SETIAP pukul tiga dini hari, pasien di Rumah Sakit Darurat (RSD) Covid-19, Wisma Atlet, Kamayoran, Jakarta, para pasien yang berpuasa sudah bangun.
Sejam sebelumnya, di grup Whatsapp (WA) petugas di lantai 27 mengabarkan makan sahur sudah tersedia di depan ruang perawat.
Para pasien yang berpuasa mengalir ke luar dari ruangan untuk mengambil makanan dan air minum.
Sekira pukul 05.00 WIB, melalui grup WA pula petugas minta daftar nama yang tidak berpuasa.
Ini untuk memudahkan petugas menyediakan jumlah makanan untuk sarapan.
Biasanya, para pasien mulai menanyakan sarapan pukul 07.00, sedangkan makanan baru siap pukul 08.00. Semua makan dikemas dalam dus warna putih.
Urusan makan memang tergantung selera. Ada pasien yang merasa tidak cocok dan selalu minta keluarganya kirim makanan via Gosend. Tapi umumnya merasa cocok dan mengambil makanan.
Seorang pasien berusia 20 tahun mengaku tidak cocok pada menu makanan, sehingga ia sering meminta keluarganya mengirim makanan.
Pasien memang tidak boleh dijenguk, tapi masih bisa menerima kiriman dari luar.
Mitra Gojek yang membawa makanan diperbolehkan masuk sampai lobi UGD.
Pasien tidak perlu khawatir tak dapat jatah, karena persediaan makanan selalu berlebih.
Petugas juga tidak membatasi pasien dalam mengambil jumlah makanan dan minuman.
Umumnya pasien mengambil minuman mineral lebih dari satu botol, untuk persediaan di kamar masing-masing.
Baca: Data Terbaru Kasus Corona di Jawa Barat 3 Mei: 1.043 Positif, 147 Sembuh, 84 Meninggal
Fasilitas yang paling diutamakan di Wisma Atlet adalah koneksi internet. Di tempat itu ada wifi tanpa password.
Setiap pasien yang baru masuk langsung terhubung koneksi internet, berkecepatan luar biasa.
Urusan membuang sampah, pasien tinggal menaruh di tempat sampah yang sudah disediakan di depan ruangan.
Namun untuk kebersihan ruangan, seperti ngepel dan menyapu diserahkan kepada mamsing-masing penghuni.
Pasien wanita, biasanya sejak pagi sudah membuka pintu ruangan, menyapu lantai, bahkan beberapa orang rela menyapu koridor meskipun hanya satu meter jauhnya.
Dari segi fasilitas di wisma, pasien jarang komplain atau mengeluh, meskipun dapur tak bisa digunakan karena tak disediakan alat dapur dan bahan bakarnya.
Keluhan kecil muncul dari seorang pasien dinyatakan positif berdasar rapid test di Bandara Soekarno-Hatta sepulang dari Vietnam.
Kartu tanda penduduknya (KTP) belum dikembalikan.
"Saya sudah memintanya, tapi jawaban petugas KTP memang ditahan. Saya sih nggak masalah, asal jangan hilang. Kalau hilang kan repot ngurus KTP saat pandemi seperti sekarang ini," katanya.
Ia mengaku bingung, karena pasien lain hanya diminta KTP saat di UGD, kemudian langsung dikembalikan.
Baca: Agar Badan Tak Lemas atau Terasa Berat untuk Beraktivitas di Bulan Puasa, Terapkan Tips Berikut Ini
Kelucuan Kecil
Di antara para perawat koordinasi belum solid betul. Ada seorang pasien bertanya kapan dilakukan tes swab, kemudian dijawab menunggu perintah dokter.
Esoknya, dua orang perawat yang berbeda terheran-heran mengapa sang pasien belum tes swab, karena menurut mereka begitu masuk langsung tes swab.
Kedua petugas itu langsung mengantar pasien ke lantai dasar untuk dilakukan tes swab.
Seorang pasien yang baru swab mengaku baru masuk Wisma Atlet Jumat (1/5/2020) pagi dan pukul 10.00 sudah tes swab.
Kelucuan terjadi ketika seorang pasien dipanggil masuk ruangan kemudian ditanya mengenai data pribadi, lalu menuliskan dalam selembar formulir.
Pasien diambil lendir di tenggorokan melalui dua lubang hidung. Begitu baru saja bangkit dari tempat duduk, ia dipanggil lagi oleh petugas berbeda, yang jarakna hanya dua meter dari petugas pengambil lendir.
Ia juga minta data pribadi dan menuliskannya di selembar formulir. Lalu ia minta pasien yang sama diambil lendir oleh petugas yang sama juga.
"Lho saya baru saja diambil lendir," ujar sang pasien.
Baca: Link Streaming The World of The Married Episode 1-12 Lengkap: Perceraian Bukan Akhir
"Oh sudah ya," katanya seraya menyobek lembaran formulir yang baru saja ditulisnya.
Kondisi itu bisa dipahami karena jumlah pasien tidak sebanding dengan jumlah petugas. Di lantai 27 saja ada 32 ruangan, begitu juga di lantai 26.
Kalau semua ruangan full terisi, satu lantai itu ada 96 pasien, sedang petugas dan perawat untuk satu lantai paling banyak enam orang.
Mereka berasal dari tempat berbeda, termasuk lembaganya. Ada yang dari dinas kesehatan pemerintahan provonsi, TNI, Polri dan lembaga lainnya.
"Saya dari Dinas Kesehatan Kalimantan Barat," kata Sri Wahyuni.
Beberapa petugas lainnya ada yang dari Bandung dan ada pula dari Maluku. Mereka harus menjadi satu tim dalam waktu singkat dan mengurus orang banyak.
Namun, dalam setiap situasi, mereka tampak kompak, dan selalu berdiskusi ketika menghadapi keluhan pasien.
Jadi ketika menjawab keluhan pasien dalam grups WA, selalu satu suara.
Yang paling banyak ditanyakan pasien terutama soal hasil tes swab. Menurut petugas medis, hasil tes swab perlu waktu cukup lama, bisa sampai 10 hari. (cep)