Jadi, anggaran yang besar tadi untuk belanja apa sebenarnya, kalau tidak digunakan untuk membantu belanja kesehatan dasar seperti BPJS ini?!
Kenaikan hampir seratus persen tarif BPJS di tengah pandemi ini kian menguatkan kecurigaan banyak pihak kalau tambahan anggaran APBN 2020 lebih dri Rp400 triliun yg dirancang oleh Pemerintah tdk digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat, tapi kepentingan yg lain.
Apalagi, kalau kita membaca Peraturan Pemerintah (PP) No. 23/2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang ditandatangani Presiden pada 9 Mei 2020 lalu, yg mematok anggaran Rp318 triliun bagi pemulihan ekonomi nasional.
Anggaran itu habis untuk membiayai restrukturisasi kredit, rekapitalisasi perbankan, relaksasi pajak, serta menalangi modal BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Apa artinya?
Anggaran publik kita tidak digunakan untuk menolong sebagian besar masyarakat kita, tetapi malah digunakan untuk menolong korporasi dan BUMN.
Menurut sy, ini tragis sekali. Darurat kesehatan digunakan untuk mencaplok anggaran publik secara besar-besaran, bukan untuk belanja kesehatan itu sendiri, tapi untuk belanja kepentingan oligarki ekonomi.
Jadi, kalau Presiden dan pemerintahan ini merasa masih memiliki empati dan nurani, Perpres No. 64/2020 sebaiknya segera dicabut. Apalagi, Presiden seharusnya bs jadi contoh praktik taat terhadap hukum. Patuhilah putusan MA, jgn mengakalinya dgn menerbitkan Perpres No. 64/2020.
Pemerintah Sebut Menaikkan Iuran BPJS sebagai Pilihan Sulit
Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy, mengungkapkan akan ada evaluasi terkait putusan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Hal tersebut disampaikan dalam video yang diunggah di kanal YouTube Kompas TV, Jumat (15/5/2020).
Muhadjir Effendy mengatakan rencana kenaikan iuran akan dievaluasi terlebih dahulu.
Iuran BPJS Kesehatan akan dinaikkan per Juli 2020 mendatang.
Sehingga masih ada waktu untuk melihat dampak dari putusan itu bagi keberlangsungan jaminan kesehatan masyarakat.
Muhadjir Effendy kemudian meminta, baik masyarakat dan pihak terkait lainnya, dapat lebih sabar.
Karena menurut Muhadjir Effendy, menaikkan iuran BPJS Kesehatan merupakan pilihan yang sulit bagi pemerintah.
Terlebih di situasi seperti saat ini, ketika Indonesia sedang menghadapi pandemi corona atau Covid-19.
"Sabar, nanti akan kita evaluasi dulu, masih ada waktu untuk diadakan evaluasi," terang Muhadjir Effendy.
"Pilihannya memang sulit ya," lanjutnya.
Muhadjir Effendy menjelaskan, sumber dana keberlangsungan program jaminan kesehatan BPJS berasal dari iuran para peserta.
Setiap bulannya, para peserta diwajibkan untuk membayar iuran maupun dipotong secara langsung dari pendapatan.
Dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan ini, pemerintah juga turut memberikan andil dalam menjaga kesehatan para masyarakat.
Pemerintah telah memberikan subsidi atau bantuan kepada peserta dengan kelas tertentu.
Muhadjir Effendy mengatakan iuran BPJS Kesehatan harus terpaksa dinaikkan, apabila iuran yang ada sudah tidak bisa memenuhi dasar pelayanan minimum kesehatan.
"Ingat ya BPJS itu dananya dari iuran peserta bukan dari pemerintah," jelas Muhadjir Effendy.
"Kalau pemerintah itu mensubsidi memberikan bantuan," tambahnya.
(Tribunnews.com/Daryono/Febia Rosada)