra Kerja sangat menyulitkan.
Selain karena dilakukan secara daring, keterbatasan pengetahuan para buruh juga menjadi penyebabnya.
Baca: Pekerjaan Sepi karena Corona, Janda Buruh Cuci Ini Masak Batu agar 8 Anaknya Mengira Ada Makanan
Baca: Hari Buruh 1 Mei, Polisi Pastikan Tidak Ada Aksi Turun ke Jalan
"Kami minta kebijakan pemerintah agar proses pendaftaran Kartu Prakerja ini dipermudah."
"Banyak teman-teman kami yang belum melek teknologi dan kesulitan mengakses," ungkapnya kepada Tribunbanyumas.com, Rabu (29/4/2020).
Menurutnya, banyak buruh yang tidak memiliki atau tidak bisa mengoperasikan ponsel pintar.
"Sudah banyak anggota kami yang mengeluh soal ini. Sulit mengakses masuk kartu Prakerja."
"Padahal, Kartu Prakerja bagaikan angin Surga buat kami para buruh yang di-PHK atau dirumahkan saat ini," jelasnya.
(Tribunnews.com/Reynas Abdila/Vincentius Jyestha) (TribunBanyumas.com/Mamdukh Adi Priyanto)