Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menjawab kritikan yang dilayangkan Indonesia Corruption Watch (ICW).
ICW sebelumnya menyebut KPK dibawah kepemimpinannya bukan lagi sebagai Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun akronim KPK berganti menjadi Komisi Pembebasan Koruptor. Itu karena ICW melihat KPK era sekarang yang minim penindakan namun surplus buronan.
Saat ini sudah ada lima tersangka yang jadi buronan KPK. Yang terbaru adalah tersangka suap pengurusan terminasi kontrak batubara di Kementerian ESDM, Samin Tan.
Empat buronan lainnya adalah eks Sekretaris MA, Nurhadi; menantu Nurhadi, Riezky Herbiyono; Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto; dan eks caleg PDIP, Harun Masiku.
Baca: Unboxing Samsung Galaxy A31, Partner Seru untuk Bikin Konten-konten Live
"Semua DPO [Daftar Pencarian Orang] tetap kita cari dan terus dilacak keberadaannya, walaupun belum tertangkap," kata Firli kepada Tribunnews.com, Minggu (10/5/2020).
Terkait persoalan banyaknya tersangka KPK yang berstatus sebagai buronan, mantan Kapolda Sumatera Selatan itu lalu menyinggung kepemimpinan komisioner sebelum dia.
Baca: Mulai 10 Mei, Lion Air Group Kembali Layani Penerbangan Domestik
"Tapi perlu diingat bahwa para tersangka DPO sudah ditetapkan sebagai tersangka sudah lama jauh sebelumnya. Tapi sayangnya saat ditetapkan sebagai tersangka tidak langsung ditangkap, sehingga mereka DPO," ujar Firli.
Baca: Hikmah Pandemi Corona di Mata Natasha Rizky: Bisa 24 Jam Full Jalani Peran Istri dan Juga Ibu
Selain memburu para DPO, kata Firli, KPK tengah menaruh perhatian terhadap mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung dan eks Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir.
Untuk diketahui, putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) melepas semua jeratan KPK terhadap Syafruddin.
Putusan kasasi MA menggugurkan putusan Pengadilan Tinggi DKI yang menambah hukuman Syafruddin menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan.
Namun, putusan lepas terhadap Syafruddin diwarnai perbedaan pendapat (dissenting opinion) antar majelis hakim.
Hakim Ketua Salman Luthan menyatakan sependapat dengan putusan Pengadilan Tinggi DKI yang menambah hukuman Syafruddin menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan.
Sementara, Hakim Anggota Syamsul Rakan Chaniago berpendapat perbuatan Syafruddin merupakan perbuatan hukum perdata.