TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Program Kartu Prakerja yang digagas pemerintah Jokowi saat ini menuai banyak sorotan.
Agustinus Edy Kristianto membagikan pengalamannya menjadi peserta program Kartu Prakerja.
Diketahui Agustinus Edy Kristianto merupakan Founder dan CEO sebuah media daring di Indonesia.
Tanpa sistem kontrol yang baik, dia lolos menjadi peserta dan dapat saldo untuk 'belanja' video.
Edy adalah peserta gelombang pertama.
Ia daftar pada 16 April 2020, lalu diterima pada gelombang kedua 29 April 2020.
Baca: Belva Devara Mundur dari Stafsus, Refly Harun Soroti Ruang Guru: Silakan Lanjutkan Proyeknya
Edy mendapat SMS sekira pukul 01.00. Pemberitahuan dirinya lolos sebagai peserta.
SMS itu sungguh membuat Edy bertanya-tanya.
"Ini tidak tepat sasaran," cerita Edy kepada Tribun Network.
Jelas saja, Edy merasa tidak seharusnya ia diterima.
Baca: Pemegang Saham Diterima Jadi Peserta Program Kartu Prakerja, Jokowi Tak Sadar di Depan Ada Jurang
Sebab program itu diprioritaskan untuk para korban pemutusan hubungan kerja alias PHK.
Edy, dalam status pekerjaan di situs prakerja, mengisinya dengan wirausaha dan terdampak corona atau Covid-19.
Tapi statusnya sebagai pemegang saham perusahaan, seharusnya membuat Edy tak diterima sebagai peserta prakerja.
Setelah lolos, Edy mencoba fasilitas tersebut.
Melihat pelatihan di kanal-kanal penyedia pelatihan mitra prakerja.
Baca: Kinerja Anggota DPR Dikritik, Andre Rosiade Tuding Najwa Shihab Dapat Untung dari Kartu Prakerja
Edy memilih pelatihan jurnalistik yang digelar platform Skill Academy seharga Rp 220.000.
Paket latihan jurnalistik itu terdiri atas sebelas video dengan durasi total sekitar satu jam.
Namun, tanpa menonton video tersebut secara penuh, dia bisa mengikuti tes.
Ia mendapat Certificate of Excelence alias sertifikat untuk peserta yang sudah menyelesaikan tes, dengan tanda tangan dari CEO Ruangguru Adamas Belva Syah Devara.
Berikut petikan wawancara Tribun Network dengan Agustinus Edy Kristianto:
Tribun: Bagaimana pengalaman Anda mendaftar program kartu prakerja?
Awalnya 16 April, sebelumnya saya pikir ini program bagus-bagus saja.
Akhirnya saya daftar di prakerja.go.id saya masukan email dan password.
Masuk ke dashboard lalu kita disuruh isi kolom-kolom. Nama, NIK, Pekerjaan, Foto KTP, dan Foto Selfie sama KTP. Kemudian juga ada kolom pekerjaan, ada karyawan, PNS, ada wiraswasta. Saya piilih wiraswasta.
Ditanya di PHK atau tidak PHK. Ya kita klik saja PHK. Submit terus balik lagi ke dashboard. Dan statusnya "sedang dievaluasi". Saya menunggu, sambil menunggu saya lihat-lihat di situs mitranya, skill academy, ruangguru. Baru tanggal 29 April ada status yang menyatakan saya diterima sebagai peserta. Gelombang II.
Tribun: Itu langsung diterima sebagai peserta prakerja?
Lolos-lolos saja. SMS diterima jam 01.00 pagi. Selamat Anda diterima sebagai peserta prakerja.
Ya sudah saya masuk, pas saya masuk log in sudah ada saldo Rp 1 juta. Ya sudah saya pakai belanja video Rp 220 ribu.
Tribun: Apa tidak ada verifikasi lagi, status Anda padahal Direktur Utama? Bisa lolos?
Tidak ada. Orang itu semua tinggal isi, pekerjaan apa. Tidak ada itu misal ditanya omzet turun berapa, apa terdampak covid-19 atau tidak.
Tribun: Tidak ada detail konfirmasi?
Tidak ada, itu langsung pekerjaannya apa. Terus upload foto yang tidak blur atau goyang. Apalagi dijelasin seberapa besar omzet Anda terdampak, tidak ada. Lebih baik kan' disyaratkan misal laporan keuangan beberapa tahun terakhir. Ini tidak ada.
Tribun: Berdasarkan pengalaman Anda mendaftar kartu prakerja, apa saja kekurangan?
Kekurangannya pertama kekurangan moral. Rp 5,6 triliun dianggarkan untuk membeli video. Rp 1 juta untuk 5,6 juta orang. Itu kekurangannya.
Baca: Pengamat Beberkan 4 Poin Solusi Selesaikan Isu Kartu Prakerja
Lagi pandemi seperti ini jual-beli video. Kalau sistemnya, ya kayak saya saja bisa masuk (daftar). Artinya tidak tepat sasaran.
Saya tidak ingin mengomentari soal instrukturnya bagus atau tidak itu kan' relatif.
Mungkin bagi saya kurang bermanfaat, mungkin bagi mereka di desa-desa yang belum mengerti apa itu jurnalistik mungkin berguna.
Mungkin instrukturnya bagi saya, dia lebih junior, tapi bagi yang muda-muda mungkin dia bagus. Tapi yang ingin saya komentari adalah model bisnisnya.
Tribun: Jadi setelah daftar itu Anda mendapat saldo Rp 1 juta?
Rp 1 juta itu saldo non-tunai. Syarat untuk mendapat Rp 600 ribu intensif beli 1 video.
Kalau 30 hari tidak dibelanjakan hangus. Kembali ke rekening prakerja, lalu kita dicoret sebagai peserta. Itu aturannya.
Tribun: Wajib untuk 'membeli' video untuk dapat intensif Rp 600 ribu?
Harus minimal 1 video, harganya berapapun. Nanti dipakai lagi bulan depan. Tapi harus beli pertama, kalau sudah beli pertama nanti dikirim email notifikasi "ayo gunakan lagi saldomu untuk membeli video di akademi". Ada.
Ini memang program tidak jelas menurut saya.
7x24 jam maksimal baru cair. Kalau saya kan sambungkan ke OVO. Jadi bisa disambungkan ke OVO, Gopay, Click Aja, sama BNI. Sama ada survei, kita disuruh isi, nanti ada intensif Rp 150 ribu.
Tribun: Keganjilan dalam program kartu prakerja ini apa saja?
Presidennya. Dia menandatangani Peraturan Presiden terus dia tidak cek kok programnya kayak apa jenisnya, sertifikatnya kayak apa, dan sampai hari ini dia tidak ngomong akan ada evaluasi.
Ada kekuatan apa yang melindungi bisnis proyek Rp 5,6 triliun ini.
Sampai hari ini Presiden Jokowi tidak bicara stop dulu program ini untuk dievaluasi.
Sampai hari kita masih jual-beli video. Misal saya ada saldo Rp 780 ribu. Saya beli kan lagi bisa. Jadi uang negara dipakai untuk sesuatu hal yang tidak tepat sasaran. Karena dipakai saya.
Terus yang kedua jual-beli video sedangkan situasi saat ini lagi pandemi covid. Lebih baik Rp 5,6 triliun digunakan untuk pengadaan Alat Pelindung Diri (APD).
Tribun: Saran Anda setelah mendaftar program kartu prakerja?
Stop. Cabut Perpres 36 Tahun 2020. Evaluasi, batalkan, program beli video Rp 5,6 triliun ini. Ini potensi merugikan keuangan negara dan korupsi.
Terus sistemnya amburadul, kemanfaatannya tidak sesuai. Tidak ada sense of crisis lagi pandemi corona ini. Dan kita beli video.
Dapat sertifikatnya juga tanda telah mengikuti jadi dipakai melamar di Tribun tidak bisa. Ini buruk dari hulu ke hilir.
Tribun: Apa yang terjadi setelah Anda memosting komentar soal program kartu prakerja di Facebook?
Iya orang awalnya maki-maki saya. Ini orang aneh nulis-nulis di Facebook. Kadrun nih. Ya Anda lihat sendiri saja. Akhirnya kan' baru pada sadar. Ramai di media. Katanya kan' diprioritaskan untuk PHK.
Ya seharusnya berikan bantuan langsung tunai saja Rp 600 ribunya. Yang lain akhirnya teriak-teriak, DPR juga sudah Rabu kemarin. Sekarang media dua hari terakhir teriak.
Jadi kayak kita naik mobil, sopirnya tidak sadar di depan ada jurang. Kita sudah teriak semua Pak jurang, jurang, dia santai. Sadar Pak Jokowi ini sudah mau ke jurang, jangan melamun. Kalau saya sopirnya saya rem, ini kan' sopirnya dia.
Sertifikat lihat saja sendiri. Kecuali dapat sertifikat itu misal soal jurnalistik dari dewan pers atau misal Tempo Institute. Ini yang tanda tangan Belva. (Tribun network/denis)