Padahal, pada Maret lalu, Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan kenaikan tarif BPJS Kesehatan sebesar rata-rata 100 persen yang diberlakukan Pemerintah sejak Januari. #bpjs
Sebagai catatan, pada 2018, Presiden Joko Widodo @jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 82/2018 yang menetapkan besaran iuran BPJS Kesehatan masing-masing Rp25.500 (Kelas III), Rp51.000 (Kelas II), dan Rp80.000 (Kelas I).
Pada 2019, melalui Perpres No. 75/2019, Presiden menaikkan iuran tadi rata-rata sebesar seratus persen, jdi Rp42.000 (Kelas III), Rp110.000 (Kelas II), dan Rp160.000 (Kelas I). Kenaikkan ini berlaku mulai Januari 2020. Namun, sprt telah disebut, keputusan ini telah dibatalkan MA.
Bukannya mengembalikan iuran @BPJSKesehatanRI ke tarif semula, sesuai Perpres No. 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan, Presiden justru meneken Perpres No. 64/2020 yang isinya menaikkan kembali besaran tarif BPJS, dengan kenaikan antara 37,25 persen hingga 96 persen.
Dalam Pasal 34 ayat (1) Perpres No. 64/2020, disebutkan iuran peserta Kelas III pada 2020 dinaikkan menjadi Rp42.000 dari semula Rp25.500. Tahun ini Pemerintah akan memberikan subsidi sebesar Rp16.500, sehingga peserta Kelas III cukup membayar Rp25.500.
Namun, subsidi ini akan dikurangi menjadi Rp8.500 pada 2021, sehingga tahun depan peserta Kelas III harus membayar Rp35.000.
Sementara itu, iuran bagi peserta mandiri Kelas II naik dari Rp51 ribu menjadi Rp100 ribu, atau naik sebesar 96 persen. Begitu juga dengan peserta Kelas I, naik dari semula Rp80 ribu menjadi Rp150 ribu, alias naik sebesar 87,5 persen. Kedua kenaikan ini mulai berlaku 1 Juli 2020.
Di tengah pandemi Covid-19, yg telah menekan perekonomian masyarakat, di mana semua sektor dan pelaku ekonomi saat ini sedang terpukul, keputusan Pemerintah untuk menaikan iuran BPJS ini, menurut sy, adlh sebuah keputusan yg jahat sekali. Absurd.
Ada dua alasan kenapa keputusan itu saya anggap jahat. Pertama, salah satu alasan knp MA membatalkan Perpres No. 75/2019 krn MA menilai kenaikan iuran di tengah kondisi ekonomi sedang lemah sangatlah tak tepat.
Bayangkan, sebelum terjadinya pandemi saja kenaikan iuran itu sudah dianggap tidak pantas, kenapa sesudah kondisi kita kian memburuk, Pemerintah justru kembali menaikkan tarif? Apa namanya kalau bukan jahat?
Kedua, pada akhir Maret lalu Pemerintah baru saja menerbitkan Perppu No. 1/2020 ttg penanganan Covid-19, yg isinya memberikan legitimasi bagi pelebaran defisit serta penambahan anggaran sebesar Rp405,1 triliun.
Dengan tambahan anggaran sebesar itu, Pemerintah seharusnya tidak perlu lagi membebani rakyat dengan kenaikan tarif
@BPJSKesehatanRI
Sebab, mestinya prioritas penggunaan anggaran tadi kan untuk belanja kesehatan masyarakat, termasuk untuk nomboki BPJS.
Ini kan aneh. Di satu sisi anggaran belanja ditambah dengan dalih darurat kesehatan, namun beban iuran kesehatan masyarakat justru ditambah hampir seratus persen. Sungguh ironis. #bpjs